Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Kompasiana Kulawan Kata-kata Bu Guru

25 Agustus 2015   14:06 Diperbarui: 25 Agustus 2015   14:06 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://kentangbunder.com/kentang/wp-content/uploads/2013/11/mother-angry-1-bbc-couk.jpg"][/caption]

Aku benci Kompasiana. Dia hancurkan dogma lama yang kuterima dari ibu guru. Dulu, waktu ingusku masih menempel dan mengering di pipi. Dan lendir putih kental suka turun naik di batas cuping hidung, aku sudah bisa menabung.

Aku ingat kata bu guru.

"Menabunglah untuk masa depanmu".

"Berprestasilah semasa kau bisa, dan pertahankan prestasi itu."

Itu semua kuingat, dogmanya menempel. Seperti ingus kering di pipiku.

Tapi semua itu kini hancur sudah.

Kemarin aku menulis bagus, tentang politik negeri ini. Aku tahu, manusia-manusia ini haus sensasi nusantara, dan gemericik kilau tahta raja. Kuraup riba dari mereka. Sejumlah vote dan komen. Riba ku jadi beribu-ribu. Rencananya riba itu untuk ongkos aku membuat tangga ke surga. Atau kususun ke langit untuk kemegahanku.

Ahaa ! Bukankah dengan riba itu aku telah menabung dan berprestasi?

Kurasa, pasti ibu guruku akan tersenyum puas. Bangga dia padaku. Tak lagi dia ingat ingusku mengering di pipi, yang sering membuatnya naik pitam.

Tapi maaf, ibu...

Sekarang aku di sini. Di Kompasiana. Tempat ini seperti Komplek Lokalisasi mewah.

Setelah tunjukkan  kartu pass, kulewati gerbang. Aku pun jadi terpana. Begitu banyak bilik pesona ditawarkan. Dipojok bangku. Dilantai. Didinding. Dilangit-langit.

Banyak yang datang padaku menawarkan janji nikmat. Dan, tak kusia-siakan !

Harusnya aku tetap di papan prestasi. Melayani orang-orang haus sensasi negeri. Sembari kuraup riba untuk bermegah diri.

Tapi semua itu tak kulakukan

Aku melarut dalam godaan. Selagi aku jadi tuhan kata-kata, aku pun bersekutu dengan iblis diksi.

Tak kuperdulikan riba kemarin. Aku terjun bebas di kenikmatan diri. Kutulis semua hati. Semau diri. Walau kutahu tak akan berpanen riba. Tapi aku puas, bu guru ! Aku puaaas !

Aku kini menulis birahiku. Bukan untuk orang-orang haus sensasi itu, tapi untuk diriku. Walau kutahu, sebagian dari mereka meleleh dan berkedut-kedut olehku.

Tapi, bu guru...
Aku lupakan dogma mu. Tak sedikitpun kulihat numerik riba. Aku tak perduli prestasi. Kubiarkan riba ku berceceran. Atau lenyap entah kemana.
Biarlah. Karena tempat ini memang surgawi bagi hasrat liarku yang kemarin kutemukan tertindih  lama di balik dogma mu.

Maafkan aku, bu guru....

----------

Kantin sekolah GB 25/8/21015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun