Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Memahami Realitas Diri dalam Berkompasiana

22 Januari 2016   21:49 Diperbarui: 23 Januari 2016   03:57 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis Kompasiana (Kompasianer) yang merayakan dirinya akan tampak dari cara dia menuangkan dan isi tulisan, termasuk tema-tema yang dipilihnya. Begitu juga penulis yang menjadikan Kompasiana sebagai pelarian diri dari himpitan realitas sosial. Saya tidak akan memberikan contoh nyata kedua macam Penulis tersebut. Ini demi etika. Ada rasa tidak enak, apalagi selaku penulis picisan dan pemalu, saya tetap menghargai kedua macam penulis ini.

Untuk mengetahui secara pasti lebih baik setiap penulis Kompasiana bertanya dalam dalam hati ; "Di posisi manakah saya?" Bukan tidak mungkin berada pada keduanya. 

Secara umum setiap orang sering mengalami himpitan realitas yang tiba-tiba hadir di sequen hidupnya. Pada saat itu 'butuh' pelepasan (ejakulasi mental). Di dunia modern ini menyediakan banyak pilihan, misalnya ; Pergi ke tempat hiburan malam-dugem, mengkonsumsi obat-obat terlarang-narkoba, menjadi teroris, dan lain sebagainya. Namun ada pula yang lari ke depan Layar Monitor ; Dia menulis di Kompasiana ! Hai hai hai...!

Sebuah umpama ; Ketika seorang Penulis berulangkali melihat emak-emak matang manggis pagi-pagi selalu memakai daster ke warung dekat rumah ; Hal ini menjadi himpitan realitas bagi si Penulis tersebut. Bisa jadi dia merasa terhimpit oleh relitas itu. Dia kemudian melarikan dirinya dengan cara di Kompasiana, bukan ke post satpam komplek atau ke rumah pak RT. Hak hak hak !

Itu hanyalah 'Sebuah Umpama', bukan 'Contoh'. Catet! Saya konsisten tidak menyertakan Contoh demi etika jurnalistik di Kompasiana. Heuheuheu!

Kembali ke laptop...

Kedua macam penulis 'lepas' ini punya gaya dan jiwa tersendiri yang khas. Ada pembaca yang membaca gayanya - ada yang tidak. 'No problemo' sejauh para pembaca mau menerima karya si Penulis untuk menambah wawasan diri mereka  tanpa 'menyerang' masalah pribadi penulis di ruang publik Kompasiana.

Jangan Tinggalkan Kompasiana Saat Diserang Kritik

Menulis itu butuh mental kuat, selain skill literasi dan naluri yang tajam. Mental lemah bisa ditempa jadi kuat, skill rendah bisa dilatih jadi tinggi.  Kompasiana merupakan tempat yang cocok membentuk semua itu karena kaya wacana, memuat interaksi, dan tentu saja Intrik.

Pilihan keluar dari Kompasiana karena ketakutan tidak akan menghilangkan keinginan atau hasrat untuk membuat Kritik. Suatu hasrat membuat kritik bermula dari sebuah kepedulian. Dan kepedulian berasal dari 'tabiat'.

Ada tipe orang yang sudah dari 'sono'nya punya sifat tak perduli (cuek). Ada pula yang selalu perduli. Kepedulian itu bisa berjalan seiring dengan Passion diri yang  dia kembangkan. Suatu kebetulan yang tepat  saat dia menemukan Kompasiana sebagai ruang yang mumpuni bagi 'Passion'nya untuk terus berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun