Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cuitan "Api" di Twitter, Pak SBY atau Publik yang Kalap?

7 Februari 2017   09:56 Diperbarui: 7 Februari 2017   11:33 3421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar ; http://img2.bisnis.com/bandung/posts/2013/04/16/341818/sby-twitter.jpg"][/caption]

Celoteh dunia maya pak SBY memang Ampuh menjadikan dunia maya gempar dan gegap gempita dengan ragam aksi celoteh balik.  Kini pak SBY membuat cuitan lagi yang tak kalah heboh bagi sebagian publik  padahal belum reda panasnya masalah dugaan penyadapan pembicaraan via telponnya ‘meminta’ fatwa ketua MUI terkait “penistaan agama” oleh Ahok.

Sebagai warga negara yang baik, tak salah seorang SBY perduli pada situasi dan kondisi negaranya terkini. Seperti halnya orang lain yang cinta tanah air dan bangsanya dan perduli berbagi pikiran dan peserasannya. Dari situ diharapkan ‘pemerintah’ mengetahu sebagian ‘maunya’ rakyat. Tapi kemudian kenapa SBY menjadi berbeda dengan orang lain yang sama-sama memegang akun twitter? Bagaimana cara melihat hal tersebut?  

Hukum Fisika di Twitter

Ada aksi tentu ada reaksi. Begitulah hukum fisikanya. Ada reaksi dilanjutkan dengan reaksi lanjutan. Ketika aksi dan reaksi terus berlanjut, menjadi tak jelas lagi siapa pelaku aksi dan siapa pelanjut aksi. Ketika pendukung SBY melakukan “aksi reaksi” terhadap ”reaksi reaksi” publik yang kontra pak SBY, maka jadilah rentetan aksi reaksi. Demikian pula sebalik.

Munculnya rasa malu, kesal ,kemarahan, sinis, kekecewaan, dan beragam nada terlihat dominan terkait cuitan twitter pak SBY. Lalu dimana pak SBY setelah melempar cuitannya? Apakah ada tanggapan balik menjelaskan lebih lanjut tentang maksudnya? Adakah niat menjawab setiap reaksi para netizen? Disinilah menariknya. Pak SBY hampir tidak pernah ‘membalas’ coleteh reaksi para netizen. Mungkin habis nge-twitter beliau duduk manis, nonton tivi sambil ngemil. Atau setelah melempar celoteh “hangat”, justru beliu berdoa khusyuk demi ketentraman negeri ini? Bukankah rasa nyaman dan ketenteraman bisa didapatkan dari sebuah “kehangatan”? Heu..heu..heu...

Hal terjadi di lapangan maya kesan yang muncul adalah “pak SBY mementik api ke tumpukan jerami.  Setelah menyala dan membara, kemudian beliau pergi”.  Untuk apa api itu menyala? Apakah dimaksudkan sebagai solusi terhadap sesuatu masalah yang butuh nyala api? Apakah ketika jerami terbakar masalah menjadi selesai?

Pertemuan Sudut Pak SBY dan Kaum Jerami

Secara kasad mata dan rasa publik tak mendapatkan jawabannya. Mereka sibuk membakar dirinya dengan rangkaian celoteh baik (reaksi) yang makin membesar dalam viralitas interpretasi dan persepsi. Tercipta stigma tertentu terhadap pak SBY yang tidak mengutungkan beliau.

Mungkin ada kepuasan publik saat berada dalam jerami itu. Saat menjadi api dan bara kemudian hangus seolah sebuah kenikmatan ditengah himpitan “rutinitas dan beratnya menjalani kehidupan di dunia nyata”. Sungguh menarik ketika sebuah kenikmatan didapatkan dalam hawa panas. Kalau hal ini yang jadi tujuan “pantikan api” SBY, maka beliau  telah berhasil menjadi “aktivis twitter” yang mumpuni ; beliau menjadi inspirator dan fasilitator sebuah pencapaian kenikmatan komunal di dunia maya (medos). Pak SBY sudah berpengalaman menjadi pemimpin dan sungguh paham seluk beluk rakyatnya. Beliau sangat tahu cara memuaskan mereka di dunia maya. Sampai di sini, tujuan pun tercapai, dan persolan selesai.

Pertanyaan kemudian muncul, apakah sesederhana itu saja tujuan seorang SBY? Kita lihat bahwa pak SBY memiliki setting diri yang beragam yakni ; mantan presiden, ketua partai besar, orang tua salah satu calon gubernur DKI, pencipta lagu, aktivis twitter  ‘hits maker’, dan lain sebagainya. Semua itu melekat di sosoknya hingga kini. Setiap setting itu oleh publik bisa menjadi "bahan bakar paling maknyos" atau  landasan munculnya banyak ‘’interpretasi tujuan’’ seorang SBY. Bisa pula berupa “campuran setting” untuk  menjadi sebuah interpretasi tujuan yang lebih kompleks.

Kacamata kritis tentu akan melihat hal lebih jauh, yakni cara memandang suatu ‘bentuk tak kasad mata dan rasa”. Apa wujud yang dilihat para kacamata kritis itu? Sejatinya hanya pak SBY lah yang tahu, namun tak bisa dihindari  ‘’Lagi-lagi muncul sebuah dugaan, dugaan, dugaan dan dugaan yang dilandasi teori empiris dan filosofis’ sehingga tampak intelek dan berbeda dari “kaum jerami” yang terbakar tadi. Dugaan diatas dugaan pun menjadi ‘simulakrum kebenaran’ atas celoteh SBY. Kesemuanya itu menjadi sebuah tungku api menyala tanpa henti. Hebatnya, hal tersebut menjadi sebuah catatan sejarah bagi seorang SBY dan negeri ini. Sadarkah beliau?  Mari kita bertanya pada jerami yang bergoyang. #Eeehh...

Hukum Fisika di Twitter Tokoh Ternama

Pada seorang tokoh ternama (apalagi dikenal sangat kontrioversial atau berpotensi kontoversial) hukum Fisika berlaku sangat “dramatis”. Sang tokoh ibarat benda yang memiliki koefisen gesekan besar, sehingga bila benda itu melakukan gaya gerak pada sebuah bidang datar (benda lain) maka akan menimbulkan panas (kalor). Hal itu terjadi bila permukaan benda itu kasar, atau bidang datar tadi permukaannya juga kasar, atau justru keduanya kasar (keduanya memilik koefisen gsekan yang besar). Kejadian selanjutnya, bukan hanya permukaan bidang itu saja yang menjadi panas, namun kedua benda menjadi panas karena ‘dihantarkan’ (bersifat konduktif, konvektiv dan radiatif).  Inilah masalahnya.

Panas yang terjadi pada masing-masing permukaan bidang menjalar ke seluruh benda tersebut. Ketika hal itu terus menerus dipaksakan maka makin panaslah kedua benda tersebut. Kedua benda jadi kalap bersamaan. Hal yang paling rumit adalah munculnya percikan api dan jatuh ke benda sekitar yang mudah terbakar, misalnya jerami.

Posisi pak SBY sebagai sebuah benda di satu sisi -  dan di sisi lain adalah suatu kelompok kepentingan yang kontra SBY - saling bergesekan di “twitter api” maka percikan apinya akan mengenai jerami tadi. Siapa jerami itu? Mereka adalah rakyat biasa atau orang awam yang tak tahu apa-apa tentang misi, maksud, tujuan, sasaran,  target dan segala hal dari cuitan-celoteh di twitter tadi.  Kalau hal itu menjadi sebuah bakaran tumpukan jerami di lapangan terbuka yang menghangatkan ‘sih gak papa, juragan’...tapi kalau kemudian membakar rumah besar, bisa barabe...celakanya rumah besar itu adalah negara dan bangsa ini. Ampun, para juragan....Ampun!

Hal yang terbaik saat yang sebaiknya dilakukan adalah, salah satu atau kedua “benda” tidak lagi bergerak di “twitter api”. Atau jerami tak perlu berdekatan dengan kedua benda itu, tapi apa mungkin? Memang sulit, karena jerami jumlahnya banyak, bertebaran, mudah ditiup angin dan relatif susah diatur. Ada  hak mereka di dunia maya. Hal yang paling mudah adalah kedua benda berpotensi mementikkan api tadi yang tak lagi melakukan aksi. Kedua benda tak usah aktif di dunia maya. Bisa kah? Bisa saja, atas nama kepentingan negara ini mau berkorban sedikit saat pegang smartphone tapi “tak main di situ”. Hal itu pun kalau mau, punya niat. Kalau tak mau? Ampun juragan, ingatlah  Rumah Besar bernama NKRI  ini masih ingin berdiri seribu tahun lagi ! Plisss deeh, ah....

Salam celoteh sejuk dari saya, ya juragan....ampun juragan....

-----

Peb7peb20017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun