Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Andai Demonstrasi 4 November Rusuh, Siapa Bertanggung Jawab?

31 Oktober 2016   04:52 Diperbarui: 1 November 2016   10:40 17633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Ikhwan Yanuar | viva.co.id

Kabar rencana demonstrasi besar-besaran tanggal 4 November sudah merebak luas. Ratusan ribu orang dikabarkan akan mengepung Istana Negara.

Sebagai negara demokrasi, Indonesia memberi ruang politik bagi elemen masyarakatnya untuk menyampaikan aspirasi. Tentu saja ada aturannya, yakni harus melewati izin dari pihak keamanan. Ini sebuah prosedur standar sesuai konstitusi.

Demonstrasi 4 November itu berlabel 'Jihad Konstitusional' bisa diartikan adanya semangat para peserta aksi demonstrasi tetap dalam jalur konstitusi. Namun demikian apakah pelaksanaannya di lapangan bisa 'tertib dan konstitusional?' Ini pertanyaan besar.

Sebagian publik merasa 'ngeri' membayangkan demonstrasi itu. Terbayang situasi tak terkendali, kemudian terjadi rusuh besar di Ibu Kota Negara yang berdampak politik di seluruh negeri ini.

Kekhawatiran publik tersebut tak bisa disalahkan. Ada sejumlah faktor yang mendasari pikiran-psikologis publik tersebut. Faktor penyebabnya, misalnya;

  • Pertama, jumlah peserta demonstrasi sangat banyak (ratusan ribu). Bagaimana cara mengendalikan massa sebanyak itu? Apakah bisa dijamin tidak ada kelompok penumpang yang bertujuan bikin rusuh?
  • Kedua, organisasi FPI yang jadi salah satu motor demonstrasi memiliki 'track record' kurang baik di mata publik karena berbagai tindakan anarkisnya di sejumlah tempat dan peristiwa,
  • Ketiga, ada kabar peserta demonstrasi sudah diminta untuk menyiapkan 'surat wasiat' (Sumber). Apakah ini jadi penanda 'siap mati' di lapangan? Kalau siap mati, bisa diartikan siap melakukan perlawanan sampai mati di lapangan. Siapa yang dilawan? Aparat keamanan yang menjaga keamanan dan ketertiban? Atau siap mati melawan kelompok 'penumpang' yang membuat demontrasi jadi tidak konstitusional?

Struktur di Kelompok Demonstrasi
Dalam aksi demo ada struktur operasi lapangan dan non-lapangan yang resmi dicantumkan dalam perizinan kepada pihak keamanan. Dalam struktur itu tentu ada penggagas, ketua beserta jajaran di bawahnya seperti juru bicara, juru kendali lapangan dan lain sebagainya.

Pada demonstrasi tanggal 4 November nanti, Habib Rizieq, pemimpin FPI memberi jaminan kepada Polda Metro Jaya bahwa demonstrasi akan berlangsung aman, walau tidak menjamin sepenuhnya tertib.

Pada konteks demontrasi itu, Habib Rizieq adalah pemimpin ormas (organisasi masyarakat).

Sumber gambar: Tino Oktaviano | aktual.com
Sumber gambar: Tino Oktaviano | aktual.com
Dua Wakil Ketua DPR-RI Ikut Serta
Selain pemimpin organisasi massa, akan ada petinggi DPR-RI yang ikut serta. Mereka adalah Fadli Zon dan Fahri Hamzah. Keduanya wakil ketua DPR-RI yang merupakan pemimpin formal struktur pemerintahan negara di lembaga Legislatif.

Kehadiran wakil ketua DPR-RI dalam demonstrasi pada Presiden menjadi sesuatu yang 'menggelikan' mengingat keduanya di lembaga DPR-yang setara dengan lembaga presiden. Terlepas dari apakah kehadiran mereka atas nama pribadi, tentu tetap saja menjadi tanda tanya besar: kenapa massa tidak berdemo di gedung DPR-tempatnya para wakil rakyat 'berjuang'? Kenapa justru petinggi DPR ikut turun ke jalan 'menyosor' Istana Negara (presiden)?

Kehadiran dua wakil ketua DPR dan banyaknya peserta demonstrasi bisa menjadi pertanda ketikadakmampuan DPR-RI menyerap aspirasi elemen masyarakat. Apakah dua orang wakil wakil DPR yang 'ikutan' demonstrasi karena 'sudah tidak mampu' bekerja di DPR? Atau menyembunyikan  ketidakmampuan sebagai DPR dengan cara mengambil simpati massa dan ambil bagian dalam aksi demonstrasi besar?

Melihat sasaran demonstrasi ke Istana Negara yang tertuju ke presiden Jokowi menimbulkan pertanyaan, kenapa bukan DPR-RI yang jadi sasaran demonstrasi mengingat DPR punya kewenangan memanggil Presiden? Ke mana saja para wakil rakyat dari partai-partai yang se-ideologi dengan ormas demonstrasi tersebut?

Beragam pertanyaan tersebut menjadikan demonstrasi 'penistaan agama' oleh Ahok menjadi aneh.

Situasi Terburuk
Mengingat bahwa ada dua jenis pemimpin dalam demo yakni para Ulama dan Wakil Ketua DPR dalam demonstrasi besar-besaran rawan akan 'chaos', maka diperlukan 'ketokohan' kedua jenis pemimpin tersebut untuk mengendalikan massa. Namun itu bukan jaminan. Pada situasi terburuk bisa saja massa bertindak di luar kendali. Lalu, siapa yang bertanggungjawab bila terjadi 'chaos'?

Publik yang cinta damai berharap kedua jenis pemimpin itu bisa membawa aura positif dalam demonstrasi besar itu. Bisa atau tidak bisa, tanggung jawab mereka sangat besar di lapangan demontrasi. Jangan sampai perjuangan 'jihad konstitusional' menjadi produksi aksi anti konstitusi karena ketidakmampuan dan tidak adanya kemauan bertanggung jawab dari para sosok pemimpin dalam demonstrasi akbar itu.

-----

Peb31/10/2016

Referensi berita: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun