Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Mulai Besok, Saya Akan Ubah Gaya Tulisan

5 Oktober 2015   09:57 Diperbarui: 5 Oktober 2015   11:17 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="sumber gambar ; https://akarsejarah.files.wordpress.com/2014/12/artikel.jpg"][/caption]

Hari ini saya telah membaca beberapa tulisan rekan Kompasianer. Mereka membahas tentang 'tulisan' berkompasiana.

Cukup unik dan menyentil. Suatu sajian Introspektif yang penuh inpiratif. Dari situ, saya kemudian melihat kembali rekam jejak tulisan saya yang jumlahnya 540an artikel. Oh, ternyata kali ini ada sesuatu yang saya temukan di sana.

Saya perhatikan tulisan itu kebanyakan terlalu sederhana dan apa adanya. Tidak dikemas dengan apik. Mungkin selama ini saya berpegang pada 'menulis ya..menulis saja'. Yang terjadi adalah menulis hanya dengan naluri, tanpa misi dan strategi.

Kata teman dari dunia nyata saya, saat ini hidup dengan Naluri saja tidak cukup untuk eksis. Paling hanya untuk survive. Itu pun kalau beruntung. Hal itu analog dengan binatang yang hidupnya mengandalkan 'insting'. Jadi bila Naluri tak ditambahkan Misi dan Strategi dalam satu konsep integral dan komprehensif bukanlah cermin kehidupan manusia modern. Aduh ! Maaf, bahasanya rumit dan serius.

Seperti permainan sepak bola. Bekal Naluri saja tidak cukup. Bakat alam saja tak akan memadai dalam perhelatan laga modern. Setiap tim dan pemain harus punya strategi, misi dan visi bermain agar bisa bermain indah dan menang. Menang dengan skor besar lewat suatu strategi jitu, tanpa mengeluarkan energi yang besar. Mirip semboyan "Less is More" oleh Ludwig Mies van der Rohe, arsitek besar awal abad modern yang mengedepankan rasionalitas dalam berkarya.

[caption caption="sumber gambar ; https://www.maxmanroe.com/wp-content/uploads/2013/01/Tips-Cara-Menulis-Artikel-Yang-Baik.jpg"]

[/caption]

Begitu juga menulis. Seperti kata teman yang hidupnya serius di dunia nyata. Harus berupa karya besar, bermutu tinggi. Dia katakan tulisan saya di Kompasiana tak bermutu. Terlalu banyak 'main-mainnya'. Hanya menjadi penuangan kepuasan diri sendiri. Terlalu menggampangkan masalah. Banyak 'ha.ha..ha.hi..hi..' yang tak perlu. Tak memberi kontribusi pada pemikiran baru bagi pembangunan pembaca, masyarakat, negara, dan kemanusiaan.

Mungkin ada benarnya. Saya jadi ingat salah satu komen seorang Kompasianer serius di sebuah tulisan saya terdahulu. Dikatakannya tulisan saya tak lebih seperti koran seharga seribu perak. Murahan.

Ah, mungkin tulisan saya jadi salah satu pemberi kontribusi menurunnya mutu Kompasiana dan anjloknya peringkat di Alexa. Oh, tentu saja karenanya saya berdosa. Gara-gara 'ego narsis' menulis yang tanpa saya selama ini, Kompasiana menanggung akibat !

Kasihan, bisa-bisa Kompasiana gulung tikar. Para admin di PHK, anak istrinya menderita. Kang Pepih balik ke Kompas cetak dengan wajah tertunduk malu. Waduh ! Bisa-bisa seluruh jajaran admin Kompasiana melakukan Harakiri masal ! Uhuuiii ! Eehh...huss !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun