Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melihat Fenomena Ahok dalam Hiperealitas Media

22 Maret 2016   05:27 Diperbarui: 20 September 2016   09:22 2245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sketsa Wajah Ahok, sumber gambar ; http://mojok.co

Kemajuan teknologi informasi-media, baik Media Utama dan Media Sosial berpengaruh besar pada berbagai bidang kehidupan, termasuk politik. Didalam arus informasi itu masyarakat terlibat aktif.

Semua kejadian-berita politik serba cepat dan sebarannya (viral) sangat luas! Kondisi itu sangat masif menghujani kehidupan sekaligus menciptakan beragam reaksi masyarakat. Dari situ timbul lagi lalu lintas informasi yang cepat dan padat, simpang-siur, saling-silang dan serba 'meyakinkan' karena di dalam sebarannya ada sejumlah informasi tambahan. Kondisi ini bisa memunculkan pertanyaan, apakah informasi yang diterima masyarakat itu merupakan realitas (kebenaran) sesungguhnya?

Jean Baudrillard, seorang filsuf 'postmodern' terkenal dari Perancis menjelaskan bahwa perkembangan teknologi media menciptakan hiperealitas media dalam masyarakat karena terjadinya perekeyasaan (dalam pengertian distorsi) makna dalam media. Dari teknologi media muncullah simulasi, yakni penciptaan realitas media yang tak mengacu pada realitas di dunia nyata. Apa yang diterima publik adalah realitas kedua yang referensinya adalah 'diri sendiri' yang disebut simulakrum. Di dalamnya realitas yang ada adalah realitas semu, realitas buatan (hyper-reality).

ilustrasi, sumber gambar ; http://4.bp.blogspot.com
ilustrasi, sumber gambar ; http://4.bp.blogspot.com
Ketika simulasi menghasilkan simulasi berikut (simulakrum) yang berdasarkan simulasi itu sendiri maka objektivitas, netralitas, dan kredibilitas informasi yang disajikan oleh media menjadi persoalan tersendiri ditengah arus informasi dalam masyarakat. Pemikiran kritis akan mempertanyakan sejauh mana kebenaran informasi itu sesungguhnya.

Fenomena Ahok

Sosok politis Ahok, suka atau tidak suka telah dihadirkan dan dibesarkan media. Adalah mustahil segala 'kehebatan' Ahok bisa diketahui publik kalau tidak oleh Media.

Lewat reportase media televisi publik melihat 'langsung' segala tingkah polahnya selaku gubernur DKI yang 'hebat'. Mulai dari 'marah-marah', berdebat, 'hasil kerja' dan lain sebagainya.Lewat berita online publik disajikan ulasan dan opini publik tentang 'kehebatan' Ahok. Lewat dialog televisi dan talkshow publik disodorkan 'realitas' pemikirannya,'idealisme', 'cita-cita', rasa kuatirnya sebagai manusia, dan lain sebagainya.

Bersamaan dengan itu, tentu saja dalam vilaritas informasi dan siatuasi demokrasi muncul pula informasi ulasan-pemberitaan-opini 'betapa tidak hebatnya Ahok'.

Personal Branding Ahok

Intensitas pemberitaan Ahok di media bisa dikatakan tinggi. Media seolah paham bahwa publik sangat ingin tahu semakin dalam tentang Sosok Ahok. Padahal yang berperan besar pertama kali mengangkat Ahok ke Publik adalah media itu sendiri.

Bisa dilihat bahwa setelah 'menanam benih informasi' sosok politis Ahok media kemudian memanen hasilnya dari besarnya keingintahuan publik. Sementara di sisi lain juga berkembang informasi di internal publik (media sosial) tentang Ahok. Selanjutnya di perjalanan kedua hal tersebut, yang publik saksikan adalah sebuah Personal Branding Ahok.

Berikut ini adalah  definisi mengenai Personal Branding: 1. Sebuah pencitraan pribadi yang mewakili serangkaian keahlian, suatu ide cemerlang, sebuah sistem kepercayaan, dan persamaan nilai yang dianggap menarik oleh orang lain. 2, Personal Branding adalah segala sesuatu yang ada pada diri anda yang membedakan dan menjual, seperti pesan anda, pembawaan diri dan taktik pemasaran. (Sumber)

Jadi Personal Brand adalah sebuah gambaran mengenai apa yang masyarakat pikirkan tentang seseorang. Hal tersebut mencerminkan nilai-nilai, kepribadian, keahlian dan kualitas yang membuat seseorang berbeda dengan yang lainnya. (sumber ;

Oleh Media, personal Branding Ahok itu awalnya diangkat, kemudian disorot dan diperkuat secara masif.

Harus diakui bahwa Mainstream Media sangat jeli melihat potensi Personal Branding Ahok, untuk 'dijual' sebagai komoditi berita, sekaligus melakukan pembahuran politik dalam masyarakat. Bagaimanapun, Personal Branding Ahok dianggap mampu memberikan pembaharuan. Media melihat bahwa hal tersebut yang membuat Ahok sedemikian ditunggu publik di media. Maka lengkaplah 'Bahan Baku' dan 'Kuasa' Media dalam membentuk Hiperealitas Ahok.

Sebagai sosok politik yang dilahirkan dan dibesarkan media, Ahokmau tidak mau adalah produk Hiperealitas Media. Hiperealitas Ahok itu dipertegas lagi dengan terbentuknya sejumlah kelompok Relawan Ahok dengan beberapa nama kelompoknya seperti Teman Ahok, Batman, dan lain-lain. Sementara publik adalah pencecap sekaligus juga bagian hiperealitas itu sendiri.

Pada konteks publik mencari realitas kebenaran hakiki politik Pilgub DKI2017 sebagai sebuah idealisme DKI2017 maka dibutuhkan sikap kritis semua pihak, baik Pendukung Ahok maupun Bukan Pendukung Ahok, (Pro Ahok dan Kontra Ahok).

Para pendukung Ahok (Ahokers) hendaknya tidak berlebihan mencecap nikmatnya Personal Branding Ahok. Sementara para 'Bukan Pendukung Ahok (Anti Ahokers) juga tak perlu berlebihan 'membenci' Ahok dan pendukungnya. Kedua pihak bukanlah pemegang informasi hakiki. Kedua pihak harus sadar sedang berada di dalam hiperealitas Ahok.

Sikap kedua pihak yang berlebihan akan makin menenggelamkan mereka di dalam hiperealitas, dan hal itu akan menjauhkan diri mereka dari kebenaran informasi yang sesungguhnya. Padahal kebenaran informasi politis sejatinya menjadi modal terbaik untuk membangun DKI Jakarta lebih hebat lagi.

Penutup

Mengutip syair lagu dangdut penyanyi Vety Vera..
"Kamu pilih yang mana?
(Kanan, kanan)
Kamu suka yang mana?
(Kiri, kiri)
Kalau saya punya usul: yang tengah-tengah saja hohoi
Kamu pilih yang mana?
(Atas, atas)
Kamu suka yang mana?
(Bawah, bawah)
Kalau saya punya usul: yang tengah-tengah saja
Bagaimana?
(Bagaimana ya? Oke!!)

Hidup ini jangan serba terlalu yang sedang-sedang saja
Karena semua yang serba
terlalu bikin sakit kepala
-dan seterusnya, dan seterusnya...."
(sumber)

Saat tenggelam dalam Hiperealitas dan memilih Atas atau Bawah ; Kiri atau Kanan, lihatlah diri Anda, apakah sedang pakai celana?

----

Pebrianov 22/03/2016

Sumber bacaan ; Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun