Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pernyataan "Siapkan Petahana Pulang Kampung" ; Blunder Aforisme Politik Anies?

1 Februari 2017   08:32 Diperbarui: 4 April 2017   16:49 3883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar ; http://thejak.co/wp-content/uploads/2014/12/Menimbang_Anies_Baswedan.jpg"][/caption]

"Dengan rapor merah itu kita ganti saja. Jadi beliau (petahana) kita siapkan untuk kembali ke kampung halaman, dan Jakarta dibebaskan dari kotak-kotak," (sumber kompas.com)

Sepintas kalimat Anies Baswedan diatas adalah pernyataan biasa. Namun bila diperhatikan ada sesuatu yang unik. Pernyataan seperti itu sangat jarang dipakai di ruang politik, melainkan lebih populer di bidang olahraga khususnya sepakbola. Pemakaian kalimat 'kita siapkan petahana untuk kembali ke kampung halaman' merupakan "Psywar" atau serangan psikologis terhadap tim lawan, sekaligus untuk menambah semangat tim sendiri dalam menghadapi laga penting tersebut. Oleh Anies, pernyataan atau "aforisme sepakbola’ tersebut dibawa ke pentas hangat Pilgub DKI. Lalu, bagaimana strategi permainannya?

Sering kita dengar pernyataan resmi pelatih, managet atau official sebuah tim sepakbola "Pada pertemuan laga penting nanti, kami akan pulangkan tim juara bertahan ke kampung halamannya". Bisa juga begini "Juara bertahan angkat koper setelah kalah tipis dari tim X". Ini bisa terjadi bila kompetisi menganut sistem gugur. Dalam kompetisi itu terjadi ‘Head to head’ antara tim juara bertahan dengan tim penantangnya. Tim yang kalah langsung pulang kampung atau kembali ke kota /negara asalnya. Sementara kompetisi terus berjalan dimana tim pemenang tetap melanjutkan kompetisi.

Pilgub DKI juga merupakan kompetisi 3 Calon Gubernur (Cagub) untuk mendapatkan jabatan gubernur/wakil gubernur DKI. Mereka adalah Agus/Sylvi, Ahok/Jarot dan Anies/Sandiaga. 

Ada dua "skenario kompetisi" menurut undang-undang.
Pertama, bila salah satu dari ketiga Cagub bisa memperoleh suara 50% plus 1 maka cagub itu dinyatakan sebagai pemenang kompetisi. Pilkada tersebut hanya berlangsung satu putaran.
.
Kedua, bila ketiga Cagub itu tidak ada yang mencapai 50% plus 1 maka dilanjutkan pada tahapan kedua "kompetisi" (putaran kedua). Pilkada tersebut berlangsung dua putaran. Pasangan calon yang berhak ikut puttaran kedua adalah yang mencapai suara terbanyak pertama dan kedua. Sementara cagub yang hanya menempati urutan tiga otomatis gugur atau tidak bisa ikut di tahapan selanjutnya.

Bila merunut pernyataan Anies Baswedan "bertujuan" memulangkan Ahok/Jarot pada Pilkada 1 putaran atau 2 putaran. Bisa jadi, untuk lebih mutlak 'mengalahkan' Ahok/ Jarot dilakukan sejak awal, artinya Ahok/ Jarot pulang kampung lewat Pilkada satu putaran.

Menilik ‘aforisme’ Anies tersebut, posisi Cagub Agus/Silvy tampaknya tidak "dianggap" oleh Anies. Padahal peserta 'Kompetisi' 3 Paslon Cagub, bukan Head to Head. Bagi Anies, yang penting Ahok/ Jarot pulang kampung lebih awal dalam"Kompetisi" itu. Apa sebabnya? Sudah dijelaskan di awal bahwa raport Ahok/Jarot merah sehingga tidak layak menduduki kursi Gubernur DKI. 

Lalu, bagaimana dengan Cagub Agus? Kenapa tidak masuk wacana di-pulang kampung-kan sejak awal? Selain Ahok, bukankah Agus merupakan kompetitor Anies? Bisa jadi karena Agus belum punya raport. Jadi Agus tidak bisa dinilai apakah merah atau biru. Anggap saja Agus punya raport Biru karena kebetulan partai utama penyokongnya adalah Demokrat yang logonya bernuansa biru. Sementara logo pengusung utama Ahok/Jarot yakni PDIP bernuansa merah. Heuheuheu...!

Aforisme dalam Politik
Pengertian Aforisme adalah sebuah pernyataan yang padat dan ringkas tentang sikap hidup atau kebenaran umum (seperti peribahasa, dll). Bisa juga sebuah 'jargon' penyemangat. Aforisme harus berupa suatu pernyataan ringkas, tajam, dan mudah diingat. Contoh : "Jika ingin sukses, maka kita harus bekerja keras,"

Apakah pernyataan "Siapkan Petahana Pulang Kampung" tergolong Aforisme? Pernyataan Anies tersebut tergolong Aforisme yang bersifat politis ; didasari kepentingan perjuangan politis kelompoknya. Namun ketika disampaikan ke publik, maka aforisme itu 'berusaha menjadi milik publik secara lebih luas.

Saat berada di ruang politik praktis, sebuah aforisme politis menawarkan satu konsep pemenangan kepada publik sekaligus menyatukan kelompok politis yang berafiliasi dengan si si Tokoh pembuat pernyataan. Pada ‘aforisme’ Anies, setiap orang 'boleh' menerjemahkan arti dan arah pernyataannya sebagai informasi atau 'provokasi' diri untuk menambah kepercayaan memilih Anies, atau tidak memilih gubernur petahana pada Pilgub DKI2017.

Penggunaan Aforisme dalam politik itu biasa. Aforisme mampu membuat solid suatu kelompok politik dalam perjuangannya untuk mencapai tujuan politis.

Aforisme Anies tersebut sah-sah saja untuk memperkuat daya politisnya pada kompetisi Pilgub DKI. Namun ada hal yang dilupakan oleh Anies bahwa publik politik tidak melihat hanya sebuah Aforisme, namun mereka melihat sosok Anies sebagai bagian tak terpisahkan dari Aforisme itu sendiri. Aforisme itu seolah menyatu dalam sosok Anies.

Ketika Blunder ‘Aforisme Kebablasan’ menjadi Bumerang

Untuk memperkuat diri sendiri dan kelompoknya, Anies telah membawa aforisme sepakbola ke ruang politiknya. Dia masukkan ke dalam perjuangannya untuk meraih kursi DKI I. Aforisme sepakbola itu sebenarnya tidak terlalu cocok digunakan pada politik karena bisa menjadi bumerang bagi Anies. Harusnya sebuah aforisme tidak memuat potensi bumerang bagi diri sendiri. Terlebih hal itu keluar dari mulut Anies sendiri.

Dalam suatu tim politik (tim sukses)biasanya terdapat kelompok-kelompok lapisan perjuangan. Ada tim yang khusus membuat provokasi, ada tim pembuat kampanye hitam, ada tim pencitraan si tokoh, ada tim lawak dan lain sebagainya. Setiap tim bekerja sesuai nama kelompoknya yang kesemuanya itu berafiliasi kesi tokoh politik. Sebisanya si tokoh yang akan maju pilkada tidak mengeluarkan pernyataan ‘aforisme’ yang bisa jadi bumerang terhadap dirinya secara pribadi. Kalaupun akan membuat aforisme ‘ngeri-ngeri sedap’; ‘provokatif’ atau ‘yang sensitif menyerang lawan’ cukuplah dilakukan tim sukses tadi sehingga bila terjadi bumerang tidak langsung mengenai si tokoh yang dijagokan untuk menduduki jabatan politis. Si tokoh tugasnya adalah membangun citranya di tengah masyarakat dengan cara menyuarakan konsep, misi, visi, interaksi positif dengan berbagai pihak dan lain sebagainya.

Aforisme politis Anies ingin ‘memulangkan petahana’ bisa jadi bumerang bagi karier politik Anies dimasa datang. Bagi publik, aforisme bisa dianggap sebuah janji si tokoh. Aforisme Anies kali ini sebelas dua belas dengan pernyataan Amies Rais yang akan jalan kaki dari Yogya ke Solo bila Jokowi menang dalam pilpres. Pertanyaannya adalah bila Anies kalah dalam pilgub DKI nanti apakah dia akan pulang ke kampungnya di Yogya? Malu dong lama-lama di Jakarta, sementara Ahok sang petahana melanjutkan pemerintahan? Publik tidak akan lupa dengan ucapan seorang tokoh politik. Mereka akan menagih terus ‘janji’ politik atau sebuah konsekuensi yang dialami si tokoh baik menang maupun kalah !

Pada konteks sepakbola, ketika tim penantang juara bertahan justru kalah maka tim itulah yang harus angkat koper untuk pulang kampung. Padahal sebelumnya tim penantang itu sudah berkoar-koar ke publik akan ‘memulangkampungkan juara bertahan’. Publik sepakbola tidak akan mempermasalahkan tim yang kalah tim kalah karena ‘benar-benar pulang kampung’. Hal itu merupakan sebuah konsekuensi yang dijalani secara sportif. Ngapain lama-lama di tempat tersebut, bukankah menghabiskan biaya dan tenaga? Belum lagi soal sakit hati. Mendingan pulang kampung dan berlatih lagi. Bukankan begitu?

Dalam konteks aforisme Anies, bila dia kalah apakah rela pulang kampung? Kampung halaman Ahok selaku petahana adalah daerah Belitung Timur, sedangkan Anies di Yogyakarta. Dari Jakarta, kampung Anies yang paling dekat dibandingkan kampung Ahok. Tapi siapa yang nanti pulang kampung bukan soal jauh atau dekat dari Jakarta tetapi raihan suara pilkada.

Jalan Keluar Bagi Anies

Masih ada cara elegan untuk Anies menyelamatkan diri bila realitasnya nanti dia yang kalah dan pernyataan itu jadi bumerang yang menghantam dirinya. Seandainya justru dia yang kalah maka jangan malu mengucapkan " Ahok, gue balik kampung yah" atau Selamat ya, Gus (Agus), gue balik kampung dulu, neeh". Silahkan lanjutkan kompetisi bersama Ahok". Atau bisa juga begini : Hok/Gus....selamat ya kalian menang, tapi ijinkan gue gak jadi balik kampiung. Gue masih pengen tetep di Jakarta untuk ngelanjutin karier gue.

Saya yakin, Ahok atau Agus yang menang kompetisi Pilgub DKI tak akan keberatan dengan permintaan Anies. Hanya masalahnya, publik akan membully Anies. Tapi Anies masih bisa ngeles kok. Bilang begini : “aye udeh minta ijin sama Ahok tetep ngetem di Jakarte. Yang pentingkan udah bersikap sportif kayak di bola itu’.
Betul tidak teman-teman? Heu..heu..heu...

-------

Peb01/02/2017

Referensi Berita ; Satu, Dua, Tiga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun