Kacamata kritis tentu akan melihat hal lebih jauh, yakni cara memandang suatu ‘bentuk tak kasad mata dan rasa”. Apa wujud yang dilihat para kacamata kritis itu? Sejatinya hanya pak SBY lah yang tahu, namun tak bisa dihindari ‘’Lagi-lagi muncul sebuah dugaan, dugaan, dugaan dan dugaan yang dilandasi teori empiris dan filosofis’ sehingga tampak intelek dan berbeda dari “kaum jerami” yang terbakar tadi. Dugaan diatas dugaan pun menjadi ‘simulakrum kebenaran’ atas celoteh SBY. Kesemuanya itu menjadi sebuah tungku api menyala tanpa henti. Hebatnya, hal tersebut menjadi sebuah catatan sejarah bagi seorang SBY dan negeri ini. Sadarkah beliau? Mari kita bertanya pada jerami yang bergoyang. #Eeehh...
Hukum Fisika di Twitter Tokoh Ternama
Pada seorang tokoh ternama (apalagi dikenal sangat kontrioversial atau berpotensi kontoversial) hukum Fisika berlaku sangat “dramatis”. Sang tokoh ibarat benda yang memiliki koefisen gesekan besar, sehingga bila benda itu melakukan gaya gerak pada sebuah bidang datar (benda lain) maka akan menimbulkan panas (kalor). Hal itu terjadi bila permukaan benda itu kasar, atau bidang datar tadi permukaannya juga kasar, atau justru keduanya kasar (keduanya memilik koefisen gsekan yang besar). Kejadian selanjutnya, bukan hanya permukaan bidang itu saja yang menjadi panas, namun kedua benda menjadi panas karena ‘dihantarkan’ (bersifat konduktif, konvektiv dan radiatif). Inilah masalahnya.
Panas yang terjadi pada masing-masing permukaan bidang menjalar ke seluruh benda tersebut. Ketika hal itu terus menerus dipaksakan maka makin panaslah kedua benda tersebut. Kedua benda jadi kalap bersamaan. Hal yang paling rumit adalah munculnya percikan api dan jatuh ke benda sekitar yang mudah terbakar, misalnya jerami.
Posisi pak SBY sebagai sebuah benda di satu sisi - dan di sisi lain adalah suatu kelompok kepentingan yang kontra SBY - saling bergesekan di “twitter api” maka percikan apinya akan mengenai jerami tadi. Siapa jerami itu? Mereka adalah rakyat biasa atau orang awam yang tak tahu apa-apa tentang misi, maksud, tujuan, sasaran, target dan segala hal dari cuitan-celoteh di twitter tadi. Kalau hal itu menjadi sebuah bakaran tumpukan jerami di lapangan terbuka yang menghangatkan ‘sih gak papa, juragan’...tapi kalau kemudian membakar rumah besar, bisa barabe...celakanya rumah besar itu adalah negara dan bangsa ini. Ampun, para juragan....Ampun!
Hal yang terbaik saat yang sebaiknya dilakukan adalah, salah satu atau kedua “benda” tidak lagi bergerak di “twitter api”. Atau jerami tak perlu berdekatan dengan kedua benda itu, tapi apa mungkin? Memang sulit, karena jerami jumlahnya banyak, bertebaran, mudah ditiup angin dan relatif susah diatur. Ada hak mereka di dunia maya. Hal yang paling mudah adalah kedua benda berpotensi mementikkan api tadi yang tak lagi melakukan aksi. Kedua benda tak usah aktif di dunia maya. Bisa kah? Bisa saja, atas nama kepentingan negara ini mau berkorban sedikit saat pegang smartphone tapi “tak main di situ”. Hal itu pun kalau mau, punya niat. Kalau tak mau? Ampun juragan, ingatlah Rumah Besar bernama NKRI ini masih ingin berdiri seribu tahun lagi ! Plisss deeh, ah....
Salam celoteh sejuk dari saya, ya juragan....ampun juragan....
-----
Peb7peb20017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H