Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Takut Mengarang di Kompasiana

2 Desember 2015   19:56 Diperbarui: 4 Desember 2015   03:49 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://cdn-2.tstatic.net/pekanbaru/foto/bank/images/anak_menulis_mengarang_menghayal_cari_ide_20150710_132048.jpg"][/caption]Kegiatan mengarang (membuat tulisan) sudah diperkenalkan sejak dibangku sekolah dasar sampai tingkat lanjutan atas. Semua dasar teori. mengarang diajarkan untuk mempersiapkan siswa kelak di bangku kuliah.

Bagi yang menjalani sekolah dasar era-tahun 1970-80an pelajaran mengarang merupakan bagian dari pelajaran Bahasa Indonesia. Setiap habis liburan, para siswa diminta membuat tulisan tentang pengalaman liburannya. Cukup satu bagian saja dari banyak pengalaman selama liburan. Ini merupakan salah satu teknik penerapan pelajaran mengarang yang sederhana dan sangat mengena karena bahan gagasan berasal dari pengalaman riil setiap siswa.

Tidak semua siswa tertarik terhadap pelajaran mengarang karena berbagai sebab. Dari pengalaman saya, kebanyakan menganggap pelajaran itu tidak perlu, tidak bergengsi, mudah (di-entengk-an), dan membosankan. Kegiatan pelajaran pun tidak disimak sungguh-sungguh, diikuti sekedar memenuhi syarat mata pelajaran. Mengerjakan tugas seadanya. Mereka tidak terlalau perduli walau telah dijelaskan guru bahwa ini sangat penting kelak dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

Apa yang telah diingatkan bapak/ibu guru terbukti benar setelah siswa menempuh perguruan tinggi. Banyak mahasiswa yang 'berlepotan' saat mengungkapkan pikirannya dalam bentuk tulisan. Baik itu pada tugas rutin perkuliahan, ujian semester saat menjawab soal-soal essay, dan menulis skripsi.

[caption caption="https://hanyalewat.com/wp-content/uploads/2013/08/teman-kuliah.jpg"]

[/caption]

Saya sering ngakak terkangkang-kangkang (Uuups!) bila mengoreksi ujian mahasiswa. Bagi saya ada hiburan tersendiri ! Kadang istri atau anak-anak di rumah heran melihat saya senyam-senyum sendiri sambil membaca lembar jawaban mahasiswa. Sering muncul celoteh mereka ; "Iih, tuh liat papa ketawa-ketawa sendiri, lagi kumat, udah kurang se-ons". Heu heu heu...

Paling repot saat membimbing skripsi. Sangat butuh kesabaran dan ketelitian. Untungnya proses bimbingan skripsi face to face setiap mahasiswa bimbingan sehingga bisa disampaikan koreksi secara langsung dan per-kasus.

Proses skripsi diampu dua dosen (Pembimbing 1 dan Pembimbing II) sehingga bisa berbagi tugas. Pembimbing I lebih fokus pada substansi masalah dan metode penelitian, sedangkan pembimbing II fokus ke referensi dan redaksional penulisan gagasan.

Walau didapuk jadi pembimbing I, diam-diam saya juga 'masuk' ke masalah redaksional, heu heu heu...rasanya kok selalu gatel kalo sudah urusan tulis menulis. Masalahnya pada interpretasi, pemaknaan kata-kalimat-paragraf, pesan tulisan, pemilihan diksi, dan lain-lain. Seringkali di tahap bimbingan ini muncul humor-humor segar. Bukankah urat malu, eeh.....humor bermula dari bahasa lisan/ tulisan yang diinterpretasikan dengan makna tertentu?

Padahal saat masih mahasiswa  saya pun 'berlepotan sangat parah' dalam hal menulis. Maklum, saat sekolah menengah dulu sama seperti teman-teman, menganggap pelajaran mengarang itu 'tidak perlu', tidak sip', 'bosan','tidak menarik', dan lain-lain. Malah seringkali bolos, dan nongkrong di kantin di luar pagar sekolah dengan kawan-kawan 'seperjuangan'! Heu heu heu ! Akibatnya baru terasa saat kuliah. Rasain!

[caption caption="http://www.gelombangotak.com/images/berpikir_analisa_dengan_terapi.jpg"]

[/caption]

Menulis di Media Populer

Menulis di dunia akademis sedikit berbeda dengan di media populer seperti Kompasiana. Di sini, pakem-pakem menulis bisa dikesampingkan sedikit. Tata cara menulis lebih 'kendor'. Yang penting ada gagasan untuk ditulis. Tata bahasa tidak dipermasalahkan admin. Bandingkan bila menulis skripsi atau thesis, setiap kata-kalimat diperhatikan dan dikoreksi bila tidak tepat. Belum lagi substansi/konten tulisan.  Bahkan di tingkat doktoral ada tahap 'reading' oleh tim dosen pembimbing untuk disertasi yang sudah ditulis mahasiswa kandidat doktor. Pada tahap ini, proses perbaikan kepenulisan hasil penelitian bisa berulang-ulang dan memakan waktu sampai 1 tahun ! Bisa 'kempor' si Mahasiswa itu kalau tidak sabar.

Namun demikian, walau tidak ketat dengan aturan menulis baku, dan lebih bebas berekspresi, tetap lah tidak bisa lepas dari prinsip dasar menulis agar bisa dipahami pembaca. Uniknya, tetap aja tidak semua orang bisa menulis di media populer, seperti koran, majalah, blog dan lain sebagainya, termasuk blog kroyokan seperti Kompasiana.

Gagasan sudah ada, banyak dan nampak brilian, kalau berceloteh diantara kawan-kawan paling nyaring dan serasa paling hebat. Tapi begitu diminta menuangkannya dalam tulisan, sebulan belum tentu jadi. Kalaupun jadi, bahasa tulisannya belepotan ; sulit dipahami, mirip tulisan anak kecil baru belajar menulis, Heu..heu...heu..

Kegiatan mengarang (menulis artikel) bagi sebagian orang dianggap mudah. Namun sebagian lagi beranggapan sulit. Masing-masing memiliki faktor penyebab dengan berbagai tingkatan berbeda. Tidak akan sama persis satu sama lain karena setiap orang adalah mahluk yang unik. 

Bisa jadi ada dua orang yang sama-sama mampu menulis cepat dengan tema yang sama, tapi belum tentu kedua tulisan sama persis, baik dalam pemilihan diksi, panjang tulisan, ketepatan menganalisa sumber referensi, kemudahan dimengerti pembaca, dan lain sebagainya.

Ada orang yang sudah menjadi tokoh terkenal, berpendidikan tinggi, sering berbicara di berbagai forum, namun mengalami kesulitan saat menulis artikel tentang isu-isu aktual. Kalau pun tulisannya berhasil dibuat, belum tentu menarik untuk dibaca pembaca umum. Bisa jadi rangkaian kalimat yang digunakan tidak tepat,tampak kaku, tidak fokus, berlebihan atau justru sangat kurang dalam beberapa hal. Mengapa bisa demikian?

[caption caption="http://www.anneahira.com/images/menulis-artikel.jpg"]

[/caption]

Banyak faktor penyebabnya. Bisa saja dia terlebih dahulu menganggap dirinya sudah hebat sehingga apa pun yang ditulisnya akan hebat. Dia lupa bahwa setting diri pembaca itu beragam, baik status sosial, pendidikan, kemampuan menyerap kalimat, dan lain sebagainya. Belum lagi kriteria atau ciri-ciri tulisan di media tempat dia memposting tulisan yang memiliki gaya tertentu yang tidak dipahaminya sejak awal. Akibatnya, tulisan yang dihasilkan nampak intelek dan tingkat tinggi namun hanya diminati segelintir orang. Pesan dari isu aktual yang dia angkat menjadi tidak sampai.

Pembelajaran yang Didapat

Mengarang itu bukan kegiatan yang enteng, namun bukan pula sulit. Yang diperlukan adalah keberanian untuk menuangkan gagasan. Jangan takut salah, atau ragu, atau minder. Banyak orang hebat di dunia lisan belum tentu bisa menulis artikel yang bagus dan menarik. 

Menulis di artikel butuh intensitas. Semakin sering menulis akan semakin terlatih, semakin cepat menuangkan ide, tulisan semakin sempurna dibandingkan tulisan terdahulu.

Saya masih sering ngakak kalau membaca tulisan yang dulu saya posting di Kompasiana. Bukan berarti saya menulis 'mengarang-ngarang' atau 'bodoh'. Bukan pula karena sekarang saya staf ahli menteri bergelar Doktor. Wah...! itu bisa dikategorikan 'mengarang-ngarang yang bodoh'. Saya ngakak karena selalu tersadar 'karma', bahwa mengarang....eh, menulis itu tak bisa dianggap kegiatan sepele.

---------

Pebrianov02/12/2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun