Kalau begitu apakah orang akan senang bila disebut Mental Roti? Padahal adonan roti yang padat dan kenyal itu harus dibanting-banting dan diputer-puter biar merata. Belum lagi ada campuran 'keringat' si pembuat yang tak sengaja masuk ke adonan. Heu heu heu...
Persoalan dibanting, diputer atau diinjak hanyala persoalan pembuatan yang masih konvensional (jaman dulu). Sekarang untuk membuat tempe sudah pakai mesin, begitu juga roti.
Persoalan siapa yang makan tempe atau roti tak lagi terbata status sosial. Presiden saja suka makan tempe. Tanya saja Jokowi, SBY, Soeharto atau Soekarno. Mereka bukan cuma makan tempe tapi juga suka main Gaple di masa muda dulu.
Benda-benda yang memiliki fungsi dan makna positif bagi kehidupan sejatinya juga mampu memberi inspirasi bagi siapa pun di ranah pergaulan. Tempe itu positif, Gaple juga positif. Tak ada alasan untuk jadi marah karena dikatakan Mental Gaple atau mental tempe. Indonesia sudah merdeka 70 tahun, sudah maju. Tak perlu sensi untuk hal-hal yang sepele. Kalau marah-marah terus nanti kapan bisa sempat terbang ke bulan?
Apakah anda yang membaca artikel ini akan marah kalau saya katakan Mental Kompasiana !
Silahkan berikan tanggapan anda. Masing-masing bagi 5 penjawab pertama, "ya saya marah...." akan saya hadiahi Vote di artikelnya. Bagi penjawab "tidak marah" akan saya hadiahi mobil Avanza seri terbaru yang akan saya kirim via inbox Kompasiana.
Silahkan menjawab......
-----
Selamat pagi salam sejahtera untuk saya selamanya.
Â
Â