[caption caption="http://www.tempokini.com/wp-content/uploads/2015/01/kekuasaan.jpg"][/caption]
Jadi pejabat itu enak tampak dari luar.
Kata orang bisa bikin bangga keluarga, warga sekampung dan almamater.
Dia dielukan mereka. Tak siang tak malam, dimanapun berada.
Tapi disitulah celakanya, orang mengira jadi pejabat banyak uang, maka tangan pun tak sungkan menadah. Tak malu meminta.Tak segan memaksa
Kalau tak diberi maka si pejabat akan menerima akibatnya. Agak aneh.
Dikucilkan dari keluarga besar karena dianggap tak perhatian, tak berbakti tak tahu balas budi.
Dijauhi kerabat dekat dan teman, dicap kacang lupa kulit.
Digosipkan para tetangga dan warga kampung sebagai orang sombong.
Dikejar-kejar LSM dan wartawan bodrek minta uang transport kalau mau selamat dari berita miring.
Ditowel-towel partai pendukung suksesi untuk nambah-nambah gizi partai.
Dicari-cari kesalahannya oleh aparat pemerisa, aparat hukum dan peradilan karena tidak mau berbagi kue.
Direnget-rengek si mahluk manis berkulit halus, bersuara manja, berlekuk sempurna, beraroma wangi dan menjanjikan nikmat tak terdefenisi.
Akhirnya si Pejabat memutuskan harus punya banyak uang. Tapi dapatnya darimana?
Gaji udah standar. Hanya cukup untuk keluarga. Untunglah ada proyek pembagunan ini-itu yang dananya banyak. Bisa minta fee ke rekanan kalau mau dapat proyek.
Untunglah punya kuasa memberi ijin konsesi ini-itu, yang minta ijin harus setor dulu.
Untunglah punya wewenang melakukan kerjasama dengan investor baru, bisa minta bagi investasi dalam bentuk saham kosong.
Untunglah punya lembaga dan anak buah yang bisa disuruh menciptakan uang kalau mau lama duduk di kursi jabatan
Untunglah ini dan itu, begini dan begitu, sesuai pakem penguasa terdahulu.
Untunglah tanah subur di pekarangan kekuasaan sehingga bisa menanam pohon uang yang tak mengenal musim kering.
Tapi seorang pedagang hebat sekalipun tak selamanya untung. Sesekali rugi besar untuk pembelajaran.
Demikian juga si Pejabat, tak dapat untung saat KPK menjemput. Ada pembelajaran lain yang harus dijalani nantinya di ruang 4X4 untuk tempo yang lama dan membosankan.
Dari ruang itulah si Pejabat menggambarkan lagi langkah-langkahnya di masa silam. Sebuah penjelajahan yang bikin kering air mata.
Pada situasi seperti itulah si pejabat bisa menyapa saya, kamu dan anda. Seperti kawan lama yang tak pernah bertemu.
Apa kabar kawan, sehat-sehat saja bukan? Kapan kita bisa mancing lagi?
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H