Cara sederhana mencintaimu Fatin dengan selalu mendoakan kebahagiaanmu Tak perlu menterjemahkan cinta kami Fatin Karena mungkin akan menghabiskan seumur usia, menerka isyarat hati yang hanya dapat terasa Fatin tetaplah menjadi yang terindah. Satu senyum sederhana kami sebagai Fatinistic, tak perlu mewah apalagi terindah, adalah lebih dari bahagia jika itu tanpa rekayasa. Fatin Tak perlu menjadi sesuatu, Cukup menjadi dirimu, Dengan balutan cinta kami yg tulus yang menyatu disegala waktu.
Aku mungkin salah satu dari sebagian kecil orang yang mencoba memahami filosofi lilin dengan perspektif yang berbeda. Lilin, ketika dirinya sendiri meleleh habis terbakar setelah memancarkan cahaya menerangi kegelapan, sesungguhnya apa yang terjadi bukanlah suatu kehancuran. Melelehnya lilin itu pada hakikatnya adalah simbolisasi penyatuan jatidiri dengan pancaran cahaya yang keluar dari api yang membakar dirinya sendiri, itulah yang disebut sebagai puncak dari suatu hikmat pengorbanan yang tulus tanpa pamrih. Hanya mereka yang mau berkorban dengan tulus tanpa pamrih seperti lilin yang akan berhasil mencapai puncak kesadaran kosmik (pencerahan), suatu konsepsi kesadaran yang dibutuhkan sebagai tiket menuju puncak kebahagiaan yang dicita-citakan oleh semua ummat manusia dan bangsa-bangsa di dunia. Manusia dalam kondisi kesadaran seperti inilah yang tercerahkan dan mampu mencerahkan kehidupan. Belajarlah hidup seperti lilin, menerangi kegelapan dan berkorban dengan tulus tanpa pamrih.
Mari belajar bersama!
Setiap satu tetes air mata yg kau keluarkan maka di situ ada 1000 Fatinistic yg mengusapnya Always support Fatin Sidqia Lubis
Jakarta 26 Agustus 2013
Puspa Dewi Fuad
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H