Dalam 7 bulan ke depan Anies/Sandi resmi menjabat gubernur dan wakil gubenur DKI. Dari saat sekarang hingga berakhirnya masa jabatan Ahok/Djarot di bulan Oktober 2017 merupakan  masa persiapan Anies/Sandi mematangkan program kerja sebelum memasuki dunia birokrasi. Setelah pelantikan, mereka berdua memasuki dunia baru.
Habitas Asli dan Dunia Baru Birokrasi
Dunia baru Anies/Sandi merupakan dunia yang sebelumnya tak mereka 'kenal' rimbanya. Namun hal itu bukan persoalan karena ketika keduanya memutuskan jadi calon gubernur/wakil gubernur berarti siap berada di rimba itu.
Anies sudah punya pengalaman di rimba birokrasi ketika jadi menteri pendidikan dan kebudayaan walau hanya 2 tahun. Di kementrian itu rimbanya relatif  'homogen' namun cakupannya seluruh Indonesia. Beda dengan jabatan gubernur yang diurus lebih 'heterogen' (beragam) walau cakupan sebatas wilayah propinsi.
Sementara Sandi belum pernah jadi pejabat publik. Habitat aslinya dunia usaha berkelas internasional. Pengalaman birokrasinya tentu ada terkait perijinan usaha yang digelutinya. Dia bukan sebagai pejabat birokrasi pemerintah melainkan sebagai warga dilayani birokrasi.
Perbedaan Asal Habitat
Anies dan Sandi berlatar belakang habitat berbeda. Mereka adalah orang nomor satu di masing-masing habitatnya. Secara alami habitat itu membentuk kepribadian, ego, cara berpikir, dan lain-lain sebagai orang nomor satu.
Saat secara politis disatukan sebagai pejabat publik, Anies dan Sandi berbekal kelebihan masing-masing. Bekal Sandi lekat dengan kekuatan dana (kekayaan) dan posisi sebagai salah satu elit partai Gerindra, sedangkan Anies pada personal branding-nya dimata publik. Karena adanya 'perkongsian' atau kesepakatan politis internal maka Anies jadi orang nomor 1 sementara Sandi 'hanya' jadi orang nomor 2.
Terkait ego dan kebiasaan di habitat asli sebagai orang nomor satu, bagaimana nasib perkongsian kedua orang ini dalam rimba baru sebagai pejabat publik?
Pecah Kongsi
Undang-undang dan peraturan negara telah mengatur tugas dan wewenang gubernur dan wakil gubernur. Keduanya adalah pemimpin yang Dwi Tunggal, walau secara hirarkis wakil gubernur adalah 'pembantu terdekat' sang Gubernur.
Dalam realitasnya sudah banyak contoh pemimpin daerah pecah kongsi politis baik itu tingkat pemerintahan kota (walikota), kabupaten (bupati/wakil bupati) dan provinsi (gubernur/wakil gubernur). Contoh terdekat adalah masa gubernur DKI ke 15 periode 2007-2012 yakni Fauzi Bowo dan wakilnya Prijanto. Sebelum tuntas masa jabatannya, Prijanto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Wakil Gubernur. Ia mengajukan surat penguduran diri namun, pengunduran dirinya ditolak oleh DPRD DKI Jakarta. Pengunduran diri itu petanda tidak adanya keharmonisan gubernur/wakil gubernur. Contoh lain adalah Bupati Garut periode 2008-2013 Aceng Fikri. Diperjalanan jabatan, pada tahun 2011, Wakilnya Diky Candra menyatakan pengunduran diri karena ketidakharmonisan hubungan dengannya terkait komitmen politik yang tak sejalan. Aceng Fikri sendiri akhirnya tidak sampai habis masa jabatan setelah dimakzulkan karena skandal perempuan.
Pecah kongsi politis pemimpin daerah masih mendingan bila terjadi usai masa jabatan, namun kalau terjadi pada masa jabatan masih berjalan maka yang dirugikan adalah masyarakat wilayah tersebut.
Pecah kongsi jelas akan mempengaruhi citra dan jalannya pemerintahan. Akibatnya pelayanan publik terganggu, hilangnya keteladanan sebagai pemimpin masyarakat, serta munculnya isu negatif dan kasak-kusuk yang menguras energi publik.
Menurut (mantan) menteri Dalam Negeri Gemawan Fauzi, 94 persen pemimpin daerah pecah kongsi (sumber). Ia mengatakan "hubungan 'mesra' kepala daerah dan wakilnya pada umumnya terjadi pada tahun pertama pemerintahan. Memasuki tahun kedua mulai terjadi 'gesekan' yang mengurangi keharmonisan. Memasuki tahun ketiga dan keempat, kemesraan sirna, bahkan sudah tidak saling tegur"
Fenomena pecah kongsi ini  jadi preseden yang harus diperhatikan oleh Anies dan Sandi serta kelompok-kelompok pendukungnya.  Melihat latar belakang keduanya yang 'sama-sama orang nomor satu', tentu ada kepentingan tersendiri untuk menampilkan diri lebih dimata publik. Misalnya Anies dengan cara berpikir 'retoris' dan Sandi yang ' berpikir praktis untung-rugi layaknya pengusaha' bisa menjadi salah satu dari sekian banyak titik gesekan.
Seringkali pula pergesekan berasal dari 'gosokan' orang-orang terdekat yang berasal dari masing-masing habitat asli setiap pribadi pemimpin. Tentu saja hal tersebut terkait soal pembagian kue proyek pembangunan.
Kita berharap pasangan Anies/Sandi tetap langgeng sampai akhir masa jabatannya kelak. Sangat mahal nilai yang harus dibayar warga DKI, bahkan seluruh Indonesia dalam konstelasi Pilkada DKI 2017 ini. Sangat menguras emosi, dana, tenaga dan pikiran rakyat.
Kepada  Anies / Sandi selamat  terpilih jadi Gubernur dan Wakil Gubernue DKI periode 2017-2022. Selamat bersiap-siap memasuki rimba baru. Jangan pernah pecah kongsi. Ingat itu. Heu heu heu...
-----
Peb/21/04/2017
referesi :satu, duaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H