Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Gemesnya Mengakses Kompasiana Baru dari Pedalaman Kalimantan

7 Juli 2015   18:52 Diperbarui: 7 Juli 2015   18:52 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sorenya sekitar jam 16an mereka berangkat. Saat di dalam hutan mereka berpencar untuk mengepung babi. Karena telingah babi hutan sangat peka terhadap suara 'asing' dan penciuman babi sangat tajam maka harus memperhatikan arah angin. Jangan sampai arah angin si pemburu mengarah ke babi. Sudah dipastikan buruan akan lari.

Cara untuk mensiasatinya adalah bertengger diatas pohon tinggi. Dengan begitu, bau manusia yang tertiup angin tidak akan sampai ke posisi babi yang berada di tanah. Posisi pemburu pun akan memudahkan memantau situasi terutama di dekat kumpulan pohon jengkol dimana kemungkinan babi akan makan di situ.

Tak lama kemudian, Dooor ! Babi pun tertembak, beratnya sekitar 50kg. Di hutan paling lama hanya 1 jam mereka sudah mendapatkan hasil buruan.

Saat saya tanyakan kenapa begitu cepat mereka mendapatkan hasil. Jawabannya sungguh mengejutkan ! Katanya sinyal di hutan bukit itu sangat kuat. Jadi mereka bisa saling berkomunikasi lewat sms menyampaikan berita pantauan sitausi di posisi masing-masing yang saling berjauhan.

[caption caption="warga menonton televisi di ruang Ruai"]

[Warga sedang menonton televisi di Ruai. Sumber Foto Dok. Pribadi]

Kembali Ke Laptop

Sebenarnya di rumah panjang ada televisi umum pakai parabola. Televisi itu diletakkan di ruang Ruai (semacam ruang publik (teras) di depan bilik-bilik). Ruai itu lebar 5 meter-an yang memanjang sesuai bentang Rumah Panjang (112 meter). Disitulah warga berkumpul, berinteraksi dengan tetangga bilik sambil menonton televisi umum. Namun, warga Rumah Panjang lebih sering nonton sinetron, filem india, panggung dangdut, kisah selebritis. Sangat jarang nonton saluran berita. Saya sebagai tamu tentu tak mungkin meminta mereka 'stay tune' di saluran berita. Nanti apa kata Dewa Tuak? Bisa-bisa Dewa malahan murka dan mengutuk saya jadi pohon Gaharu kelas satu, apa kata dunia ? Heuheuheu...

Jadi bila malam ngumpul di ruang Ruai saya hanya ngobrol dengan warga, atau merapikan tulisan harian. Jarang memperhatikan acara televisi. Sekitar jam10 malam televisi dimatikan. Warga beranjak kembali ke bilik masing-masing untuk tidur. Ruang Ruai pun sepi. Sementara saya tidak bisa tidur cepat karena menderita insomnia. Bagi saya pukul 22 masih sore. Saat televisi dimatikan itulah penderitaan saya dimulai.

Kompasiana Beta Bikin Gemes

Sebelum era Beta, Kompasiana Lama relatif mudah diakses bila saya berada di bukit, kebun, ladang atau hutan. Sinyal penuh atau minimal separuh. Sehabis baca berita saya biasanya menulis di bawah pohon atau Langkau (Pondok ladang/hutan) sambil istirahat dengan warga yang berladang, mengambil tumbuhan (sayur) hutan, Nebai untuk membuka ladang, atau mencari ikan di sungai (Manjur).

Tulisan selesai dibuat langsung posting, kemudian baca artikel teman-teman Kompasianer dan komen ngakak. Sungguh hiburan nikmat tak terkira. Tak ada duanya, apalagi bila hasil postingan dibaca banyak orang. Soal masuk Highlight itu nasib, soal dapat Headline itu Takdir. Keduanya sudah saya dapatkan melalui postingan dari hutan pedalaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun