Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Otak Mesum dan Setan Penggoda di Kompasiana Baru

11 Juni 2015   07:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:07 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Ini bukan sulap bukan sihir. Cobalah amati secara tabah. Rasakan dan renungkan penuh riang gembira. Apa yang anda dapatkan di Kompasiana Baru?

Kini dia tampil laksana wanita cantik, berbody luhur, tinggi, ramping dan mulus. Busananya (masih) minim dan terbuka acak dibeberapa bagian. Sejumlah fitur asesorisnya belum terpasang sempurna. Kondisi itu bikin penasaran untuk dijamah.

"Dasar otak mesum !"

"Biarin !"

Harus diakui fitur body-nya pun belum peka. Entah mati rasa atau lugu. Dielus-elus tak bergerak. Ditekan-tekan diam. Dikilik-kilik tak bereaksi. Digesek-gesek malah lari entah kemana.

Gayanya jinak-jinak merpati. Disatu waktu mudah dipegang, tapi diwaktu lain jual mahal.

Herannya, itu justru bikin penisaran. Ingin terus mencoba memainkannya dengan khusuk sembari berharap timbul reaksi setiap fungsi. Kalau hari ini gagal, besok coba lagi. Toh, kegagalan hanyalah sukses yang tertunda.

Itulah sosok Kompasiana Baru, telah membuat banyak Kompasianer uring-uringan dan ngomel-ngomel karena libido mereka tak tersalurkan secara paripurna. Tak bisa membuncah lewat ragam gaya aksara dan makna di celah sempit pesona Kompasiana. Rasain Lu ! Kenapa mau jadi Kompasianer? Heuheuheu !

Sebaiknya jangan memarahi si Seksi Kompasiana Baru. Ia hadir memang untuk menggoda mentalitas Anda.

Menulis itu gampang. Berkata itu mudah. Tapi Berlaku ramah tak semudah keduanya. Kalau marah digoda, berarti belum jadi Kompasianer sejati. Inilah ujian atas sekian lama anda merangkai aksara, bertelikung wacana dan menawarkan makna. Pembuktiannya di sini, saat ini, dalam kondisi begini.

Secara yuridis abal-abal saya telah cuti menulis sebelum Kompasiana ganti wajah. Namun saat khusuk bersemedi di hutan realitas, datanglah Kompasiana Baru bergayut manja membuat pori-pori primitif saya terbuka. 

Lupakan dulu 'Pamit' cuti itu. Toh....lidah tak bertulang. Tanpa buang waktu, langsung saja tancap meladeni godaan itu. Saya elus-elus, kilik-kilik, tekan dan gesek setiap fiturnya. Mencari sensasi isi yang sudah terpatri.

Saya selalu ingat bisikan setan ; "Tak boleh berkata kasar saat mencumbu Kompasiana Baru. Jangan gegara nila anda setitik, rusak susu sebesar belanga".

Sayang, kan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun