Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Satu Lagi Bupati Aktif Kita Tertangkap Tangan Menerima Suap

5 September 2016   07:07 Diperbarui: 5 September 2016   10:43 1638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bupati Kabupaten Banyuasin, Yan Anton tertangkap tangan oleh KPK di Banyuasin, Sumatera Selatan, bersama beberapa orang stafnya dan sejumlah orang. Ia diduga menerima suap sejumlah 1 milyar berkaitan alokasi dana pendidikan sebesar Rp 21 miliar. Salah satu anak buahnya yang turut tertangkap adalah Kepala Dinas Pendidikan. Sang Bupati berkata, “Maaf saya khilaf” (sumber berita Tempo dan KOMPAS.com). Dalam waktu tak lama lagi KPK akan memberi keterangan tentang proses status hukum Sang Bupati.

Tertangkapnya kepala daerah aktif ini menambah daftar kepala daerah yang “khilaf” dan kemudian berurusan hukum yang serius dengan KPK. Beberapa waktu yang lalu, sejumlah kepala daerah atau pejabat negara juga diberitakan berurusan dengan KPK. Pertanyaannya, kenapa bisa demikian? Seolah apa yang terjadi di level pejabat negara yang berurusan dengan KPK yang lalu-lalu, apalagi tertangkap tangan, tak memberi efek jera.

Jangan-jangan sudah menjadi bagian petualangan para pejabat negara untuk 'bermain api korupsi'. Kalau tertangkap berarti lagi sial saja. Seakan-akan, dengan bermain api korupsi', akan ada tantangan tersendiri, dan merupakan kenikmatan memainkan adrenalin layaknya di dunia petualangan sejati atau olah raga.

sumber gambar: cdn.klimg.com
sumber gambar: cdn.klimg.com
Rakyat disodori adegan petualangan pemimpinnya, tetapi adrenalin rakyat menggelora bukan untuk nikmat melainkan marah! Kemarahan itu diwujudkan dalam banyak bentuk. Sanksi sosial kepada jajaran pemerintahan terkait korupsi itu adalah yang paling ringan. Namun yang paling berat adalah hilangnya kepercayaan masyarakat pada pelaksanaan pemerintahan itu sendiri.

Kalau sudah demikian, apa yang bisa diharapkan? Tercipta mindset masyarakat bahwa bahwa setiap kepala daerah cenderung korupsi. Atau, bila ada kepala daerah yang jujur dan murni tidak pernah korupsi, akan digoreng lawan politiknya yang telah melakukan korupsi. Ini situasi yang tidak sehat. Bagaimana agar bisa tetap sehat? Salah satunya adalah menuntut calon kepala daerah untuk menjalankan transparansi pemerintahan bila kelak terpilih. Kalau tidak dilakukan, maka siap-siap KPK memantau. Biarkan KPK bekerja sesuai kapasitasnya. Jangan ganggu KPK dengan segala intrik politik, karena saat ini hanya KPK-lah salah satu harapan terbesar bagi masyarakat.

Salam

Sumber berita:
Satu, Dua, Tiga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun