[caption caption="sumber : Tempo.co"][/caption]
Ketika pengacara kondang OC Kaligis dikenakan rompi oranye oleh KPK banyak orang yang kaget. Berbondong-bondonglah mereka melihat peristiwa itu langsung atau lewat media bagai menyaksikan  sebuah kejutan besar. Harusnya publik bersikap biasa saja, tidak perlu kaget.
Kenapa harus tidak kaget?
Seringkali mendampingi kliennya di KPK membuat seorang OC Kaligis menjadi sosok matang-matang oranye. Bahkan karena kematangannya itu, sebelum sang Klien mengenakan rompi oranye, OC Kaligis terlebih dahulu tahu bahwa kliennya pasti mengenakan rompi oranye itu.
Kini dia telah mengenakan rompi oranye. Dengan balutan kemeja putih, kemudian adanya tambahan warna oranye rompi tersebut menjadikan penampilannya 'eye caching'. Sosok fisiknya yang semula tampak ramping menjadi lebih berisi sehingga tambah gagah.
Jadi kalau kemudian kini harus memakai untuk dirinya sendiri dia sebenarnya 'sudah siap'.
Aklimatisasi berhasil tapi justru merusak
Banyak contoh soal pemakaian rompi oranye telah dia lihat, amati dan selesaikan sehingga dia bukan sekedar pengamat kacangan seperti penulis artikel ini, melainkan dia adalah seorang pakar !
[caption caption="sumber gambar ;Okezone.com"]
Lihat saja dia tidak histeris. Jauh dari sikap ketakutan dan tidak berlaku seperti orang gila saat keluar gedung KPK mengenakan rompi oranye. Kalau orang awam yang mengalami hal serupa tentu akan sebaliknya, serasa dunia bagai runtuh menimpa.
Lihat saja bahasa tubuhnya saat keluar gedung, wajahnya tidak muram. Senyumnya merekah menunjukkan deret rata giginya yang masih utuh di usianya yang 73 tahun. Dengan gaya yang flamboyan dan ramah dia lambaikan tangan kepada para kuli media yang status ekonominya jauh di bawah dirinya.
Kombinasi pengetahuan, penampilan, sikap dan bahasa tubuh, menjadikannya begitu luwes di gedung KPK, hampir sama dengan apa yang dilakukan para kliennya terdahulu.Maka sempurnalah aklimatisasi seorang OC Kaligis pada rompi oranye KPK.
Hanya disayangkan, aklimatisasi ini merusak sejarah panjang dirinya yang telah terbangun cemerlang, serta memutuskan rangkaian serat nurani.
Kedua hal inilah yang luput saat aklimatisasi itu dia lakukan. Dia lupa atau tak mau tahu bahwa kedua hal ini sangat resisten terhadap rompi oranye KPK.
Selaku pakar seputar rompi oranye sejatinya faktor resistensi perlu di kedepankan. Bukan jutru diabaikan. Akibatnya kini sangat fatal !
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H