Salah satu akibat dari kegiatan menulis tergolong Serius adalah rasa kepemilikan yang tinggi dari si Penulis pada tulisannya. Menulis adalah sebuah perjuangan diri. Tulisan yang dihasilkannya bukan sekedar 'pelepasan hasrat terpendam', melainkan telah menjadi kebanggaan. Terhadap tulisannya, si Penulis jatuh cinta dan cenderung bersikap Protective-Possesif. Tulisan itu seolah telah menjadi bagian dari diri si Penulis. Tak ada pihak lain yang boleh 'mengganggu' tulisan itu dalam wujud apapun.
Untuk 'melindungi diri sendiri' maka dibentuklah kelembagaan formal yang berlabel 'Hak Cipta'. Inilah puncak perjuangan cinta diri yang beebentuk tulisan. Pada ranah non-formal, si Penulis menjadi peka dan bisa sangat reaktif terhadap 'pengganggu' karya tulisnya, baik itu berupa penyaduran tanpa ijin, jiplak total, atau sebuah kritik. Pada sejumlah Penulis tertentu, sebah Kritik bahkan dianggap serangan terhadap pribadi si Penulis! Heu Heu heu...
Bagaimana di Kompasiana?
Dinamika Kompasiana yang lebih cair cenderung membawa suasana kepenulisan dan si Penulis pada suasana cair pula. Namun itu tak mengurangi kompleksitas di dalamnya.
Setiap orang boleh menulis dan memposting tulisannya, demikian pula setiap orang bisa memberi komentar pada tulisan tersebut. Inilah salah satu kompleksitas yang riil. Kecintaan si Penulis pada karya tulisnya sebagai 'belahan jiwanya' bisa secara tiba-tiba menghasilkan sikap sikap possesif yang militan.
Pertanyaannya sekarang adalah ; Apakah hal itu salah? Apakah tidak boleh? Bukankah itu semua sebuah ekspresi? Bukankah ada Kompasiana sebagai ruang ekspresi? Bukankah informasi yang masuk ke dalam diri harus diolah dan disalurkan, daripada mengendap jadi batu trus membangunkan syaraf gila, kita jadi gila? Emang kalo gila siapa yang tanggung? Iihhh ngeri kali pun! Heu Heu heu..
Artikel ini tidak bermaksud menghakimi, mangajarkan atau memberi penilaian salah-benar tentang cinta diri dalam Karya Tulisan para Kompasianer. Saya percaya semua penulis di Kompasiana adalah orang-orang Serius, yang paham dan bisa membedakan Benar-Salah. Lho, kok tahu? Lha iyalah..penulis juga kan manusia! Kata Bu Guru, manusia itu punya hati nurani. Nah.. hati nurani itu sangat jarang salah. Ia  menyuarakan kebenaran dari dalam diri manusia. Tinggal si Manusia mau mendengarkan atau tidak...
Terus...sekarang apa mau loe?!
Ampun juragan...ini cuma renungan kecil yang ingin saya bagi ke semua pembaca. Mumpung saya sedang pakai celana. Kalau boleh pesan sedikit sih..Menulislah dengan Serius dan berkomentarlah dengan Santai. Beruntunglah kita ada Kompasiana dan hormatilah kerja para Admin-nya dengan penuh ketabahan dan penghiburan. Priiiiiit, Oh ya... Kereta Argo Parahyangan saya sudah datang, euy...pamit doloo...