Walau seseorang menjadi penjahat sekalipun, suatu saat di dalam hidupnya sang Suara Nuraninya akan menggema sehingga dia bisa terharu atau menangis oleh kejadian tertentu misalnya saat sakit, kematian atau kehilangan orang terdekat. Bisa pula oleh sentuhan sosok orang lain misalnya orang tua (bapak/ibu), saudara, orang yang dihormatinya, orang yang dicintainya, atau bahkan oleh orang yang paling dibencinya.
Terharu dan menangis adalah petanda nurani dan kasih sayang (verbalistik). Sebuah Petanda bagi kemanusiaan yang bersemayam kokoh di setiap diri manusia.
Didalam membangunkan nurani tersebut ada mekanisme besar yang bekerja namun penuh misteri bagi logika.
Penentangan pada Velentine Day juga adalah hasil komodifikasi berbagai momentum sejarah manusia. Jadi di tengah tumbuh dan berkembangnya rasa kasih sayang (ala Valentine day) sebagai komodifikasi tersendiri dari rasa kemanusiaan, agenda Valentine Day berjalan seolah sendirian. Valentine Day seperti entitas momentum itu sendiri.
Komodifikasi rasa kasih sayang menjadi 'agenda' Valentine Day hanyalah berupa kemasan (casing). Sehingga terciplah kondisi relativitas pada Valentine Day. Pertentangan timbul karena kemasannya, bukan pada esensinya sebagai dasar kemanusiaan milik setiap orang. Jadi ketika relativitas dan kontroversi muncul dan menajdi bagian perjalanan sejarah 'agenda' Valentine day, sejatinya kita jangan terkecoh pada kontroversi cassing. Kita jangan kehilangan esensinya hanya karena maraknya pertentangan (kontroversialitas). Karena esensi itu tempat nurani bersemayam, yang menjadikan kita sebagai manusia dengan kemanusiaan yang utuh.
Salam Kasih Sayang untuk Seluruh Manusia
------
Pebrianov, 14/Peb/2016Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H