Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menulis Artikel dan Komentar di Kompasiana Sebagai Kegiatan Serius tapi Santai

9 Agustus 2016   18:17 Diperbarui: 10 Agustus 2016   00:56 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: theatlantic.com

Era Informasi saat ini mengkondisikan warga  banjir informasi. Beragam informasi yang diterima kemudian cenderung jadi subyektifitas warga. Hal ini lumrah mengingat manusi dikaruniai tiga hal, yakni ; pikiran, perasaan dan pilihan cara berbuat sehingga sebab-akibat informasi yang diterima pun tak lepas dari ketiga karunia tersebut.

Banyak informasi masuk ke dalam memori setiap orang bisa membuat sesak pikiran dan perasaan sehingga butuh penyaluran agar didapatkan keseimbangan hidup. Dengan menuangkan kembali informasi yang diterima kedalam bentuk tulisan setidaknya seseorang melakukan pelepsan dan mendapatkan kelegaan rasa-pikiran.

Kita Beruntung Ada Kompasiana

Kita beruntung ada Kompasiana yang menjadi ruang ekspresi bagi warga. Segala hal menyesakkan pikiran dan perasaan yang ditemui dari keseharian bisa dituangkan secara tertulis di Kompasiana. Selain itu ada ruang/kolom komentar sebagai media komunikasi dua arah antara Penulis dan Pembaca. Maka lengkaplah ruang ekspresi tersebut.

Perihal eksistensi dan aktualisasi diri dalam dunia menulis adalah bonus, tergantung tujuan pribadi setiap penulis dan performance nya di ruang ekspresi ini (Kompasiana). Eksistensi dan Aktualisasi merupakan konsekuensi logis pada suatu performance ekspresi yang baik.

Satu hal lagi, keberadaan admin Kompasiana membuat proses ekspresi warga jadi 'lebih terkontrol', sehingga sajian gagasan dan 'unek-uneg warga' tidak melanggar aturan hukum positif yang berlaku, walau tidak mutlak menjamin si Penulis bebas tuntutan hukum pihak lain atas tulisannya di Kompasiana. Setidaknya, di Kompasiana ada filter awal yang tersedia guna 'keselamatan' para penulis. Bandingkan dengan media sosial seperti Twitter dan FB yang 'Bebas Lepas' sehingga seringkali si Pemilik akun atau penulisnya tersangkut masalah hukum.

Menulis sebagai Kegiatan Serius

Hanya orang yang punya gagasan, niat dan usaha khususlah yang bisa menghasilkan tulisan. Dalam kegiatan menulis pikiran harus fokus dan butuh waktu yang cukup. Ada daya cipta dan karsa saling berkolaborasi di benak penulis saat mengolah tema.

Kegiatan menulis apapun merupakan hal yang serius. Walaupun diselingi ragam kegiatan lainnya diluar konteks menulis, hal itu tidak mengurangi makna Serius.

Pengertian serius bukan pada bentuk tulisan yang dihasilkan melainkan pada proses menghasilkan tulisan, yakni. ; Dari sebuah pengamatan atau Informasi menjadi sebuah issue ; Dari issue menjadi sebuah gagasan abstrak ; Dari gagasan abstrak menjadi Tema ; Dari Tema menjadi deretan kalimat. Semua itu berproses di dalam pikiran dan perasaan si Penulis. Dia menjalaninya dengan penuh kegelisahan, sampailah pada gerbang kelegaan ketika penyelesaian tulisan berhasil dilakukan.

Melalui tahapan proses tersebut, sebuah tulisan bergenre humor sekalipun menjadi sebuah kegiatan serius penulisnya.

Ilustrasi: loveisdope.wordpress.com
Ilustrasi: loveisdope.wordpress.com
Akibat dari Serius

Salah satu akibat dari kegiatan menulis tergolong Serius adalah rasa kepemilikan yang tinggi dari si Penulis pada tulisannya. Menulis adalah sebuah perjuangan diri. Tulisan yang dihasilkannya bukan sekedar 'pelepasan hasrat terpendam', melainkan telah menjadi kebanggaan. Terhadap tulisannya, si Penulis jatuh cinta dan cenderung bersikap Protective-Possesif. Tulisan itu seolah telah menjadi bagian dari diri si Penulis. Tak ada pihak lain yang boleh 'mengganggu' tulisan itu dalam wujud apapun.

