Mohon tunggu...
pcsukresna_
pcsukresna_ Mohon Tunggu... Seniman - freelancer/pengangguran sok sibuk

bebaskan dirimu

Selanjutnya

Tutup

Politik

Akar Konflik Kemanusiaan di Tanah Israel-Palestina

31 Mei 2024   21:58 Diperbarui: 31 Mei 2024   21:58 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 135 Masehi yaitu sekitar 60 tahun setelah pemberontakan besar-besaran masyarakat Yahudi-Romawi terhadap Kekaisaran Romawi Bersatu. Dibawah kekuasaan Kaisar Hadrianus, provinsi Yudea diganti namanya menjadi Palestina. Tujuannya adalah untuk menghapus jejak kepemilikan tanah itu dari bangsa Yahudi-Romawi. Nama Yudea sendiri memiliki arti: "Tanah orang Yahudi." Sementara itu nama Palestina memiliki arti: "Tanah orang Philistea." 

Bangsa Philistea sendiri pada masa itu sudah tidak ada lagi. Dahulu pada masa kerajaan Israel Bersatu, bangsa Philistea mendirikan kerajaan diwilayah Gaza. Mereka memiliki lima kota besar di kerajaannya dan cukup terkenal. Sayangnya setelah beberapa kali berperang dengan kerajaan Israel Bersatu, kerajaan Philistea tidak lagi eksis, terutama setelah invasi kerajaan Babilonia dan kerajaan Persia. Selama beratus-ratus tahun, bangsa Yahudi kemudian dilarang masuk ke wilayah provinsi Palestina oleh kekaisaran Romawi Bersatu.

Tahun 286 Masehi kekaisaran Romawi Bersatu terpecah menjadi dua, yaitu kekaisaran Romawi dan kekaisaran Byzantium. Provinsi Palestina menjadi bagian dari wilayah kekaisaran Byzantium.

Tahun 476 Masehi kekaisaran Romawi jatuh. Kejatuhan kekaisaran Romawi adalah akibat konflik berkepanjanga  dengan suku-suku barbar di Eropa. Setelah kekaisaran Romawi jatuh, Takhta Suci Vatican mengambil alih kepemimpinan di wilayah-wilayah bekas kekuasaan kekaisaran Romawi. Dibawah kendali Takhta Suci Vatican, negara-negara kepausan mulai didirikan dibeberapa wilayah di Eropa.

Sekitar tahun 634 Masehi, setelah bangsa Arab-Muslim berhasil menaklukan kerajaan Persia dan merebut Mesir dari kekuasaan kekaisaran Byzantium. Bangsa Arab-Muslim dibawah kekuasaan Khalifah Umar bin Khattab menaklukan provinsi Palestina dari kekuasaan kekaisaran Byzantium.

 Dimulailah migrasi besar-besaran bangsa Arab-Muslim ke wilayah-wilayah taklukannya. Selain itu mereka juga melakukan upaya Arabisasi semua unsur budaya dan agama diwilayah-wilayah taklukannya. Sementara itu konflik internal di dalam kekaisaran Byzantium, terutamanya konflik agama antara penganut agama Ortodoks Timur dengan Ortodoks Oriental membuat kekaisaran Byzantium kesulitan mempertahankan wilayahnya dari invasi bangsa Arab-Muslim. 

Kaum Ortodoks Oriental sendiri pada akhirnya memilih tunduk pada kekuasaan bangsa Arab-Muslim, ketimbang dibawah kekuasaan kekaisaran Byzantium. Selain dari pada itu kekaisaran Byzantium juga memiliki hubungan yang kurang baik dengan negara-negara kepausan dibawah kekuasaan Takhta Suci Vatican.

Antara tahun 634 Masehi sampai tahun 1095 Masehi, umat Ortodoks dibawah kekuasaan bangsa Arab-Muslim di wilayah-wilayah bekas kekuasaan kekaisaran Byzantium yang sudah ditaklukan bangsa Arab-Muslim terus mendapat tekanan. Tekanan itu berupa kesulitan-kesulitan dalam menjalani hidup dibawah kekuasan bangsa Arab-Muslim. 

Seperti pembatasan dalam menjalankan usaha, kesulitan dalam membayar pajak jizah yang dikenakan pada orang-orang non-Muslim yang tinggal diwilayah kekuasaan bangsa Arab-Muslim, juga yang paling parah adalah persekusi dan penindasan pada umat Ortodoks tiap kali peralihan kekuasaan antar kekhalifahan. 

Hal ini mendorong umat Ortodoks kembali ke wilayah-wilayah yang masih dikuasai oleh kekaisaran Byzantium. Tekanan konflik internal, juga banyaknya pengungsi umat Ortodoks dari wilayah kekhalifahan, membuat kekaisaran Byzantium semakin melemah. Puncak konflik antara kekaisaran Byzantium dengan bangsa Arab-Muslim adalah ketika bangsa Arab-Muslim membatasi akses masuk para peziarah Kristiani (Ortodoks dan Katolik) ke wilayah Tanah Suci atau wilayah Palestina.

Pada tahun 1095 Masehi, sebagai hasil tekanan yang amat kuat pada kekaisaran Byzantium. Kaisar Alexios I dari kekaisaran Byzantium meminta bantuan dari negara-negara kepausan dibawah kekuasan Takhta Suci Vatican. Menanggapi permintaan bantuan dari kekaisaran  Byzantium, Paus Urbanus II menyerukan Perang Salib untuk merebut wilayah Tanah Suci dari kekuasaan bangsa Arab-Muslim. 

Maka dimulailah invasi besar-besaran umat Katolik di Eropa ke wilayah Tanah Suci. Umat Katolik Eropa yang ikut berperang dalam peperangan ini kemudian dikenal dengan nama Tentara Salib atau Salibis. Terjadi pembantaian besar-besaran pada umat Yahudi dan umat Muslim yang tinggal di wilayah Tanah Suci utamanya adalah kota Yerusalem. Tentara Salib merebut Masjid Al-Aqsa dan menjadikan tempat itu sebagai markas. Beberapa penyair Yahudi menyebut: "Darah umat Yahudi tertumpah ditanah kota Yerusalem sampai setinggi mata kaki."

Tahun 1099 Masehi, setelah para Salibis berhasil merebut Tanah Suci. Bukannya mengembalikan wilayah Tanah Suci kepada kekaisaran Byzantium sebagai pemilik asli dari wilayah itu. Para Salibis kemudian mendirikan Kerajaan Yerusalem Latin di Tanah Suci. Beberapa saat setelah itu, ordo militer keagamaan kemhdian didirikan untuk melindungi Tanah Suci seperti: Ordo Ksatria Templar, Ordo Penyantun Hospitaler dan Ordo Ksatria Teutonic. Kerajaan Yerusalem Latin menjadi satu-satunya negara kepausan dibawah kekuasaan Takhta Suci Vatican yang berada diluar wilayah bekas kekuasaan kekaisaran Romawi.

Tahun 1291 Masehi kerajaan Yerusalem Latin kemudia ditaklukan oleh bangsa Arab-Muslim dibawah kekuasaan kekhalifahan Mamluk. Setelah sebelumnya pada tahun 1191 Masehi ibukota kerajaan Yerusalem Latin jatuh ketangan bangsa Arab-Muslim dibawah kepemimpinan Khalifah Salahadin Al-Ayubi. Wilayah Tanah Suci kemudian dalam waktu yang lama berada dibawah kekuasaan bangsa Arab-Muslim. Bangsa Arab-Muslim yang mendiami wilayah Tanah Suci kemudian mulai dikenal dan memperkenalkan diri sebagai bangsa Arab-Palestina.

Tahun 1453 Masehi, setelah dengan sekuat tenaga menahan konflik berkepanjangan dengan negara-negara kepausan dibawah kekuasaan Takhta Suci Vatican, juga konflik dengan kekhalifahan-kekhalifahan bangsa Arab-Muslim. Akhirnya kekaisaran Byzantium runtuh dibawah kekuasaan kekhalifahan Ottoman. 

Ibukotanya yaitu Konstantinopel jatuh ketangan bangsa Arab-Muslim dari kekhalifahan Ottoman. Gereja Katedral Ortodoks Hagia Shopia direbut dan diubah menjadi sebuah Masjid. Pasca kejatuhan kekaisaran Byzantium, kekhalifahan Ottoman menggantikan menguasai wilayah-wilayah bekas kekuasaan kekaisaran Byzantium. Tanah Palestina menjadi salah satu provinsi kekhalifahan Ottoman.

Tahun 1918 Masehi pasca Perang Dunia I, kekhalifahan Otoman yang kalah perang dari kerajaan Inggris Raya menyerahkan wilayah kekuasaannya yang berada di Timur Tengah termasuk provinsi Palestina kepada kerajaan Inggris Raya. Sebagai upaya untuk menjaga kestabilan wilayah-wilayahnya di Timur Tengah, kerajaan  Inggris Raya menjanjikan kemerdekaan pada bangsa Arab-Palestina yang tinggal di provinsi Palestina.

Tahun 1939 Masehi, selama masa Perang Dunia II bangsa Yahudi mendapat deskriminasi dan aksi genosida dari bangsa NAZI Jerman. Sebagai upaya untuk menyelamatkan bangsa Yahudi dari genosida, kerajaan Inggris Raya memulangkan bangsa Yahudi ke tanah Palestina, yaitu tanah leluhur mereka. 

Namun kepulangan bangsa Yahudi ke tanah Palestina ini tidak disambut baik oleh bangsa Arab-Palestina. Konflik agama dan ras mulai sering terjadi semenjak bangsa Yahudi secara berkala kembali ke tanah Palestina setelah hampir 1000 tahun mereka terusir dari tanah leluhur mereka. Bangsa Yahudi yang disatukan dalam semangat nasionalisme Zionis bertahan dari persekusi bangsa Arab-Palestina dan genosida bangsa NAZI Jerman.

14 Mei 1948, sebagai wujud atas janji kerajaan Inggris Raya pada bangsa Yahudi yang bersedia membantu kerajaan Inggris selama perang, kerajaan Inggris Raya memberikan kemerdekaan pada bangsa Yahudi, dan memberikan wilayah provinsi Palestina kepada bangsa Yahudi. Bangsa Yahudi mendeklarasikan diri dengan nama negara Israel. Namun kemerdekaan bangsa Yahudi-Israel ini ditentang habis-habisan oleh bangsa Arab-Mesir, bangsa Arab-Syria dan bangsa Arab-Palestina.

Hal ini karena sebelumnya kerajaan Inggris Raya telah lebih dulu memberikan janji kemerdekaan pada bangsa Arab-Palestina dan menyerahkan wilayah provinsi Palestina kepada bangsa Arab-Palestina. Hanya satu hari berselang setelah deklarasi kemerdekaan bangsa Yahudi-Israel, mereka diserang oleh pasukan gabungan negara-negara Arab. Namun bangsa Yahudi-Israel berhasil bertahan, dan malahan berhasil mencaplok sebagian besar wilayah pendudukan bangsa Arab-Palestina. Perang berkepanjangan kemudian terus terjadi antara bangsa Yahudi-Israel dengan bangsa Arab-Palestina.

Tahun 1995 Masehi, karena baik bangsa Yahudi-Israel dan bangsa Arab-Palestina telah lelah berperang. Dimulailah perjanjian Oslo antara bangsa Yahudi-Israel dengan bangsa Arab-Palestina, ditengahi oleh bangsa Amerika. Hasil dari perjanjian oslo ini adalah:

1. Bangsa Arab-Palestina mengakui kemerdekaan bangsa Yahudi-Israel, bangsa Yahudi-Israel mengakui kemerdekaan bangsa Arab-Palestina.

2. Wilayah provinsi Palestina dibagi antara bangsa Yahudi-Israel dengan bangsa Arab-Palestina, dengan kota Yerusalem dijadikan kota Internasional dibawah perlindungan Perserikatan Bangsa-bangsa. Ibu kota negara Israel berada di Tel Aviv, sementara ibu kota negara Palestina berada di Ramalah.

Sayangnya perjanjian oslo ini ditolak oleh kelompok Hamas-Palestina yang menguasai wilayah Gaza. Kelompok Hamas-Palestina adalah oposisi kelompok Fatah-Palestina yang merupakan pemerintahan resmi bagi bangsa Arab-Palestina. Kelompok Hamas-Palestina menginginkan kemerdekaan bangsa Arab-Palestina secara seratus persen dengan memusnahkan keberadaan bangsa Yahudi-Israel. 

Sementara itu kelompok Fatah-Palestina menginginkan kemerdekaan seratus persen juga dengan berusaha untuk hidup berdampingan dengan bangsa Yahudi-Israel. Jadi pada dasarnya kelompok Hamas-Palestina adalah kelompok anti-Yahudi, sementara kelompok Fatah-Palestina adalah kelompok pro-Kemerdekaan.

Kelompok Hamas-Palestina yang berhasil menguasai Gaza sepenuhnya, kemudian melancarkan serangan gerilya kewilayah-wilayah pendudukan bangsa Yahudi-Israel. Mulai dari bom bunuh diri, serangan rudal udara, serangan senjata api, penculikan dan lain sebagainya dilancarkan untuk memusnahkan bangsa Yahudi-Israel. 

Bersamaan dengan itu kelompok Hamas-Palestina menggunakan mediasosial untuk menarik simpatisan umat Muslim di dunia agar mau membela dan berdonasi pada kelompok Hamas-Palestina. Disisi lain kelompok Hamas-Palestina berusaha merebut kekuasaan dari kelompok Fatah-Palestina atas bangsa Arab-Palestina. Serangan gerilya yang mematikan dari kelompok Hamas-Palestina, memaksa bangsa Yahudi-Israel membangun tembok pembatas di wilayah perbatasan Gaza dengan wilayah pendudukan bangsa Yahudi-Israel.  

Sampai hari ini kedua bangsa ini terus berperang tanpa memiliki kesepakatan damai. Kejahatan kemanusiaan dilakukan oleh kedua belah pihak, baik pihak Yahudi-Israel maupun pihak Arab-Palestina. Hanya saja dunia seperti menutup mata pada salah satu pihak, mereka yang membela bangsa Arab-Palestina, akan menutup mata pada kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh bangsa Arab-Palestina. Sementara itu mereka yang membela bangsa Yahudi-Israel, seperti buta terhadap aksi genosida dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh bangsa Yahudi-Israel.

Sebenarnya ada satu solusi perdamaian yang sempat beredar di media sosial terkait konflik kemanusiaan yang terjadi di Tanah Suci. Setelah gagal dalam ide "Two State Solution" dalam perjanjian oslo,  maka munculah isu mengenai "One State Solution"  yang hampir saja disetujui oleh kedua belah pihak, namun gagal disetujui setelah Hamas-Palestina menyerang wilayah pendudukan bangsa Yahudi-Israel dengan ratusan rudal beberapa saat yang lalu. 

One State Solution sendiri adalah sebuah ide untuk menyatukan kedua pemerintahan baik pemerintahan bangsa Yahudi-Israel dengan pemerintahan bangsa Arab-Palestina. Kedua pemerintahan itu akan sama-sama berdaulat atas satu wilayah yang sama. Ide ini mirip seperti sistem pemerintahan pada zaman Romawi Bersatu, ketika ada lima kepala negara yang memimpin satu kekaisaran Romawi Bersatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun