[caption caption=" Zon |sumber gambar ; http://img2.bisnis.com/jatim/posts/2014/11/28/76439/fadli-zon-antara.jpg"][/caption]
Saat Jokowi melakukan kunjungan ke Amerika, beliau menyampaikan keinginannya kepada Obama untuk membawa Indonesia bergabung ke Trans-Pacific Partnership (TPP).
Rencana Jokowi tersebut mendapat reaksi keras dari Fadli Zon, sang Wakil Ketua DPR-RI. Dia mengatakan hal itu merupakan " Rencana ngawur". Fadli mengatakan, jika ekspor Indonesia kuat, wajar jika pemerintah menjalin kerja sama dengan TPP. Akan tetapi, saat ini ekspor Indonesia masih belum cukup kuat. Ia khawatir, Indonesia justru menjadi sasaran ekspor negara lain. "Untuk hadapi ASEAN saja masih harus bekerja keras, masa ini pakai TPP, (sumber ; Kompas.com, Rabu 28/10/2015).
Kritik keras Fadli Zon ini bisa mengherankan banyak pihak mengingat dia adalah pejabat tinggi negara. Dia adalah Wakil Ketua DPR-RI ! Apakah dia sudah mempelajari secara detail roadmap pemerintahan Jokowi untuk masuk TPP? Kalau sudah, tentu dia harus membeberkannya ke publik lewat pers sebelum membuat pernyataan. Kalau perlu dengan kritik setiap item disertai parameter valid, data dan prediksi hasil secara statistik. Cara ini akan lebih elegan di mata publik.
Siapa yang Ngawur ?
Soal siapa yang 'ngawur' perlu dipertanyakan. Apakah Fadli Zon atau Presiden Jokowi ?
Presiden Jokowi bekerja dengan para menteri dan tim ahli teknis secara masif dan intens di segala bidang terkait. Tentu saja apa yang disampaikan Jokowi pada Obama itu bukan sesuatu yang spontan dan tanpa pikir panjang. Sebelumnya tentu ada kajian, perencanaan, dan desain yang telah dibuat. Serta ada langkah-langkah strategis untuk mendorong kemajuan sehingga bisa berjalan seiring dengan masuknya Indonesia di TPP kelak.
Perlu dicatat bahwa pertemuan dua Pempimpin negara secara empat mata merupakan pertemuan 'seremonial dan simbolis' yang bermakna politis (publik). Bukan seperti pertemuan 'mendadak' seseorang yang tanpa jadwal dan planning misalnya si Pebrianov nyelonong datang di hajatan kampanye politik Donald Trump yang hiruk pikuk.
Pertemuan itu tentu Ngawur karena hanya didasarkan rasa kagum Pebrianov pada Donald Trump sebagai tokoh terkenal kontroversial di Amerika. Apalagi di sana Pebrianov dengan wajah sumringah berselfie ria bersama si Tokoh dan bahkan dengan perempuan bule. Karena karena sebelumnya tanpa perencanaan dan kajian tim ahli dan pendampingan tentu saja si Pebrianov itu Ngawur, bukan?
Berbeda dengan Jokowi selaku pemimpin negara yang punya tim kerja, misi, visi, agenda, planning dan seterusnya, ketika bertemu empat mata maka sebelumnya segala hal sudah dipersiapkan dan dipikirkan oleh tim teknis tersebut secara matang untuk membuat pernyataan politis berkaitan hal-hal kerjasama kedua negara.
Hal inilah yang tampaknya tidak disadari oleh Fadli Zon. Bisa jadi dia sebenarnyar sadar namun tidak mau sadar. Sehingga dengan cara ngawur mengeluarkan pernyataan Ngawur secara spontan. Apakah Pernyataan Ngawur itu terlebih dahulu didasarkan perencanaan dan kajian tim teknis Fadli Zon? Kalau dia mengaku-ngaku 'iya, sudah' maka untuk membuktikan hasil pengakuan itu perlu dilakukan 'Gelar Perkara' (pinjam istilah-gaya-cara beken Surya Paloh untuk membuktikan dirinya tidak terlibat di kasus korupsi gatot Pujo Nugroho dan Patrice Capella)
Jadi begini ; Masing-masing pihak yakni Jokowi berikut tim ahli atau para pembantunya disatu sisi, dan Fadli Zon beserta tim ahlinyanya di sisi lain untuk melakukan gelar perkara yang diselenggarakan pihak ketiga yang netral.
Jokowi akan membuktikan pernyataannya pada Obama soal TPP adalah sudah lewat perencanaan matang. Sementara Fadli Zon akan membuktikan dirinya tidak ngawur membuat pernyataan 'Ngawur' terhadap Jokowi.
Pembelajaran yang Didapat
Dengan gelar perkara ini, akan bisa diungkapkan siapa sebenarnya yang Ngawur. Publik akan nendapat pencerahan dari peristiwa ini. Tidak menduga-duga alias curiga adanya perseteruan politis' yang tidak sehat antara Fadli Zon dengan Jokowi.
Menjadi pejabat publik harusnya bisa mengendalikan emosi dan kata-kata berkaitan dengan kebijakan publik. Setiap pernyataan selalu menjadi 'headline' di mata publik. Untuk membuat pernyataan sejatinya tidak bombastis tanpa parameter dan penjelasan detail. Akan lebih baik dilengkapi data dan fakta terukur. Bukan sekedar anggapan saja.
Sebuah keputusan atau kebijakan publik oleh seorang pemimpin boleh saja tidak mencapai hasil optimal yang disebabkan berbagai hal. Bisa karena bencana alam, dan sebagainya atau adanya penyimpangan di tingakatan teknis. Kesemuanya itu dapat di lihat dan dievaluasi dari roadmap (perencanaan) yang telah dibuat. Dari kaitan perencanaan dengan hasil inilah dapt dinilai sebuah keputusan publik.
Kalau pernyataan pemimpin itu hanya didasarkan asumsi saja, maka itu tak lebih pernyataan Ngawur yang bisa jadi bumerang bagi dirinya sendiri.
Sekian
Sumber bacaan ; Satu, Dua, Tiga.
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H