Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kompasiana Nangkring "Tambang untuk Kehidupan" Membuka Satu Folder Sejarah yang Terbenam

17 Oktober 2016   17:57 Diperbarui: 13 November 2016   03:09 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber Gambar ; Dokumen Pribadi "][/caption]

Kompasiana Nangkring Tambang untuk Kehidupan dilakukan di Musium Geologi Bandung, hari Sabtu 15/10/2016. Acara itu memuat tiga hal utama yang dipaparkan secara populis oleh dua pembicara ahli tambang yakni dari akademisi (ITB) dan asosiasi pertambangan. Selain itu satu orang jurubicara PT Freeport Indonesia. Mereka masing-masing menyampaikan materi sesuai kapasitas keahliannya.

Acara Nangkring tersebut telah membuka wawasan baru tentang dunia tambang bagi kehidupan manusia dan sejarah Indonesia. Selama ini jarang diungkapkan ragam produk yang sehari-hari kita pakai berasal dari turunan hasil pertambangan isi perut bumi. Begitu juga dengan sejarah tambang Indonesia ternyata merupakan satu folder penting yang terkait erat dengan sejarah perjuangan kemerdekaan negeri ini.

[caption caption="para pembicara, dari kiri ke kanan ; Kery Yarangga perwakilan PT Freeport Indonesia, Ir. Sukmandaru Prihatmoko, M.Sc., Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia Dr.-Ing., Ir., Aryo Prawoto Wibowo, M.Eng., Ketua Pusat Riset Unggulan Kebijakan dan Keekonomian Minerba FTTM ITB , dan 'Mbak' Nurul (kalau malam) admin Kompasiana sebagai moderator acara"]

[/caption]

Pada salah satu sesi pemaparan dimulai dengan pemutaran filem ‘jadul’ tentang sejarah tambang di tanah air. Filem tersebut memuat rekaman masa jelang dan paska proklamasi kemerdekaan yang berkaitan dengan pertambangan di negeri ini, diselingi komentar sejumlah orang saksi yang masih hidup. Filem dokumenter ‘jadul’ itu mampu membawa penonton ke suasana masa perjuangan dahulu, namun berbeda dengan filem dokumenter umumnya, kali ini yang ‘berjuang’ adalah ‘komunitas’ tambang Indonesia bersama masyarakat pada masa pergerakan kemerdekaan. Sesi ini sangat menarik karena sebelumnya belum banyak terungkap bahwa dunia tambang di tanah air berperan besar di dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Selama ini wacana sejarah Indonesia lebih banyak didominasi ‘penjajah kolonial datang untuk rempah-rempah dan usaha perkebunan’. Dunia komoditas pertanian dan perkebunan serta kaum tani menjadi domain utama ‘relasi pemerintah kolonial Belanda dan kaum pergerakan kemerdekaan’. Kesuburan bumi nusantara menjanjikan jajahan-eksploitasi di atas tanah. Sangat jarang terdengar sejarah tentang ekploitasi penjajah dan perlawanan rakyat berkaitan dengan komoditas yang ada di bawah permukaan tanah sebagai bagian gerakan kemerdekaaan. Apakah pada masa itu kolonial Belanda tidak tahu dan tidak tertarik isi perut bumi nusantara? Tentu saja mereka sangat tertarik.

Bumi nusantara sangat kaya akan sumber daya mineral yang berada di dalam perut buminya. Ketika revolusi industri dimulai di Eropa pada abad 18, banyak keperluan industri tersebut berasal dari kandungan isi perut bumi misalnya batubara, minyak bumi, logam (tembaga, timah, bijih besi, emas, dll). Pemerintah kolonila Belanda tentu saja melihatnya sebagai sebagai pangsa pasar yang bagus di dunia internasional. Di sisi lain, peninggalan bekas area tambang milik kolonial Belanda pun banyak bertebaran di seantero nusantara menjadi bukti upaya mereka menjajah isi perut bumi nusantara.

[caption caption="Sesi pemutaran film salah satu film dokumentar tentang awal mula PT Freeport di Indonesia II sumber gambar ; Ikhwanul Halim"]

[/caption]

Tambang dan Perjuangan Kemerdekaan RI

Dalam film dokumenter itu ditampilkan upaya pemerintah kolonial Belanda mengeksplorasi dan mengeksploitasi isi bumi Indonesia pada abad 19 (masa sebelum kemerdekaan). Upaya itu ta lepas dari isu revolusi Industri yang juga terjadi di Belanda. Revolusi industri selain menuntut ketersediaan bahan baku juga membawa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi eksplorasi dan ekspoitasi sumberdaya mineral.

Pemerintah kolonial Belanda sudah melakukan penyelidikan sumber daya mineral bumi nusantara sejak abad 17. Pada tahun 1850 pemerintah kolonial Belanda kemudian mendirikan lembaga Dienst van het Mijnwezen yang bertugas meneliti geologi dan sumberdaya mineral. Kelembagaan ini berganti nama jadi Dienst van den Mijnbouw pada tahun 1922. Mereka kemudian membangun gedung di Bandung yang dinamakan Geologisch Laboratorium yang kemudian juga disebut Geologisch Museum untuk menyimpan dan menganalisa hasil penelitian geologi dan sumber daya mineral di bumi nusantara berupa contoh bebatuan, mineral , fosil, peta-peta, dan laporan penelitian.

[caption caption="Gedung Musium Geologi jaman Belanda masih bernama Geologisch Laboratorium II sumber gambar ; http://hellobandungku.com/wp-content/uploads/2015/10/MG.jpg"]

[/caption]

Gedung Geologisch Museum tersebut kini lebih dikenal dengan nama Musium Geologi Bandung, yang kemarin jadi tempat ‘Kompasiana Nangkring Tambang untuk Kehidupan’.

Selama Dienst van den Mijnbouw berdiri di Bandung, ada satu orang Indonesia, yakni Arie Frederik Lasut yang bekerja di sana. Ia kemudian berhasil mendapat beasiswa dari Dienst van den Mijnbouw(Jawatan Pertambangan) untuk menjadi asisten geolog. Itu merupakan jabatan yang tinggi dan penting karena termasuk kategori tenaga ahli bidang geologi.

DinamikaGeologisch Museum jadi Saksi Penting Perjuangan Kemerdekaan

Pada perang dunia ke II Jepang mengalahkan Belanda dan masuk ke Indonesia tahun1942, lembaga Dienst van den Mijnbouw diambil alih Jepang dan diganti namanya menjadi Kogyo Zimusho. Setahun kemudian, berganti nama jadi Chishitsu Chosacho. Jepang melihat lembaga ini penting, namun karena mereka lebih sibuk di pada pencetakan kader militer (Peta), kegiatan penelitian geologi tidak begitu berkembang dibandingkan masa pemerintahan kolonial Belanda.

Tahun 1945 Indonesia memploklamirkan kemerdekaan, lembaga Chishitsu Chosacho diambil alih pemerintah Indonesia dari tangan Jepang. Hari Jumat, 28 September 1945, sekelompok pegawai muda di kantor Chisitsu Chosasho pun bertindak, mereka dipelopori oleh Raden Ali Tirtosoewirjo. Arie Frederik Lasut, R. Soenoe Soemosoesastro dan Sjamsoe M. Bahroem yang mengambil alih dengan paksa kantor Chisitsu Chosasho dari pihak Jepang, dan sejak saat itu nama kantor diubah menjadi Poesat Djawatan Tambang dan Geologi (PDTG antara tahun 1945-1950).

Pada tanggal 19 September 1945, pasukan sekutu yang diboncengi oleh Netherlands Indiës Civil Administration (NICA) tiba di Indonesia. Di Bandung, mereka berusaha menguasai kembali kantor PDTG yang sudah dikuasai oleh pemerintah Indonesia.

Keberadaan kantor PDTG dinilai penting oleh pasukan Belanda (NiCA) karena sebelum kalah perang dan diusir Jepang dari Indonesia tahun 1942, mereka sudah tahu bahwa kantor tersebut menyimpan banyak dokumen penting kekayaan geologi dan mineral bumi Indonesia yang merupakan hasil kerja mereka saat menguasai Indonesia dahulu. Maka tak heran mereka ingin menguasainya kembali. Namun pemerintah Indonesia juga tahu akan pentingnya dokumen-dokumen itu sehingga tidak mau begitu saja menyerahkannya ke pasukan agresi Belanda.

Para pegawai muda Indonesia yang berkeja di kantor Geologisch Museum bersama rakyat yang mengetahui hal itu melakukan perlawanan terhadap pasukan agresi belan dan untuk mempertahankan gedung Geologisch Museum. Terjadilah pertempuran yang sengit di kota Bandung. Tekanan yang dilancarkan oleh pasukan Belanda memaksa kantor PDTG dipindahkan ke Jl. Braga No. 3 dan No. 8, Bandung, pada tanggal 12 Desember 1945.

Selama 4 tahun masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari agresi Belanda (Nica), yakni antara tahun 1945-1949, keberadaan dokumen geologi dan sumber daya mineral itu selalu berpindah-pindah tempat dari Bandung ke Tasikmalaya, Solo, Magelang, Yogyakarta. Hal ini dilakukan pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Arie Frederik Lasut untuk menghindari penguasaan oleh pasukan agresi Belanda.

[caption caption="Arie Frederik Lasut, tokoh tambang Indonesia yang mendapat penganugerahan jadi pahlawan nasional II sumber gambar ; http://4.bp.blogspot.com/-QW_7Dh4ydhc/Vbke-BY982I/AAAAAAAACJU/VYle3oeRyg4/s640/.jpg"]

[/caption]

Sebenarnya pada masa itu di internal pegawai Poesat Djawatan Tambang dan Geologi (PDTG) sangat meragukan integritas Arie Frederik Lasut karena dia adalah orang Manado yang dianggap ‘punya kedekatan emosional’ dengan Belanda sehingga diduga pro-Belanda. Disisi lain, pihak Belanda mengetahui bahwa Arie Frederik Lasut adalah orang yang dianggap banyak tahu banyak tentang dokumen penting geologi dan sumberdaya mineral itu. Pada masa sebelum Belanda dikalahkan Jepang, Arie F. Lasut adalah anak didik pemerintah Belanda pada masa pembentukan lembaga Dienst van den MijnbouwArie bekerja di lembaga itu dan disekolahkan sampai menjadi Asisten Geolog.

Itulah salah satu bagian dinamika internal PDTG yang menarik. Arie Frederik Lasut mampu membuktikan dirinya sebagai patriot bangsa dalam menjaga dokumen-dokumen penting geologi dan sumberdaya mineral yang jadi tanggungjawabnya. Dalam masa berpindah-pindah untuk menyelamatkan dokumen itu, dan adalah Arie F. M Lasut sebagai kepala PDTG adalah orang yang jadi incaran pasukan Belanda. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 dia diculik dan dibunuh pasukan Belanda. Dia gugur sebagai pahlawan dan dimakamkan di Desa Pakem, Yogyakarta. Tahun 1969 Arie Frederik Lasut dianugrahi sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Soekarno.

Sejak gugurnya Are Frederik Lasut dan hengkangnya Belanda dari Indonesia tahun 1949 setelah Konferensi Meja Bundar, pemerintah Indonesia tetap menempatkan urusan Tambang sebagai bagian penting di struktur pemerintahan negara. Tahun 1952 Jawatan dan Geologi yang pada saat itu berada di Kementerian Perindustrian, berdasarkan SK Menteri Perekonomian no. 2360a/M Tahun 1952, diubah menjadi Direktorat Pertambangan yang terdiri atas Pusat Jawatan Pertambangan dan Pusat Jawatan Geologi.

Sekembalinya seluruh domumen yang terpencar itu ke Bandung, Museum Geologi mulai mendapat perhatian dari pemerintah RI. Hal ini terbukti pada tahun 1960, Museum Geologi dikunjungi oleh Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno.

Melihat film sejarah tambang di acara Kompasiana ‘Nangkring Tambang untuk Kehidupan ‘ telah  membuka mata lebih lebar adanya peran tambang sebagai domain lain di sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa yang selama ini tidak tampak dan seolah terbenam di perut bumi oleh peran wacana perjuangan agraris. Semoga artikel ini bisa sedikit berperan jadi pembuka catatan-catatan yang lebih besar dikemudian hari tentang satu bagian sejarah perjuangan yang lama terbenam.

Sejarah tambang Indonesia yang terkait erat dengan perjuangan kemerdekaan memiliki dinamika sangat menarik. Akan sangat menarik lagi bila ada pihak produser atau sutradara yang mau mengangkatnya jadi filem layar lebar seperti film-film komersial lainnya yang bersetting sejarah perjuangan bangsa.

Karaterisktik dan romantika di dunia tambang bisa  menjadi 'nilai jual' yang bisa menarik kaum generasi muda. Ini akan jadi film komersial sekaligus memuat sisi edukasi sejarah bangsa. Saya mau kok jadi bintang utama film itu bersama Vonny Cornelia. Heu heu heu...! Eeiitts....ngaca dulu, aaah! Kalo enggak, bisa panas dalam, euy...! Celeguk....

---------

Peb17/10/2016

Sumber Referensi Tambahan 

[caption caption="Dua Kompasianer Luana Yunaneva dan kawannya di acara nangkring Kompasiana Tambang untuk Kehidupan. Inikah 'Bakal Calon' Bintang filem Tambang' ? Heu heu heu...! II sumber gambar ; Luana Yunaneva"]

[/caption]

 

[caption caption="Berbincang bersama Kompasianer Fiksiana Syantrie Aliefya usai acara. II sumber gambar ; Ikhwanul Halim"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun