[caption caption="sumber gambar ; https://3.bp.blogspot.com/-a0_sPWxb_Eg/VyxGqE4bkQI/AAAAAAAAAHY/GECagsFS0bQHNN6JKfztDImNbNl7lVVfgCLcB/s1600/books-cara%2Bmenemukan%2Bide%2Buntuk%2Bmenulis%2Bcerpen.jpg"][/caption]
Artikel ini saya tulis setelah dapat ‘Ide' dari pertanyaan klasik FaceBook “Apa yang anda pikirkan?” Nampaknya, waktu mendirikan facebook, Mark Zuckerberg paham medan tempur ‘tukang omong’ dan ‘tukang tulis’. Dia ingin mempertemukannya di facebook.
Menulis bukan pekerjaan gampang, namun juga bukan sesuatu yang sulit. Kata orang gaul, mudah-mudah sulit. Istilah ‘mudah-mudah sulit’ ini tidak ada dalam khasanah bahasa Indonesia resmi tulisan. Bila mengacu pada standar tulisan akademik, maka istilah tersebut dianggap salah. Bagaimana bisa didapatkan makna dari sebuah istilah yang dibentuk oleh kata yang saling bertolak belakang dalam satu ‘frasa kalimat’?
Kata ‘Mudah’ memiliki makna tersendiri yang jelas dan terukur. Demikian juga frasa ‘Sulit’juga memilikinya. Ukuran keduanya berbeda secara ekstrim. Secara resmi akademik tidak bisa dikawinkan untuk mendapatkan ‘keturunan makna’ baru. Namun jangan kuatir, pada tatanan non-akademis, istilah ‘mudah-mudah sulit’ bisa kawin dan berbahagia. Keduanya bisa ‘membentuk keluarga’ dan mendapat tempat yang layak sebagai bagian dari ‘menjelaskan sesuatu’. Istilah tersebut dimasukkan dalam kategori keluarga ‘idiom’. Penjelasan itu akan dimengerti oleh orang yang mendengarnya dan sering pula dipakai dalam tulisan non-ilmiah dan menjadi bahasa lisan atau diucapkan orang yang berkecimpung dalam penjelasan ilmiah. Bahasa Indonesia hebat, bukan?
Banyak orang yang melihat sebuah karya tulisan, misalnya tulisan pendek sekalipun-kemudian menganggapnya si Penulis mengerjakannya dengan mudah. Pembaca tulisan itu mungkin tidak tahu bahwa si penulis harus berjuang keras menuliskan yakni mentransfer apa yang dia pikirkan (ide) kedalam susunan kata, agar apa yang dia pikirkan menjadi sebuah pesan yang bisa dipahami pembacanya sesuai keinginannya, dan bukan keinginan si Pembaca.
[caption caption="sumber gambar ; http://image-serve.hipwee.com/wp-content/uploads/2015/11/1.-penulis-750x500.jpg"]
Perjuangan terberat penulis adalah menentukan setiap kata untuk membentuk kalimat. Ada dua hal besar yang dihadapi si Penulis, yakni menemukan kata dan memilih kata. Ini persolan utama yang tidak mudah dalam membuat tulisan. Dibandingkan dengan orang yang berbicara, maka jangan heran bila ada orang yang “banyak cakap” alias “tukang ngomong” tapi ternyata dia belum bisa menuliskan secara benar apa yang dia pikirkan. Padalah kalau dilihat dari kecepatan dia bicara, seolah semua kata sudah dimilikinya dan diungkapkannya dengan mudah.
Beda ‘Tukang Omong (pembicara)’ dengan ‘Tukang Tulis (penulis)’adalah pada medan peperangan. Medan peperangan Si ‘Orang Banyak Cakap’ adalah keberanian psikologis bicara secara ‘real time’. Hal ini yang tidak dihadapi seorang Penulis. Sedangkan medan peperangan penulis adalah menemukan/mencari kata dan memilih kata.
Menemukan kata
Seringkali sebuah ide sudah ‘terlihat’ matang tersedia dalam benak penulis. Namun ketika akan dituangkan dalam bentuk tulisan, maka dia harus menemukan atau mencari kata-kata yang tepat bagi wujud ide dari benaknya.
Perlu dipahami bahwa ‘Ide’ bersifat abstrak. Belum ada wujud pasti. Hanya berupa semesta raya tentang sesuatu. Untuk itulah ‘Ide’ butuh media agar menjadi ‘Wujud’ terlihat dan bisa dipahami si pemilik ide dan orang lain. Media itu adalah ‘dunia menulis’ atau aktivitas menulis. Hasil wujud ide adalah kata atau kalimat yang menjadi representasi ‘Ide’.
Perjuangan penulis dalam media menulis untuk menemukan rangkaian kata (kalimat) yang tepat seringkali membuatnya harus termenung lama hanya untuk mendapatkan sebuah kata. Pada mereka yang tak kuat daya juang-nya, seringkali ‘lari atau menyerah’. Dia angkat tangan ketika harus menulis. Munculah pernyataan “Ampun, bro....gue gak jadi nulis, deh”. Heuheuheu...! Karena situasi itu, ‘ Ide’ yang sudah dia miliki hanya akan tetap menjadi sebuah ‘Ide’. Tak akan menjadi tulisan apapun.
Memilih Kata
Seorang calon penulis (belum menghasilkan tulisan) ada yang punya banyak kata. Kekayaan (referensi) yang dia miliki itu tidak serta merta membuatnya mudah membentuk kalimat. Persoalannya adalah dalam memilih kata yang tepat sesuai konteks ide yang dia miliki.
Banyak kata tersedia, dari yang sejenis (satu family) maupun yang tidak. Ketika harus menjelaskan ide sesuatu, tidak semua kata yang sejenis bisa digunakan. Harus diadakan pemilihan. Contoh kata yang sejenis berdasarkan sifatnya : Sepi, Hening, Sunyi. Dalam menulis, misalnya puisi, si penulis harus jeli memilih salah satu dari ektiganya untuk mendapatkan kedalaman makna yang mampu menciptakan imaginasi bagi pembacanya. Bila salah menentukan pilihan, akan mempengaruhi ‘romantisme’ atau ‘dramatisasi ide’ tulisan.
Pekerjaan fase ‘Memilih Kata’ merupakan lanjutan dari fase ‘Mencari Kata’. Jangan anggap enteng fase ini. Pada fase ‘Memilih Kata’ ini sama beratnya dengan ‘Menemukan/Mencari’. Ketika anda mencari kata bisa jadi akan menemukan banyak kata, namun banyak kata itu tak bisa sembarangan digunakan. Hal tersebut akan sangat berpengaruh pada ‘performance’ tulisan anda. Bisa jadi kalau salah, maka oleh para pembaca tulisan anda akan dikategorikan tulisan ‘kacangan’ atau murahan, tidak elegan, kasar, provokatif, jelek dan lain sebagainya. Akan tampak sebuah tulisan itu ditulis oleh penulis pemula, si Mahir, atau si Ahli dan lain sebagainya. Padalah seringkali sebuah tulisan ‘murahan’ sebenarnya memuat sebuah ide brilyan. Tapi karena si Penulis tidak mahir memilih kata, jadinya ‘murahan’, (terlepas dari kesengajaan si Penulis memproduksi tulisan murahan dengan motif tertentu).
Seorang yang sudah mahir menulis sekalipun seringkali harus berulangkali mengedit (mengganti kata) di tulisannya karena ada pilihan kata yang tidak tepat. Jadi para penulis pemula tidak perlu rendah diri, si Mahir pun terpaksa ‘berjuang keras’ dalam menulis. Heuheuheyu...rasain!
Upaya memilih kata bersandar pada kekutan struktur segitiga yakni : Logika, Rasa, dan Karsa. Logika mengarah pada pemikiran logis yang dikandung kata. Rasa mengarah pada kedalaman makna yang kata, sedangkan karsa adalah upaya merangkainya dalam konteks kalimata dan semesta ide. Soal pembahasan lebih dalam tetang strukjtur segitiga tersebut akan saya tulis kemudian dalam artikel tersendiri, biar artikel ini ndak kepanjangan dan bikin bosan pembaca...heueheu
Cara Menemukan Kata dan Memilih Kata
Cara untuk ‘menemukan kata’ dan ‘memilih kata’, selain dengan perenungan juga dibutuhkan proses belajar yang panjang, yakni dengan banyak membaca tulisan orang lain. Ini memang tips dasar dan klasik . Kata Mukidi, penasehat spiritual saya, dengan banyak membaca kita jadi berwawasan luas. Lewat tulisan orang lain yang kita baca, maka kita bisa memahami ide dan cara si Penulis mendapatkan atau menentukan (memilih) kata yang tepat untuk menjelasakn idenya tersebut.
Di kompasiana ini saya sering menulis artikel politik. Ya, namanya politik tentu terkait pilihan politis tertentu. Untuk memperkaya diri dalam hal kepenulisan politik, saya tidak menutup diri hanya pada pilihan politik yang sama. Saya suka membaca tulisan-tulisan politik dari penulis yang berseberangan dengan pilihan politik saya. Dengan begitu, saya bisa memahami ide si npenulis dan bagaimana dia menemukan dan memilih kata bagi ppilihan politiknya. Sebiusanya saya komen di artikelnya demi ‘membayar’ upaya pencurian saya itu, sekaligus silaturahmi dengan ‘lawan politik’. Heuheuehu....! Ini baru contoh dari satu semesta raya Ide yang sama. Tentunya banyak tulisan dari kanal lain dan media luar yang layak dibaca untuk memudahkan kita menjadi ‘tukang tulis’ di Kompasiana.
Demikianlah tulisan ini saya buat tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun, hak hak hak! Dengan membaca artikel ini semoga anda bisa menjadi “Tukang Omong’ sekaligus “Tukang Tulis” yang baik. Kalau anda bisa memiliki kemampuan dua macam kehalian tukang tersebut maka adan akan dapat sepeda dari saya, heuheueheue...!
Salam Tempur Tukang Tulis
-----------
Peb20/03/2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H