[caption caption="sumber gambar ; http://cdn.sindonews.net/dyn/620/content/2015/10/27/42/1056470/7-poin-yang-dibahas-obama-dan-jokowi-di-gedung-putih-SpE.jpg"][/caption]
Jokowi telah melakukan kunjungan penting ke Amerika. Dia bertemu Obama dan membicarakan banyak hal berkaitan kerjasama bilateral Indonesia-Amerika. Masing-masing pihak saling menjaga hubungan yang sebelumnya sudah terjalin.
Salah satu hal penting yang dibicarakan adalah keinginan Indonesia untuk bergabung dengan blok TPP (kesepakatan perdagangan bebas Trans Pacific Partnership). Tentu saja hal ini disambut oleh Amerika karena menyadari bahwa Indonesia merupakan negara yang seksi (punya potensi), yakni dari segi jumlah penduduk yang besar (market), sumberdaya alam, serta potensi politik sebagai negara demokrasi yang besar.
Sementara dari pihak Indonesia dengan masuk ke TPP akan dapat membantu memperluas pangsa pasar luar negeri. Selain itu, kerja sama TPP ini juga dinilai dapat meningkatkan daya saing (sumber : Republika.co.id, 27/10/2015).
Tentang rencana ini ada pro dan kontra. Sebagian pihak di dalam negeri yang kontra menganggap negara kita belum siap. Kita masih tertinggal dalam hal daya saing tenaga kerja, produktivitas industri dan daya saing produk. Dikhawatikan Indonesia hanya akan menjadi pasar empuk bagi para anggota TPP mengingat jumlah penduduk kita yang besar dan masih kuatnya aspek konsumsi masyarakat kita dibandingkan produksi.
Tentang Blok TPP
Blok TPP adalah blok perdagangan bebas Kemitraan Trans-Pasifik yang digagas AS. Anggotanya ada 12 yakni AS, Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Cile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam. Total anggota TPP merupakan negara penggerak 40 persen ekonomi dunia.
Membedah Implikasi TPP
Dalam blok TPP itu selain kesepakatan ada pula aturan-aturan yang harus dijalani anggotanya. Berikut beberapa aturan tersebut dan implikasinya terhadap negara kita bisa masuk TPP.
1. Anggota TPP harus menghapus segala fasilitas untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tidak boleh ada penyertaan modal pemerintah dan monopoli pemerintah untuk sejumlah sektor. Padahal beberapa sektor usaha vital dalam negeri masih ditangani negara. Misalnya terminal penumpang darat, bandara dan navigasi penerbangan, listrik, pemasaran minyak dan gas hingga instalasi penyimpanan. Saat ini pada sektor-sektor tersebut pihak asing dan swasta tidak boleh terlibat selaku pelaku usaha.
Bila kran sektor usaha tersebut dibuka kepada swasta dan asing untuk ikut jadi pemain utama, maka akan menimbulkan kesan seolah sebagian 'kepengelolaan 'negara kita dikuasai oleh pihak asing. Masih syukur bila swasta nasional yang pegang kendali, masih ada tersisa unsur nasionalismenya. Tapi ini pun akan rentan munculnya praktek Kolusi pengusaha-pejabat elit.