Kembali ke pesan si Teman yang hidupnya lurus dan serius. Saya terdiam, tertunduk malu sambil memainkan ujung rambut. Tapi tak sampai sembunyi di bawah kolong meja. Bukan apa. Kata bu guru ; tak etis bila orang sedang bicara dengan kita malah pergi atau sembunyi di bawah meja. Harus tatap matanya, simak dan berikan senyum terindah. Walau itu mungkin menyakitkan hati sekalipun. Tak boleh marah. Harus bisa menjaga emosi. Bersikap punya bekal sikap munafik ternyata diperlukan untuk menjaga pertemanan. Stabilitas sosial. Dan menciptakan kedamaian. Ah, beruntunglah pernah sekolah, pernah dengar wejangan bu guru.
Mendengar kritik dari teman adalah sajian perpektif tentang diri sendiri oleh orang lain. "Segera ambil hikmahnya". Itu cara terbijak menghadapi semua situasi, baik maupun buruk. Sebuah kritik adalah sah-sah saja dunia persilatan intelektual kontemporer. Sebentuk sharing - yang sejatinya jauh dari dokrin, apalagi dogma.
Segala perpektif telah disampaikan. Intinya bahwa jangan lagi 'main-main' dalam menulis. Harus serius ! Menulislah secara serius, baik isi, redaksional dan lain sebagainya. Harus punya misi, visi dan strategi. Enyahkan Naluri.
Saya pikir, itu adalah masukan positif. Toh, saya sendiri yang pertama akan menikmati hasilnya. Saya akan dinilai sebagai orang serius, berintegritas, menjadi contoh, pemberi manfaat bagi pembaca, masyarakat, negara dan kalau boleh sampai agama. Oh, jadi ingat masa jadi Pramuka !
Tak bisa tidak ! Harus revolusi diri. Gaya menulis pun harus berubah. Jangan tunda, harus dimulai segera.
Dan untuk melaksanakan semua itu maka langkah pertama yang akan saya lakukan nanti sebelum menulis di Kompasiana adalah Selalu melihat kembali dan perpatokan pada Judul Tulisan Ini.
Salam serius di Kompasiana
Tertanda,
Pebrianov
(mantan perubah gaya tulisan)
---------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H