Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menulis, Melawan Gila dan Mencipta Peradaban

24 Agustus 2015   16:55 Diperbarui: 25 Agustus 2015   00:35 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="http://cdn-2.tstatic.net/kupang/foto/bank/images/marah.jpg"][/caption]

Untuk menjadi seseorang yang kreatif, Anda harus memiliki kemampuan untuk berpikir di luar 'kotak.' Dan ketika Anda meninggalkan 'kotak' di pagi hari, Anda mungkin tidak dapat kembali ke dalam 'kotak' di malam hari,”(Stefánsson dari deCODE Genetics di Islandia-sumber pikiran rakyat.com)

Sudah banyak motivator mengajak orang menyukai dunia tulis-menulis. Saking semangatnya mengajak mencintai dunia tulis-menulis sebagian motivator itu rela berubah diri menjadi provokator ! Tentu saja dalam arti positif, ingin menjadikan semua orang tergugah menulis.

Menulis dikategorikan kegiatan kreatif. Pelakunya di sebut Penulis, yang merupakan orang-orang kreatif. Mereka menggunakan olah rasa, olah pikir dan olah karsa untuk menghasilkan sebuah tulisan yang bisa dinikmati pembaca.

[caption caption="https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/555dcd5e0423bdfc4a8b4568.jpeg"]

[/caption]

Sejarah telah mencatat, bahwa bangsa yang lebih kuat budaya tulisan menjadi lebih maju dibandingkan bangsa berbudaya lisan. Ini bukan berarti budaya lisan itu tidak baik. Sama sekali bukan.

Budaya tulisan mampu memberikan peninggalan berharga kepada generasi-generasi sesudahnya secara runtut. Dari peninggalan itulah setiap generasi belajar dari masa lalu untuk membangun peradabannya kini dan masa depan. Hal ini berlaku juga di dunia kepenulisan di Kompasiana !

Di Kompasiana, setiap orang dibangunkan oleh ragam tulisan. Sebaliknya ragam tulisan itu dibangun oleh para penulis untuk menjauhkan mereka dari kematian pikiran. Kompasiana dengan moto 'sharing and connecting' telah menjadi bagian dari upaya membangun pikiran, membentuk kemanusiaan dan peradaban itu sendiri.

[caption caption="http://www.bimbingan.org/wp-content/uploads/2013/08/Contoh-Karya-Kesastraan-Lama-Indonesia.jpg"]

[/caption]

Peninggalan budaya tulisan bersifat 'kekal'. Bisa dilihat kembali kapan pun. Selain itu tidak mengalami distorsi. Sumber asli tetap terjaga. Sementara turunanya adalah pengembangan dan refleksi.

Budaya tulisan memberi bukti fisik berupa teks-teks di media ; batu, dinding, kulit, kain, kertas, file digital, audio-visual yang bisa dijadikan pegangan pembelajaran setiap orang melintasi generasi. Ilmu pengetahuan pun berkembang didasarkan budaya tulisan. Budaya tulisan menjadi ibu kandung ilmu pengetahuan. Olehnya, peradaban pun jadi maju seiring peningkatan kualitas hidup manusia dan kemanusiaan.

Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini dunia menulis justru terancam oleh temuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dunia menulis yang telah melahirkan ilmu pengetahuan kini diancam oleh anakny sendiri.

Ditengah seruan motivator dan teriakan provokator agar orang mau menulis, justru menulis menjadi ancaman bagi kesehatan manusia !

[caption caption="http://4.bp.blogspot.com/-RPO1y4cd9Dg/T9LFpCVn82I/AAAAAAAACg0/tRfgy6xo2Y8/s1600/orang%2Bjenius%2Batau%2Borang%2Bgila2.jpg"]

[/caption]

Bagaimana hal itu bisa terjadi ?

Hasil penelitian para ahli mengatakan bahwa orang+orang kreatif (seniman, penulis) sangat rentan mengalami deprse- gangguan kejiwaan. Penulis William Styron, Sylvia Plath, dan JK Rowling adalah sederet penulis dengan karya yang cukup "terpatri". Tapi, di balik cerita menarik yang ditulis, ternyata mereka juga mengalami depresi serius. 

Beberapa hal penting penyebab penulis mengalami gangguan jiwa ;

1. Beberapa penulis lebih sering menulis kisah tentang penderitaan.

2. Penulis suka menenggelamkan diri dalam penderitaan-penderitaan tersebut.

3. Penulis seringkali mengisolasi diri dan tenggelam dalam tulisannya. Tidak berinteraksi dengan dunia luar.

4. Penulis mempunyai emosi seperti roller coaster, naik cepat, turunnya pun cepat. Kondisinya tidak stabil. Selalu berdasarkan mood.