Untuk 'melindungi diri sendiri' maka dibentuklah kelembagaan formal yang berlabel 'Hak Cipta'. Inilah puncak perjuangan cinta diri yang beebentuk tulisan. Pada ranah non-formal, si Penulis menjadi peka dan bisa sangat reaktif terhadap 'pengganggu' karya tulisnya, baik itu berupa penyaduran tanpa ijin, jiplak total, atau sebuah kritik. Pada sejumlah Penulis tertentu, sebah Kritik bahkan dianggap serangan terhadap pribadi si Penulis! Heu Heu heu...

Bagaimana di Kompasiana?

Dinamika Kompasiana yang lebih cair cenderung membawa suasana kepenulisan dan si Penulis pada suasana cair pula. Namun itu tak mengurangi kompleksitas di dalamnya.

Setiap orang boleh menulis dan memposting tulisannya, demikian pula setiap orang bisa memberi komentar pada tulisan tersebut. Inilah salah satu kompleksitas yang riil. Kecintaan si Penulis pada karya tulisnya sebagai 'belahan jiwanya' bisa secara tiba-tiba menghasilkan sikap sikap possesif yang militan.

Ilustrasi: dreamstime.com
Ilustrasi: dreamstime.com
Persoalan bukan lagi pada Tanggapan atau Kritik pada tema atau konten tulisan, melainkan pada 'harga diri' si Penulis. Misalnya ; Sebuah artikel Anti-Ahok dikemas secara apik, baik pemilihan sudut pandang, diksi, referensi data dan gambar, dan lain-lain. Tulisan itu kemudian dapat banyak tanggapan (Kritik) dari pembaca dan penulis yang Pro-Ahok dan yang Netral. Mereka  pertanyakan 'kebenaran', kesahihan, dasar pemikiran-argumentasi, dll- yang intinya berupa 'konten' tulisan. Apa yang terjadi? Muncullah tulisan tanggapan balik yang diluar dugaan, yakni sebuah 'argumentasi cinta diri' yang larut di dalam artikelnya tersebut. Kasus serupa juga terjadi pada artikel Pro-Ahok ketika dapat tanggapan dari Anti-Ahok dan kaum Netral. Sami mawon.

Pertanyaannya sekarang adalah ; Apakah hal itu salah? Apakah tidak boleh? Bukankah itu semua sebuah ekspresi? Bukankah ada Kompasiana sebagai ruang ekspresi? Bukankah informasi yang masuk ke dalam diri harus diolah dan disalurkan, daripada mengendap jadi batu trus membangunkan syaraf gila, kita jadi gila? Emang kalo gila siapa yang tanggung? Iihhh ngeri kali pun! Heu Heu heu..

Artikel ini tidak bermaksud menghakimi, mangajarkan atau memberi penilaian salah-benar tentang cinta diri dalam Karya Tulisan para Kompasianer. Saya percaya semua penulis di Kompasiana adalah orang-orang Serius, yang paham dan bisa membedakan Benar-Salah. Lho, kok tahu? Lha iyalah..penulis juga kan manusia! Kata Bu Guru, manusia itu punya hati nurani. Nah.. hati nurani itu sangat jarang salah. Ia  menyuarakan kebenaran dari dalam diri manusia. Tinggal si Manusia mau mendengarkan atau tidak...

Terus...sekarang apa mau loe?!

Ampun juragan...ini cuma renungan kecil yang ingin saya bagi ke semua pembaca. Mumpung saya sedang pakai celana. Kalau boleh pesan sedikit sih..Menulislah dengan Serius dan berkomentarlah dengan Santai. Beruntunglah kita ada Kompasiana dan hormatilah kerja para Admin-nya dengan penuh ketabahan dan penghiburan. Priiiiiit, Oh ya... Kereta Argo Parahyangan saya sudah datang, euy...pamit doloo...

-----

Stasiun Gambir, 09/08/2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun