Tapi belakangan ini Ninoy sudah berubah. Dia mungkin sudah tobat. Artikelnya tak melulu soal politik. Dia menulis humaniora ; tentang tuhan. Juga tentang 'Inilah 10 Kompasianer Hebat di Kompasiana'.
Tadinya kupikir Ninoy seperti mesin yang kaku dan dingin. Bisa jadi panas ketika bicara politik. Tapi kemudian tak kusangka-tak kunyana-tak kuduga dan tak kukira dia nulis soal 10 tabiat Kompasianer. Sebuah tema ecek-ecek yang sering ditulis kompasianer seperti saya yang terbatas daya pikir politis.
Tentu saja saya suka. Ninoy menjadi Humanis, bukan mesin politik yang kaku dan panjang. Humanisnya Ninoy ini sebagai petanda bahwa dia tak bisa lari dari kutukannya sebagai wakil presiden penyair Indonesia. Sebuah jabatan langka dan prestise.
Saya berharap Ninoy di hari kedepan bisa menghasilkan tulisan puitis, meliuk-Iiuk penuh pesona. Bahkan kalau bisa, membuat perempuan mengalami lubrikasi rasa yang tak berkesudahan.
Begitulah Ninoy Karundeng kawanku. Aku tunggu artikelnya tentang ranah 'sehari-hari'. Tak melulu Politik.
Kata kitab ilmu gaib yang jadi buku peganganku, kalau melulu serius bicara politik maka manusia sering lupa apakah orang di sekeliling sudah mandi atau makan. Istri sendiri pengen ngajak ML (Makan Lontong) pun dipolitisir. Lalu loby untuk 'bargain position'. Padahal nikmatnya bukan cuma didapatkan sang istri melainkan dirinya juga dapat nikmat tak terbilang.
Kenapa orang politik bisa demikian? Pikirkan sendiri ! Kan sudah besar !
Demikianlah si Ninoy Karundeng kawanku.
Sebelum ditutup aku ingatkan lagi, mohon hal ini jangan kasi tahu si Ninoy . Biarpun aku pemalu, tapi diam-diam suka memperhatikan sekelilingku. Itulah makna yang kudapat dari Sharing and Connecting di Kompasiana. Menumbuhkan kepedulian dan keakraban. Tapi sayangnya, karena aku pemalu, aku jadi suka ngomongkan orang lain dibelakang. Aku menjadi manusia paling munafik yang rapi.
Sekian
Salam persahabatan ala saya