Batas keduanya seolah jadi dekat karena batas ruang begitu transparan vulgarnya yang menampilkan secara semua tingkah laku pelakon. Beda ruang dan jarak tak membuat publik ter-alienasi dari serunya drama. Kemajuan sistem teknologi dan informasi sangat membantu menempatkan publik pada kursi terhormat di tepi panggung drama. bila panggung drama itu ibarat kotak aquarium, ruang transparan tempat drama seronok dapat disaksikan dari empat sisi.
Satu hiburan yang jarang diungkap bahwa publik penonton bisa menyaksikan para mantan pejabat tinggi “telanjang” atau “ditelanjangi” tak beda dengan ketelanjangan hidup keras rakyat. Banyak hal yang dulunya tabu dilihat dan pantang diketahui atas dasar citra dan wibawa pemerintah yang melekat di diri pejabat, kini tak lagi tabu. Hal tersebut menjadi hiburan tersendiri. Publik melihat kesakitan, kemarahan, kegilaan para pejabat itu sebagai hiburan karena tak disangka mirip dengan kehidupan publik sehari-hari yang keras.
Kedua, publik penonton mendapatkan pembelajaran.
Ragam perspektif bisa publik dapatkan. Suasana jadi semarak ketika adegan di tiap tahapan drama menjadi pembicaraan santai di ruang publik. Muncul banyak referensi yang hidup di ruang publik. Kini referensi tak melulu tentang sulitnya mencari rupiah demi rupiah untuk yang bikin pusing kepala. Tak melulu tentang tuntutan kebutuhan dasar anak dan istri di rumah.
Ruang pubik itu kini telah menjadi kaya akan ‘gossip bersama’ yang berubah jadi hiburan sekaligus pembelajaran komunal. Hiburan yang mencerdaskan orang awam saat mereka “mendadak” mampu mengkritisi drama tersebut. Di ruang publik itu mereka saling berbagai pemikiran kritis ala orang awam. Seringkali justru muncul pemikiran yang lebih hebat dari ahli politik itu sendiri. Publik menjadi manusia bebas bicara apapun menurut pemikirannya sebab tak punya urusan langsung dengan drama politis tersebut. Drama politik adalah tetap drama para elit, sedangkan posisi publik penonton tetap tak berubah. Kedua pihak itu masing-masing punya dinamika tersendiri.
Ketiga, publik menjadai familiar terhadap politik tercanggih.
Dulu publik tak begitu paham politik. Domain politik ada pada elit politik, namun kini publik diajarkan bagaimana sebuah politik canggih itu bermain di tataran elit, dan kemudian terbongkar ketika permainan mereka dipenuhi kepalsuan, intrik atau kecurangan tersebab karakter asli yang melekat. Karakter itu semula tersembunyi. Kini publik menjadi familiar dengan keberagaman karakter para pelakon saat manuver politik tercanggih dimainkan dan disaksikan secara transparan sejak awal sampai akhir cerita.
Publik Butuh Drama Politik
Drama politik merupakan keniscayaan dunia politik. Harus diakui kemudian, selain menghasilkan tontotan yang memuakkan, namun disii lain menjadi sesuatu yang dibutuhkan. Apa yang didapatkan publik dari tontotan melodrama politik negeri ini sadar atau tidak merupakan ‘anugerah’ yang mengalir bagi pendewasaan publik, setidaknya bagi generasi muda pembelajar yang kelak jadi pelaku politik masa depan. Apa yang baik yang telah mereka tonton bisa ditiru dan disempurnakan, sebaliknya yang buruk dibuang. Ke depannya para pemegang estafet politik negeri ini tak lagi mengulangi kebodohan-kebodohan lakon pendahulunya. Dengan begitu, kalaupun kelak ada drama politik masa depan, maka diharapkan drama itu jadi tontonan yang lebih berkualitas.
---
Peb/15peb2017