5. Penulis seringkali menempatkan dirinya sebagai 'srigala tunggal' artinya dia membiarkan diri berada dalam kesendirian di waktu lama, tanpa adanya interaksi dengan orang lain demi mendapat ketenangan. 

6. Sebagian penulis menganggap tulisannya tidak bagus atau mengamali penolakan sehingga menjadi kecewa dan ini membuatnya depresi.

7. Keberhasilan penulis tergantung bagaimana orang lain berpikir tentang dia. II jadi bahan pemikiran serius bagi penulis, sehingga dia merasa tertekan dalam menjalani hidup kepenulisannya.

8. Kebanyakan penulis lebih senang menuangkan pikirannya dalam tulisan saat malam hari. Kebiasaan ini yang membuat kehidupannya jadi tak sehat ; dapat merusak jadwal tidur- yang juga meningkatkan kemungkinan depresi.

------

[caption caption="http://rmi-nu.or.id/wp-content/uploads/2012/02/Paradoks.jpg"]

[/caption]
Mengetahui bahwa dunia kepenulisan (dan si Penulis) sangat rentan mengalami gangguan jiwa, tentu saja hal ini menjadi Paradok Dunia Menulis. Di satu sisi dengan menulis kita melawan lupa, dan membangun peradaban. Namun. Di sisi lain penulis dihantui 'akan mengalami gila'.

Pada penulis yang aktif dan total mencurahkan hidupnya untuk menulis, hal ini seolah menempatkan dirinya pada gelanggang pertarungan yang berat. Di satu sudut yang dihadapinya adalah pekerjaan membangun peradaban, di sudut lain dia harus melawan dirinya agar tidak menjadi gila.

Bagaimana Nasib Penulis di Kompasiana ?

Beruntunglah di Kompasiana, menulis dilakukan di sela-sela kegiatan pokok. Namun bisa jadi, ada sebagian Kompasianer yang bersembunyi dibalik akunnya adalah para penulis total.

[caption caption="http://www.zideacamp.com/wp-content/uploads/content-writer.png"]

[/caption]

Penulis yang menempatkan Kompasiana sebagai selingan bukan tak mungkin mengalami kegilaan bila tak cerdas memanage dirinya di dalam ruang dan waktu. Misalnya, karena menganggap Kompasiana kegiatan yang menyenangkan kemudian lupa diri. Usai bekerja berat di kantor (kegiatan utama), waktu yang tersisa dihabiskan di Kompasiana sehingga lupa berinteraksi dengan dunia luar.

Si Kompasianer menjadi jarang menyapa tetangga, tak perduli ada tetangga baru yang cantik-seksi dan kaya, lebih memilih menulis Kompasiana daripada jalan-jalan ke mall, kafe atau diskotik. Tidak mau datang ke rumah mertua, jarang mandi dan gosok gigi, malas ikut Kompasianival atau nangkring Kompasiana, dan banyak lagi. Menulis menjadikannya mengurung diri dan tak lagi berinteraksi dengan dunia luar. Akibatnya, walau 'cuma' di Kompasiana tapi pencapaian gila bisa sama dengan penulis profesional.

Untuk mengatasi hal itu ada tips yang bisa dilakukan yakni ; Menulislah di tempat terbuka, di keramaian dan di manapun selain di dalam kamar atau ruang kerja. Misalnya post siskamling, di mall, parkiran, warung kopi, kolam renang, tempat fitnes, tempat pijet dan spa, dan lain-lain sesuai keseharian anda sembari berbicara dengan kolega. Dengan demikian kita tidak kehilangan waktu untuk berinteraksi dengan dunia luar dan sesama.

[caption caption="http://daengbattala.com/wp-content/uploads/2013/11/1073220_10151787036898871_1504358019_o.jpg"]

[/caption]

Pakailah alat atau media yang simpel, berukuran kecil seperti BB atau HP Android, yang mudah dibawa. Kalau laptop masih cenderung ribet dan tampak 'formal'.

Walau ada ancaman 'menjadi gila', jangan takut untuk tetap menulis. Kalau pun kita harus bertarung dengan resiko, itu hanya masalah managemen diri. Akan lebih mantap lagi bila mampu memenangkan peradaban, sekaligus mengalahkan bahaya gila.

Menarik apa yang dikatakan Arswendo Atmowiloto untuk direnungkan;
"Ada yang mengatakan saya ini gila menulis. Ini mendekati benar, karena kalau tidak menulis saya pastilah gila, dan karena gila makanya saya menulis. "

Selamat menulis dan memenangkan peradaban.

Sekian

----------
Pebrianov 24/08/2015

Sumber referensi ; Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun