Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Melihat Kesiapan Annisa Pohan sebagai Istri Gubernur DKI

16 Januari 2017   05:03 Diperbarui: 3 Februari 2017   16:42 6070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Annisa Pohan dan Agus Yudhoyono. Tribunnews.com

"Aspirasi urusan masing-masing. Tapi kalau keluarga gue itu jadi urusan gue."

Kalimat di atas adalah penggalan tanggapan Annisa Pohan terhadap seorang temannya di media sosial Path (sosmed) terkait kritik pedas si teman terhadap Agus Yudhoyono usai debat Cagub DKI yang diselenggarakan KPU tgl 13/1/2016. (selengkapnya lihat : sumber)

Berita "debat" Anissa Pohan dengan teman medsos nya itu telah menjadi viral di berbagai pemberitaan. Beragam reaksi publik muncul, umumnya kontra terhadap sikap Anissa Pohan. Bahkan sejumlah meme lucu di media sosial tercipta di dunia maya untuk menanggapi sikap Anissa Pohan.

Inti dari sikap Anissa Pohan adalah "tidak terima" bila keluarganya dilecehkan. Selang sehari kemudian, lewat media sosial Instagram Annisa Pohan minta maaf atas hak jawabnya disertai doa. (sumber)

Annisa Sudah Benar Tapi Belum Tepat

Selama ini Annisa Pohan telah menunjukan diri sebagai istri setia dan mendukung suaminya, mulai saat Agus sebagai perwira TNI, hingga menjadi Cagub DKI. Dalam kampanye 'blusukan', Annisa Pohan tak kenal lelah mendampingi suaminya bertemu masyarakat. Seringkali mata kamera jurnalistik menyorot lengketnya Annisa Pohan di samping suaminya. Justru pasangan cawagub Silvy "kalah sorot" dibandingkan Annisa Pohan-Agus.

Berhadapan dengan sorot kamera dan pemberitaan bukan hal baru bagi Annisa Pohan karena dia sebelumnya adalah host terkenal di televisi. Hal itu juga mengangkat namanya sebagai selebriti. Ketika dia ikut suaminya terjun langsung di masyarakat, segala bekal keselebitiannya jadi salah satu modal untuk menarik perhatian masyarakat kepada suaminya yang sedang berjuang di bidang politik. Nampak bahwa Annisa Pohan berhasil menjadi pendamping suaminya.

Urusan blusukan hanya sebagian kecil dari 'kegiatan dunia politik'. Pada konteks blusukan, yang dihadapi adalah dunia nyata. Namun dunia politik tak hanya sebatas dunia nyata saja melainkan ada dunia maya. Berkembangnya media sosial (dumay) mau tak mau membawa konstelasi politik ke dunia maya juga--dalam hal ini media sosial.

Dalam praktiknya, dunia maya (medsos) sangat kejam bagi dunia politik yang lekat dengan pro dan kontra. Kecenderungan yang terjadi adalah medsos menjadi arena perang para pendukung dan penolak tokoh politik. Dalam dunia maya itu, wujud perangnya adalah bully terhadap si tokoh politik. Jadi tak semata sebuah 'kritik membangun'.

Pada situasi itu, etika, moral, aturan dan segala tata krama tak lagi dipatuhi. Dunia maya seolah menjadi ruang bebas untuk memaki dengan kata-kata dari yang paling halus sampai yang paling kasar. Di medsos, seorang tokoh politik ditempatkan seperti keranjang sampah di mana banyak orang bebas melemparkan kotorannya pada si tokoh. Tokoh politik yang sudah benar kerjanya saja tak luput dari bully dan posisi sebagai tempat sampah pegiat media sosial, apalagi bila si tokoh kerjanya tidak benar.

Sorang tokoh politik mau tidak mau harus siap mental dibully di media sosial. Kalau tidak siap, jangan jadi tokoh politik. Bila semua bully yang menimpa si tokoh politik itu ditanggapi, bisa-bisa energi habis hanya mengurus hal tersebut. Bukan menyelesaikan masalah, justru bully yang diterimanya akan semakin besar.

Ketika Annisa Pohan membela keluarganya yang dilecehkan tentu tidak bisa disalahkan. Siapa sih yang mau diam saja saat dilecehkan? Persoalannya menjadi lain ketika Annisa Pohan melakukan pembelaan di medsos dalam kapasitas 'keluarga politik'. Saat suaminya sedang berjuang menduduki jabatan gubernur DKI yang prestisius.

Sebagai bagian dari politik, hal yang dilakukan Annisa Pohan menjadi tidak tepat bahkan bisa kontraproduktif bagi penampilan politik Agus Yudhoyono menuju DKI I. Publik akan mempertanyakan kesiapan mental Annisa Pohan selaku istri bila suaminya menjabat gubernur. Baru jadi calon gubernur saja sudah tidak tahan terhadap cemoohan terhadap suami, bagaimana nanti bila sudah jadi istri gubernur bila terpilih?

Mentalitas Politk dalam Keluarga

Mentalitas politik seorang Gubernur DKI akan teruji bukan saat dia mendapat sanjungan selangit, melainkan saat mendapat cemoohan dari segala arah. Mentalitas itu bukan semata dimilik si gubernur, melainkan orang-orang terdekat seperti istri, anak-anak, orang tua, mertua, dan menantu.

Sejatinya, Annisa Pohan sudah belajar banyak saat menjadi menantu Presiden SBY. Yang namanya cemoohan dan bully dunia medsos terhadap SBY sudah tak terhitung lagi. Annisa Pohan tak ada bunyinya membela sang mertua atas nama keluarga. Namun ketika sang suami yang dibully, tetiba 'amarahnya' muncul untuk membela keluarga. Apakah karena SBY "cuma mertua" sementara Agus adalah suami dan ayah bagi anak-anaknya?

Persoalan bully di medsos adalah keniscayaan masa kini bagi siapapun tokoh politik. Apalagi bila si tokoh itu memegang jabatan publik seperti gubernur, maka siap-siap mental untuk menerima cemoohan (bully) selama masa jabatan. Bahkan setelah jabatan berakhir! Lihat saja sang mertua, yakni SBY, sudah tak lagi menjabat presiden masih sering dibully di medsos.

Bila Annisa Pohan ingin suaminya langgeng di pentas politik maka selaku istri sebaiknya tak usah mempedulikan apapun cemoohan di dunia maya (medsos). Dengan begitu satu persoalan politik sebenarnya sudah berhasil dia selesaikan. Dia sudah membantu suaminya untuk terus fokus bekerja. 

Bila sebagai istri "bersumbu pendek," setiap cemoohan (apalagi dari teman sendiri) di medsos ditanggapi, maka Annisa Pohan dianggap gagal sebagai istri politikus. Jangan harap hidup akan tenang, jangan pikir suami bisa bekerja dengan baik, justru PR suaminya bertambah yakni menenangkan istri yang 'ngamuk-ngamuk' karena keluarga dihajar terus menerus di media sosial. Kalau sudah begitu, kapan suami bisa fokus bekerja melayani publik?

-----
Peb16/01/2017

Sumber berita ; Satu, Dua,Tiga, Empat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun