Tentara atau polisi sebagai PNS (abdi negara) mengorbankan masa kerjanya di kamp pelatihan, rawan cidera saat berlatif (misalnya saat latihan perang atau menerbangkan pesawat latih), dan bahkan mereka bisa kehilangan nyawanya bila maju ke medan konflik/perang.
Seorang atlet bila juara bisa mendapatkan bonus dari berbagai sponsor yang jumlahnya ratusan juta hingga miliaran. Bagi yang beruntung ada yang mendapatkan rumah "mewah" siap pakai plus dana cash. Kesempatan seperti ini tidak akan pernah didapatkan seorang PNS. Untuk dapat rumah mau tak mau "harus" nyicil (potong gaji). Bila berprestasi pun tak akan dapat bonus.
Seorang dosen/peneliti yang membawa nama negara ke dunia internasional karena hasil temuannya jarang mendapatkan perlakuan seperti atlet dunia. Yang didapatkan si Dosen/Peneliti itu adalah kepuasan batin karena namanya "go internasional", teori atau temuannya jadi rujukan, dia bisa sering diundang seminar dan dapat honor. Gajinya tetap, dan besar pensiunnya pun nantinya disesuaikan dengan golongan dan masa kerja pengabdiannya, bukan pada prestasi dunia yang diraihnya. Jumlah pensiunnya tidak akan lebih dari pejabat negara seperti bupati/gubernur/menteri.
Secara kasat mata, bila merujuk pada risiko kerja, atau jasa mendunianya atlet dan PNS, maka atlet bisa lebih beruntung, yakni bisa dapat bonus rumah, mobil terbaru, asuransi, dan tabungan. Di akhir masa jabatannya, atlet akan mendapatkan pensiun lebih besar dari profesor, gubernur, atau menteri. Sementara sumber dana pensiunnya sama, yakni uang negara.
Semoga artikel ini bisa jadi renungan untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut dari pihak yang berkepentingan.
Salam
Pebrianov10/02/2016
------
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2015 tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan PNS Dan Janda/Duda, oleh Presiden pada tanggal 4 Juni 2015.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 20 14 TENTANG PENETAPAN PENSIUN POKOK PENSIUNAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN JANDA/DUDA