[caption id="attachment_383466" align="aligncenter" width="600" caption="Dok. Pribadi, Gazebo Taman Merokok terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta"][/caption]
Merokok merugikan kesehatan. Itu jelas terpampang di bungkus rokok. Orang yang merokok (perokok) sudah sadar itu. Bahasa permisif-nya "Merokok itu Pilihan". Dalam Joke kaum perokok "Tidak merokok mati, kalau merokok pun mati.Jadi mendingan merokok, karena di akhirat sana tidak tahu apakah ada ada rokok atau tidak". Itulah joke "konyol" yang dibenci kaum anti rokok, tapi sebaliknya jadi hiburan bagi perokok, termasuk Saya.
Sekarang sudah banyak tempat -ruang publik , seperti perkantoran, pusat perbelanjaan, kampus, terminal, stasiun, dan lain sebagainya yang melarang orang merokok. Kalau pun disediakan, tempatnya 'terpencil' di sudut. Ruangnya sempit tanpa tempat duduk, pengap, dan tanpa view yang menarik. Ruang Smoking Area itu seringkali terkesan tidak manusiawi. Seolah perokok adalah narapidana berpenyakit menular, berbahaya dan punya kesalahan besar. Padahal cukai rokok termasuk yang memberi kontribusi terbesar untuk pembangunan negara, termasuk ruang publik itu !
Sebagai Arsitek, saat mendesain bangunan atau ruang publik, biasanya Saya ciptakan ruang nyaman bagi para supir, dan service liner (office boy, pembantu, clening service), termasuklah bagi kaum perokok ! Ruang bagi mereka saya buatkan khusus yang berkesan lega, beserta aspek arsitektural lainnya. Walau upaya saya itu seringkali 'dipertanyakan' para klien. Namun dengan penjelasan konsep yang logis, mereka pun bisa memahaminya.
Sebagai perokok, Saya melihat masyarakat kita munafik dan berlaku tidak adil. Maunya dapat pajak besar untuk pembangunan, tapi pura-pura tidak tahu adanya pemasukan pajak yang besar dari industri rokok. Sementara kaum perokok sebagai penyumbang pajak sepert dinistakan di ruang publik. Keberadaan mereka dianggap angin lalu.
Salah satu bandara yang cukup ketat terhadap perokok adalah Bandara Soekarno-Hatta (Soeta). Tapi itu dulu, sekarang tidak.
Dahulu, smoking area Bandara Soeta, terutama khususnya di zona ruang tunggu terminal A, B, dan C berupa 'ruang kotak kaca '. Letaknya ditepi selasar. Ukurannya sekitar 2, 5 X 3 meter, relatif kecil dan tidak enak untuk bersantai. Pada awalnya ruang kotak itu tak diberi kursi. Belakangan diberi kursi besi yang tidak sepadan dengan jumlah perokok.
[caption id="attachment_383467" align="aligncenter" width="600" caption="Smoking Room Bandara Soeta, Dahulu. Sumber gambara ; https://lh6.googleusercontent.com/-3Zpeb_.jpg"]
Saking kecilnya ruang merokok itu seperti kotak berisi tumpukan manusia sebagai benda mati. Para perokok 'dipaksa' berdiri berjejal di ruang sempit itu.
Sungguh tidak nyaman merokok di tempat itu. Padahal bagi orang yang sedang merokok, kenyamanan bukan hanya dari isapan rokok saja, tapi juga (harusy ditunjang tempat (ruang) yang lega sehingga tubuh bisa rileks, sambil selonjor (bukan selingan obrolan jorok, lho). Ruang merokok harusnya mampu menciptakan inspirasi kehidupan bagi si Perokok.
Kini Smoking Area bandara Soeta sudah lebih baik. Tempatnya lebih luas yang berada di luar gedung. Karena letaknya di alam terbuka, maka lebih tepat di sebut Taman Merokok. Tempat itu jauh lebih lega serta memiliki view menarik dan cukup teduh. Letaknya cukup tepat, terpisah dari gedung sehingga tidak mengganggu orang-orang yang tidak merokok. Asap para perokok langsung terbang menyatu dengan alam bebas, sehingga tidak perlu exhaus (penghisap asap ruangan) seperti ruang terdahulu.
[caption id="attachment_383468" align="aligncenter" width="600" caption="Dok Pribadi, Gambar Selasar antar Gazebo di Taman Merokok Bandara Soeta"]
Taman Merokok itu dilengkapi Gazebo tiga buah. Masing-masing diberi tempat sampah puntung rokok dan tempat duduk menarik dari batu granit yang cukup elit.
Bangunan Gazebo dibuat dari struktur membran berbentuk tenda. Antar Gazebo dihubungkan selasar beratap struktur membran pula. Kesannya, Taman merokok ini direncanakan dengan baik. Para perokok pun merasa di-Orang-kan kembali di ruang publik.
Di sini para perokok bisa lebih rileks menjalankan kariernya sebagai ahli hisap asap. Sambil menunggu panggilan boarding, mereka bisa saling berinteraksi dengan sesama ahli hisap lainnya. Berkenalan, berbicara dan bercanda mengusir kejenuhan menunggu. Apalagi bila pesawatnya di-delay.
Sebagai Arsitek dan Perokok saya menilai Taman Merokok itu sudah tepat, baik letak maupun desainnya. Hanya perlu ditambahkan lagi jumlah gazebo dan vegetasi dalam penataan yang lebih cantik. Sehingga dapat menampung perokok lebih banyak, dan mereka pun bisa merokok dengan nyaman di taman merokok yang rindang.
Saya memberi apresiasi kepada pihak pengelola Bandara Soeta yang telah insyaf, dengan memanusiakan kaum perokok. Pihak bandara menyadari bahwa perokok adalah salah satu realitas penting dari pengguna bandara yang harus diakomodasi dengan baik.
Artikel ini tidak bermaksud mengkampayekan 'ayo merokok'. Bagi yang tidak merokok, sebaiknya jangan merokok karena efek negatifya sudah jelas.
Bagi para perokok, pandai-pandailah berlaku sebagai ahli hisap yang mumpuni. Jangan merokok di sembarang tempat karena itu akan menjatuhkan nama baik komunitas perokok.
Sebagai ahli hisap asap, Anda adalah orang yang mulia karena turut memberi kontribusi besar pada pemasukan pajak untuk pembangunan. Dan itu Anda lakukan dengan kesadaran penuh. (heuheheuheu!).
Tidak seperti sebagian pembayar pajak pada umumnya suka ngomel-tak rela membuka dompetnya. Banyak dari mereka bahkan berusaha ngemplang pajak !
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI