Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Tak Kusangka Kompasianer Ninoy Seperti itu

9 Agustus 2015   22:57 Diperbarui: 9 Agustus 2015   22:57 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar ; http://www.jakartanewslink.com/wp-content/uploads/2014/12/13949414901706224598-200x120.jpg"][/caption]

Mohon pembaca Kompasiana bisa jaga rahasia ini. Aku tak enak hati kalau sampai Ninoy Karundeng tahu. Nanti dia marah-marah. Jadi cukup hal ini antara aku dan pembaca saja.

Dulu waktu acara Kompasianival2014 aku cari-cari dia. Ternyata duduknya di depan. Itu disampaikan oleh Kompasianer Achmad Suwefi, saat kami gosiip soal sepakbola. Kemudian diperkuat oleh Fitri Manalu, Kompasianer dari Sumatera yang duduk di depanku.

Ninoy datang sendiri di acara itu. Sebagai wakil presiden penyair Indonesia, dia tidak datang bersama Presiden. Jadi kupikir pasti saat itu dia sedang ditugaskan mewakili Presiden yang berhalangan hadir. Biarlah, itu urusan dia. Salah sendiri kenapa mau jadi wakil presiden?

Saat itu Ninoy pakai kacamata hitam padahal acara dalam ruang aula indoor.

Aku ragu menyapa karena awalnya kukira tukang pijit keliling yang disediakan panitia untuk para Kompasianer. Sempat sekali sekali seperti Spiderman karena kaca matanya mirip si Hero sang Manusia Laba-Laba. Tapi begitu lihat pinggang ke bawah, buyarlah semua itu karena Ninoy pakai sarung. Mungkin habis sunat-belum kering dan keburu ikut Kompasianival.

Ninoy Karundeng adalah kawanku. Rajin dan senang menulis secara cadas soal politik. Hampir setiap tulisan politiknya aku baca. Buat nambah wawasan. Aku suka imaginasinya serta keliaran dan keberanian melakukan penetrasi di celah sempit dan lembab politik.

Tentu aku tak bisa seperti Ninoy. Makanya aku omongkan ini.

Tulisannya lebih banyak soal politik. Banyak pembaca jadi gemes dan geram membaca artikelnya. Tapi bagai panser Jerman, dia maju terus dengan hati gembira ria senang sentosa ria suka-cita pesta-pora suka-suka menari menyanyi bahagia senantiasa selamanya.

Dulu hampir tak pernah dia menulis soal humaniora, yang menandakaan dia seorang wakil presiden penyair. Di artikel politik, kata-katanya terlalu lugas, tak bermethapora puitis layaknya Bang Dosmand si Puisi Wan. Tak seperti Adhieyasa si Prosa Man. Tak seperti Pakde Kartono si Genit Man. Tak juga seperti Pebrianov si Lebay Boy yang Tengil.

Kelugasan Ninoy mirip Mike Reyssent yang suka berapi-api. Mungkin karena milik Ninoy panjang sementara Mike suka yang panjang. Makanya mereka satu Genus, yakni Panjang nan lugas. Jadi Klop lah, tak terbantahkan.

Tapi belakangan ini Ninoy sudah berubah. Dia mungkin sudah tobat. Artikelnya tak melulu soal politik. Dia menulis humaniora ; tentang tuhan. Juga tentang 'Inilah 10 Kompasianer Hebat di Kompasiana'.

Tadinya kupikir Ninoy seperti mesin yang kaku dan dingin. Bisa jadi panas ketika bicara politik. Tapi kemudian tak kusangka-tak kunyana-tak kuduga dan tak kukira dia nulis soal 10 tabiat Kompasianer. Sebuah tema ecek-ecek yang sering ditulis kompasianer seperti saya yang terbatas daya pikir politis.

Tentu saja saya suka. Ninoy menjadi Humanis, bukan mesin politik yang kaku dan panjang. Humanisnya Ninoy ini sebagai petanda bahwa dia tak bisa lari dari kutukannya sebagai wakil presiden penyair Indonesia. Sebuah jabatan langka dan prestise.

Saya berharap Ninoy di hari kedepan bisa menghasilkan tulisan puitis, meliuk-Iiuk penuh pesona. Bahkan kalau bisa, membuat perempuan mengalami lubrikasi rasa yang tak berkesudahan.

Begitulah Ninoy Karundeng kawanku. Aku tunggu artikelnya tentang ranah 'sehari-hari'. Tak melulu Politik.

Kata kitab ilmu gaib yang jadi buku peganganku, kalau melulu serius bicara politik maka manusia sering lupa apakah orang di sekeliling sudah mandi atau makan. Istri sendiri pengen ngajak ML (Makan Lontong) pun dipolitisir. Lalu loby untuk 'bargain position'. Padahal nikmatnya bukan cuma didapatkan sang istri melainkan dirinya juga dapat nikmat tak terbilang.

Kenapa orang politik bisa demikian? Pikirkan sendiri ! Kan sudah besar !

Demikianlah si Ninoy Karundeng kawanku.

Sebelum ditutup aku ingatkan lagi, mohon hal ini jangan kasi tahu si Ninoy . Biarpun aku pemalu, tapi diam-diam suka memperhatikan sekelilingku. Itulah makna yang kudapat dari Sharing and Connecting di Kompasiana. Menumbuhkan kepedulian dan keakraban. Tapi sayangnya, karena aku pemalu, aku jadi suka ngomongkan orang lain dibelakang. Aku menjadi manusia paling munafik yang rapi.

Sekian

Salam persahabatan ala saya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun