Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Terjebak Perampokan Bersenjata Api di SPBU (Pembelajaran Perjalanan Jauh Lintas Kota/Propinsi)

13 Juli 2015   03:08 Diperbarui: 13 Juli 2015   03:08 1563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="http://cdn.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2012/10/15"][/caption]

Sulit mengira musibah saat melakukan perjalanan jauh. Situasi yang semula penuh keceriaan bisa mendadak jadi momen mencekam, menguras emosi dan mengancam jiwa. Diperlukan sikap tertentu agar momen tersebut tak berlanjut jadi hal yang lebih fatal.

Apa itu ?

Ini merupakan pengalaman pribadi yang terjadi beberapa bulan lalu. Tak lama setelah kejadian langsung saya tuangkan dalam bentuk draf tulisan. Cukup lama filenya nyelip entah kemana, dan baru sekarang sempat dipostingkan di Kompasiana.

Pengalaman ini bisa dijadikan pelajaran bagi yang sering bepergian jauh ke luar kota-antar kabupaten atau lintas propinsi menggunakan kendaraan pribadi. Apalagi tak lama lagi akan mudik lebaran ke kampung halaman yang jauh. Semoga ada manfaatnya.

Perjalanan Rutin ke Pedalaman Kalimantan Barat

Hampir setahun ini saya rutin melakukan perjalanan Bandung-Pontianak-satu daerah pedalaman di kabupaten Sintang (Kalimantan Barat) untuk suatu tugas. Satu minggu di Bandung, satu minggu di Pontianak, dan dua sampai empat minggu di pedalaman. Begitu seterusnya.

Jarak dari Pontianak-Kabupaten Sintang sekitar 390an km. Selanjutnya ke pedalaman yang saya tuju berjarak ±60 km dari kota Sintang. Jadi total jarak ±450km saya tempuh selama 12-13 jam dengan kendaraan pribadi. Untuk mencapai kota Sintang saja harus melewati 3 kabupaten, yakni Kubu Raya, Sanggau dan Sekadau. Barulah masuk ke Sintang.

Walau jauh dan melelahkan, saya menikmati perjalanan seorang diri. Rasanya enjoy saja, apalagi kalau mobil jeep yang saya gunakan penuh lumpur atau debu. Kalau ada kubangan justru saya tertantang untuk 'nyebur'. Mobil terasa gagah walau bentuknya jadi seperti hantu bangkit dari kuburan.

Sebelum berangkat biasanya saya melakukan persiapan ; Ban serep, satu dos logistik ; kopi, teh gula, beras, makanan kaleng, indomie, obat nyamuk, dll-untuk beberapa hari di pedalaman. Kemudian satu tas peralatan mekanik, besi, senter besar. Semua saya taruh di belakang dalam kotak kardus, setelah terlebih dahulu jok belakang saya lipat. Selain itu, barang lainnya adalah pipa besi serta senjata mandau yang saya selipkan didekat kursi mobil. Sudah saya atur sedemikian rupa-terlihat tersembunyi namun mudah meraihnya bila terjadi hal-hal mendesak.

Pipa besi sengaja saya bawa untuk alat bantu tambahan pembuka ban, bisa juga jadi pengungkit dan lain-lain, sementara senjata mandau untuk berjaga-jaga saja. Tidak untuk tujuan jahat.

Situasi Lapangan Tiba-tiba Berubah

Perjalanan ke pedalaman selalu menyenangkan. Banyak pemandangan hijau hutan dan kebun-ladang yang dilewati diantara satu kampung penduduk ke kampung yang lain. Masing-masing tempat berjarak cukup jauh.

Kondisi jalan negara antar kabupaten dan antar kecamamatan dalam satu kabupaten tidak sama. Ada ruas-ruas jalan yang rusak parah berupa jalan tanah dan berbatu. Kalau hujan jadi kubangan, kalau kemarau penuh debu. Terutama di ruas jalan Simpang Tayan Sosok, dan kecamatan Bodok-kota Sanggau serta batas luar Sanggau ke Sekadau.

Pada perjalanan malam hari dan hujan turun saya pernah menyaksikan langsung truk besar penuh muatan di depan saya oleng kemudian tumbang terjerembab saat masuk sebuah kubangan. Saya dan beberapa sopir truk di belakang segera berhenti dan memberi pertolongan. Untunglah sopir dan kernet tidak apa-apa. Mereka bisa dikeluarkan dari truknya yang rebah. Dan untungnya lagi tidak ada kendaraan lain yang tertimpa truk yang tumbang tersebut.

Setelah 'off road' di ruas jalan 'neraka' simpang Tayan-kecamatan Sosok sepanjang 45an km yang rusak parah, akhirnya saya masuk ke kota Sosok yang jalannya relatif mulus. Biasanya di kota ini saya berhenti untuk istirahat di warung atau mengisi BBM setelah perjalanan 3,5 jam dari Pontianak. Saya punya kebiasaan, setiap berkurang ±10liter saya akan mengisi BBM di SPBU. Selain bisa istrirahat , saya punya target bila sampai pedalaman tangki BBM masih relatif penuh. Bila sudah di wilayah pedalaman yang tidak ada SPBU, Saya 'malas' membeli BBM eceran di pedalaman karena harganya bisa mencapai 10 ribuan per liter. Bayangkan saja dengan harga resmi RP 6600/liter, kalau 20 liter berarti saya harus nambah Rp 72ribu. Uang segitu bisa untuk beli di SPBU sebanyak 11,5 liter!

Kembali ke laptop

Hari itu saya merasa segar jadi tidak istirahat di kota Sosok, saya rencanakan di kota kecamatan berikutnya yakni Bodok. Jaraknya ±30an km dari Sosok. Jalan menuju ke sana lumayan banyak lubang (bukan lubang berjalan, lho). Mesti tetap ekstra sering injak kopling-rem dan mlintir setir. Jadi saya pikir 'capeknya seklian saja'.

Kota Bodok adalah kota yang ramai pada jam sibuk. Deret tokonya cukup banyak. Kota ini merupakan 'pusat' wilayah perkebunan kelapa sawit berskala besar milik investor dalam negeri maupun luar negeri (Malaysia). Letak SPBU-nya agak keluar dari keramaian, yakni berjarak ± 5 km dari pasar, arah menuju kota Sanggau.

[caption caption="sumber gambar : http://cdn-2.tstatic.net/wartakota"]

[/caption]

Saat-saat mencekam

Memasuki kota Bodok sekitar pukul 17an.Banyak toko yang sudah tutup.Situasi pasar pun tidak ramai. Setelah melewati pasar saya pun belok ke SPBU yang berada diluar kota kecamatan. Tempatnya sebenarnya tidak terlalu terpencil karena berada di jalan negara dan di sekitarnya ada beberapa rumah dan warung. Namun saat jam segitu sudah mulai sepi.

Masuk ke lingkungan SPBU saya berhenti dulu di toilet sekalian cuci muka dan menambah air untuk tangki whiper. Setelah merasa seger kemudian mobil saya majukan ke deretan antrian SPBU. Saat itu tidak banyak kendaraan yang mengisi BBM. Seingat saya motor tidak lebih dari 10, sedangkan mobil di depan saya ada 2 buah. Jalur pengisian untuk mobil dan motor disatukan, karena saya lihat dua mesin SPBU lainnya sudah ditutup cover.

Saat tiba giliran, saya pun turun dari mobil untuk membuka tangki di belakang. Maklum mobil jeep jadul, jadi membuka tangki masih manual pakai kunci kontak. Saat mengisi BBM itu saya ngobrol dengan petugasnya. Saya lihat dari seragamnya dia bernama Piter. Dari logat bicaranya dia orang Dayak setempat.

Setelah tangki penuh dan membayar, saya pun memajukan mobil saya kira-kira 5-6 meter masih di lingkungan dalam SPBU untuk memberi kesempatan kendaraan di belakang saya.

Dalam kondisi mesin mobil masih hidup, seperti biasa saya mengecek beberapa hal di dalam mobil, menyetel tape, pasang seatbelt, minum air putih dari botolan, buka hp-ngecek sms yang masuk dan membalasnya, melihat tanda miscall yang masuk kemudian menelpon balik.

Saat tengah menelpon balik, saya mendengar suara letusan seperti bunyi mercon dari arah belakang. Ketika saya lirik di kaca spion atas dashboard ; Astaga ! Terlihat si Pieter lari cepat terpincang-pincang ke arah selokan/parit besar di kanan depan mobil saya. Uang kertas berhamburan keluar dari tas pinggangnya. Pieter pun terjun ke selokan besar itu. Sementara di belakangnya berjarak 8 meter-an seorang mengacungkan pistol seraya menembak lagi ke atas sambil memungut uang yang berceceran tersebut. Untunglah arah tembakan jauh meleset, juga tidak mengarah ke saya yang masih duduk di belakang stir mobil. Hadeuuh !

Saat itu saya makin tersadar sedang berada dalam situasi perampokan bersenjata !

Melalui kaca spion saya melihat semua kejadian. Dua orang perampok lainnya mengacungkan pistol ke 2 petugas SPBU yang menjaga meja kasir dan beberapa pengendara motor. Mereka disuruh jongkok dengan tangan di atas kepala. Sementara satu anggota komplotan masih standby di atas motor. Jadi jumlah komplotan itu ada 4 orang. Para perampok menggunakan jaket, helm cakil dan ada yang pakai sarung tangan sehingga wajahnya sulit dikenali.

Saya bersiap-siap, jangan-jangan salah satu dari mereka mengampiri untuk mengambil apa yang saya punya. Sambil mengamati keadaan perlahan saya keluarkan dompet kemudian mengambil KTP, SIM, STNK, kartu-kartu ATM dan sejumlah uang kemudian saya selipkan di kantong belakang jok, bawah karpet, dan bawah jok. Tersisa di dompet seadanya saja. Begitu juga tas berisi kamera video, Kamera saku, dan Laptop saya pidahkan kedalam kotak kardus logistik. Saya lempar begitu saja karena mau cepat.

Ingin tancap gas, tapi terhalang jalan rusak

Setelah itu saya berpikir ingin tancap gas dari area SPBU secepatnya untuk cari pertolongan ke penduduk atau ke arah pasar karena di sana ada pos polisi. Tapi jalan rusak parah, tentu mobil tidak bisa jalan cepat. Berbahaya. Jangan-jangan malah bikin berang perampok dan kemudian menembak saya. Kecepatan keluar jalan itu tak sebanding dengan cepatnya peluru komplotan itu.

Untuk keluar dari mobil sambil mengacungkan mandau tentu bukan tindakan tepat. Peluru lebih cepat dari ayunan mandau! Saya pun bukan Superman yang kebal peluru!  Sempat juga terpikirkan menabrakkan mobil ke arah mereka bila lewat nanti. Kebetulan posisi mobil saya dimulut jalan keluar SPBU. Pikiran itu pun saya tepis mengingat 3 dari 4 perampok itu pegang senjata api.

Pasrah sambil mengamati

Akhirnya saya tetap diam sambil mengamati mereka. Terdengar teriakan/bentakan disertai satu tembakan ke atas. Perampok mungkin ingin menakuti orang-orang yang disuruh jongkok tadi. Isi laci dikuras, tas pinggang petugas perempuan berisi uang direbut, termasuk milik seorang pengendara motor yang tadi mengisi BBM.

Saya tetap tenang mengamati. Herannya para perampok itu 'tidak perduli' keberadaan saya di dalam mobil. Mungkinkah mereka tidak tahu? Padahal kaca mobil saya tidak gelap total, pasti terlihat dari luar. Saya sudah siap seandainya disuruh turun dan bergabung dengan 'sandera' yang berjongkok tersebut.

Satu lagi yang mengherankan, saya seperti hapal dengan gaya para perampok menggunakan senjata api (pistol). Mereka selalu mengarahkannya ke atas bila usai mengacungkan ke arah 'sandera' atau usai menembak. Paling sering mereka membentak sambil mengacungkan telunjuk sementara tangan yang menggenggam pistol mengarah ke atas. Cara seperti ini mengingatkan pada aparat polisi yang sering saya lihat di televisi.

Pengendara motor itu ditendang hingga terjengkang.

Tiba-tiba dari arah depan datang satu pengendara motor dengan kecepatan cukup tinggi. Pengendara itu mengerem mendadak dan terjatuh tepat sekitar 3 meter di depan kiri mobil saya. Mungkin tadinya dia ingin mengisi BBM, tapi terkejut ada perampokan, dan ingin berbalik. Tapi sialnya dia terjatuh. Tentu saja saya jadi kaget. Waduuh, bikin masalah baru !

Benar saja, melihat hal itu satu orang perampok berlari ke arah si Pengendara tadi yang tertimpa motornya. Orang itu ditendang saat akan bangkit hingga terjungkal lagi. Todongan pistol tepat di badannya. Sambil membentak si Perampok menyuruhnya bergabung dengan 'sandera'lain.

Saya was-was karena kejadian itu tepat di depan mobil saya. Bisa saja perampok itu melihat saya kemudian melakukan hal yang sama. Ternyata tidak ! Inilah ajaibnya...
Semua kejadian begitu cepat, kurang lebih 15 menit. Usai menguras uang SPBU mereka lari menggunakan motor melintas di depan saya. Perhatian saya tertuju pada perampok yang dibonceng sambil menggenggam pistol. Saya was-was jangan sampai sambil lalu dia menembak saya.

Benar saja, tak jauh keluar SPBU dia menggerakkan tanggannya, tapi agak ke atas..dor ! Dua kali tebakan ke atas. Jantung serasa mau copot ! Huuh ! Ternyata dia hanya mau menakut-nakuti agar jangan sampai ada yang coba-coba mengejar mereka.

Menolong yang tertembak

Setelah mereka hilang di tikungan, saya segera turun melompat dari mobil untuk menolong 'sandera'. Tapi baru saja menginjakkan kaki terdengar teriakan minta tolong dari arah parit di depan saya. Tampak satu tangan muncul berusaha meraih bibir parit tadi. Segera saya berlari ke arah tersebut. Ternyata dia adalah si Pieter-petugas SPBU yang melarikan diri dari perampok tadi. Segera saya tarik tanggannya hingga dia naik. Badannya basah kuyup. Saat berjalan agak terpincang-pincang.

Rupanya pahanya tertembak ! Terlihat darah mengucur, setelah saya perhatikan peluru menemus bagian belakang. Ketika saya tanyakan apakah tulangnya terasa nyeri......aah, untunglah tidak mengenai tulang paha.

Segera saya pinta salah satu sandera yang agak fit (yang lainnya masih bengong dan pucat) untuk membawa Pieter ke Puskesmas di wilayah pasar. Tadinya dia mengusulkan pakai mobil saya saja, tapi saya jelaskan kalau pakai mobil akan lebih lama karena jalan rusak parah. Lebih cepat dibonceng pakai. Hal itu masuk akal.

Segera saya naikkan Piter ke motor orang tersebut. Saya kemudian 'menyuruh' beberapa orang 'sandera' tadi untuk menelpon ke siapa saja yang bisa memberitahukan polisi. Kemudian saya berlari ke seberang jalan untuk mengetok warung dan beberap rumah yang tutup, barangkali ada orangnya untuk melaporkan ke polisi. Tapi saat akan menyeberang beerapa orang keluar dari rumahnya sambil membawa parang panjang. Ternyata mereka datang setelah mendengar tembakan terakhir. Dan sempat melihat kawanan perampok itu saat sudah menjauh.

Tak lama berselang, datang polisi satu mobil dengan senjata lengkap. Langsung ke arah kumpulan orang-orang yang sudah mulai ramai mengerubuti petugas SPBU wanita yang masih terduduk lemas serta beberapa 'sandera' tadi. Mereka ditanyai dengan detil. Saa kemudian mengambil beberapa gelas air meneral dari dalam mobil dan memberikan ke mereka. Fokus kerumunan orang-orang dan polisi pada petugas SPBU dan sandera tadi yang masih terduduk memberi keterangan di dekat mesin SPBU.

Saya kemudian pikir, tugas saya selesai ! Saya kemudian melanjutkan perjalanan menuju arah kota Sanggau. Saya tetap santai, walau hari sudah mulai gelap saat meninggalkan SPBU tadi.

[caption caption="sumber gambar : http://img.lensaindonesia.com"]

[/caption]

Tiba-tiba saya ketakutan sendiri

Sekitar 10 menit dari TKP tadi, barulah saya tersadar, saya melewati jalan yang tadi dilalui para perampok. Kanan kirinya kebun sawit, semak dan hanya ada beberapa kios yang tutup. Selain itu jalan itu berlobang dan rusak parah sehingga mobil sulit berjalan cepat (Sebenarnya asik untuk off-road). Tapi pula terpikir perampok tadi bisa saja tiba-tiba menghadang saya karena menganggap saya saksi?

Waduuh ! Bagaimana ini? Baru disitulah saya merasa takut ! Padahal saat kejadian di SPBU tadi saya tetap tenang. Jantung saya deg-degan, sambil nyetir mata terus mengarah ke depan, terutama kanan-kiri mengamati pohon sawit dan semak-semak. Kuatir kalau tiba-tiba mereka muncul. Sementara hari sudah mulai gelap, dan kota sanggau masih sekitar 30 km lagi.

Saya rogoh pisau kecil (seperti pisau komano) di tas depan, saya keluarkan dan letakkan di dekat persneling. Ahh, hanya untuk berjaga-jaga atau lebih tepatnya membesarkan hati saja.

Kemudian saya telpon saudara saya yang ada di Sanggau mengabarkan tentang perampokan itu. Saya juga katakan tentang ketakutan saya yang sedang dalam perjalanan. Saya minta dia menunggu saya di warung kopi depan rumah sakit tempat biasa saya bertemu dia kalau lewat sanggau.

Tak lama berselang datang mobil polisi (pick up patroli) dan beberap yang menggunakan motor melintas berlawanan dengan arah saya. Nampaknya mereka sedang menuju ke SPBU tadi. Hati saya mulai tenang, setidaknya 3/4 perjalanan mereka tadi membuat situasi jalan jadi 'aman'. Hati saya pun tenang. Tinggal fokus nyetir menghadapi lobang dan batu-batu saja. Akhirnya saya sampai Juga di Sanggau dan bertemu saudara saya di warung kopi.

Setelah kabupaten Sanggau adalah Sekadau, waktu tempuh kurang lebih 1, 5 jam lagi. Habis itu baru kabupaten Sintang. Sementara perjalanan ke Sintang masih sekitar 4 Jam, belum lagi ke pedalaman yang bejarak 60 km dari Sintang. Kemungkinan saya sampai sekitar pukul 1 atau 2 dini hari. Setelah dipikir-pikir, akhirnya saya putuskan menginap di Sekadau di sebuah Hotel Melati. Kepada pihak kemanan dan resepsionis (laki-laki) saya ceritakan kejadian perampokan di kabupaten Sanggau tadi. Teryata mereka sudah tahu via rekan-rekannya di Sanggau. Waah, berita sangat cepat beredar. Sambil bergurau saya pesan agar mereka juga berjaga-jaga, kalau ada orang mencari saya (melihat-lihat mobil saya di parkiran) bisa jadi mereka komplotan itu yang masih 'ngutangin' saya !

***************
Keterangan ;
# Sebulan kemudian dikabarkan perampoknya tertangkap dan ada yang tertembak mati.
# Mereka spesialis SPBU, dan merupakan perampok yang berasal dari luar Kalimantan, lingkup operasionalnya lintas propinsi.
# Dua orang perampok itu ternyata adalah mantan polisi dan tentara. Mereka sudah lama desersi dan dipecat dari kedinasan.

Pembelajaran ;

- Bila terjebak situasi perampokan bersenjata api sebaiknya tetap tenang. Jangan melawan atau melakukan gerakan tubuh seolah melawan. Bisa fatal ! Usahakan tangan anda dapt terlihat oleh perampok.

- Kalaupun anda punya ilmu bela diri, pertimbangkan jarak dengan anda, kalau relatif jauh sebaiknya jangan coba-coba melawan. Bisa runyam ! Selain itu perhatikan jumlah perampok yang memegang senjata api.

-Kalau sempat, sembunyikan kartu dan dokumen penting di tempat yang memungkinkan di posisi anda. Setidaknya kalau dompet anda diambil, kartu-kartu penting anda tetap selamat.

- Bila ke luar kota menggunakan kendaraan pribadi, pilihlah SPBU yang dekat kota dan situasinya ramai. Jangan yang rada terpencil dan sepi. Apalagi di jam-jam orang tak lagi beraktifitas.

Selamat melakukan perjalanan Mudik, semoga aman di sampai tujuan !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun