Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Permintaan Maaf Saya Kepada Kompasianer Suyono Apol

14 Juni 2016   14:44 Diperbarui: 14 Juni 2016   15:58 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4. Mungkin Data saya disabotase pihak yang tidak menginginkan saya jadi admin tahun 2222. Jadi admin merupakan batu loncatan menjadi Capres 2224. Untuk mencapai semua itu tahap pertama saya harus Terverifikasi Biru. (point 4 ini atas bisikan penasehat spiritual saya Kompasianer Yon Bayu, lho...)

5. Mungkin saya ketahuan tidak pakai celana saat mengisi form itu. Tentu saja hal ini aib besar bagi yang melihatnya, sementara bagi saya itu hal yang biasa.

Sejumlah kemungkinan lain bisa saja masuk dalam kandidat artikel. Namun dipersingkat 5 buah saja. Kalau sampai 7 saya ndak enak sama HNW. Dikira mau mengajukan 7 calon gubernur DKI Jakarta. 

Saya sudah berusaha untuk mengikuti prosedur yang ada, namun seperti kata pepatah lama "Tak Ada Puding yang Retak" maka saya mohon maaf kepada mas Suyono Apol yang telah memberi perhatian pada saya. Sementara saya ternyata belum mampu memenuhi harapan yang tersirat dan tersurat di artikel itu.

Ada pertanyaan kenapa saya Tidak Mempertanyakannya pada Admin Kompasiana?
Secara yuridis formal artikel saya ini sebagai respon dan pertanggungjawaban terhadap artikel mas Suyono Apol terdahulu.

Pengacara saya dari kantor Law Firm Kenthir SH & Associate menyarankan saya untuk melakukan dua hal.

Pertama, mengajukan Yudicial Review atas inbok Admin Kompasiana, dengan metoda pembuktian terbalik. Mereka akan membuatkan draftnya.

Saran ini saya tolak karena Pertama ; Yudi tidak mau diFacial, dia lebih suka masage plus. Kedua, tidak terbalik saja saya sering pusing-pusing dan mual, apalagi kalau saya harus terbalik? Bisa-bisa saya pingsan selamanya dan tidak bisa menulis lagi di Kompasiana. Bagi saya, cukuplah selama ini celana saya saja yang terbalik namun tetap bisa menulis di Kompasiana dengan riang gembira penuh pesona.

Kedua, pengacara menyarankan saya untuk 'Merajuk' atau 'Mutung' atau melakukan 'Boikot' atau 'Embargo' menulis di Kompasiana. Mereka akan membuatkan draft testimoninya.

Saran itu saya tolak karena kalau 'Merajuk' akan membuat kegantengan saya hilang dan  saya jadi tersipu malu terus menerus. Ini sangat melelahkan. Sementara kalau saya Boikot menulis, lalu saya menulis dimana? Saya sudah kapok disiram air cucian karena menulis di tembok tetangga. Saya pernah terkencing-kencing saat ditangkap Satpol PP karena menulis di tembok fly over, taman, jalanan, baju seragam orang lewat, dan tempat publik lainnya.

Embargo dan Merajuk sangat tidak cocok dengan pribadi kemaluan saya ini. Karena bagi saya ; "Taman yang paling Indah adalah taman Kompasiana. Tempat bermain, berteman banyak. Itulah taman indah taman Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun