"Kamu tidak bantu juga ndak apa-apa. Emak paham kesibukan kerjamu. Pulang sudah malam, pagi harus berangkat. Kantormu ada aturan. Kamu ndak usah kuatir, Liet..."
Lieta diam. Dia berpikir untuk membujuk emak.
"Emak sudah merasa nyaman di pasar pagi itu, Liet....Semua disana sudah seperti saudara emak. Lagian kerjanya ndak berat. Siang emak sudah dirumah." kata emak.
"Kalau bikin kios di depan rumah tetap punya kegiatan juga kan, Mak..." Sahut Lieta.
"Beda, Liet..."
Kalimat emak seolah terpotong. Matanya kembali menerawang ke luar, seolah tak ingin menatap wajah anak gadisnya itu.
"Apa bedanya, mak? Di kios ini juga bisa punya kegiatan yang menghasilkan uang. Tak beda di pasar itu, mak.."
"Bukan itu Liet..l". Kali ini ditatapnya mata anaknya itu. Mata emak mulai berkaca-kaca.
"Di pasar itu, Emak bisa selalu bertemu Bapakmu".
Lieta kaget.
"Mak, Bapak sudah lama meninggal. Dan dia laki-laki tak bertanggung jawab telah tinggalkan kita begitu saja bersama janda kaya itu"
Emak terdiam. Sulit rasanya dia berkata.
"Aku benci dengan bapak, mak"