Secara umum revisi UU Desa bertujuan untuk mempercepat keberhasilan dan memperkuat pembangunan desa. Melihat substansi yang diatur di revisi UU, tampaknya masih berfokus pada periodisasi jabatan kepala desa dan tuntutan penambahan dana desa, bukan bagaimana mendapatkan kepala desa dan perangkat desa yang memiliki kapasitas dan berintegritas. Sebab, desa akan memperoleh manfaat dari perpanjangan masa jabatan jika kepala desa berkualitas (Kompas.id/4/p4/2024).
Harapannya bahwa kualitas sumber daya manusia dapat ditingkatkan. Namun secara eksplisit berkaitan dengan peningkatan kualitas pemerintahan desa tidak ditampilkan demikian.Â
Revisi UU Desa juga tak mengubah sistem penyelenggaraan pemerintah desa dalam UU sebelumnya. Praktiknya, implementasi UU Desa juga masih dihadapkan pada persoalan kewenangan dengan supra desa di mana desa tak memiliki kekuatan untuk menjalankan pembangunan berdasar prakarsa masyarakat desa.Â
Tantangan Tata Kelola Pemerintahan Desa
Masih banyak persoalan yang terjadi di desa. Salah satu akar masalahnya karena tata kelola pemerintah yang belum baik.Â
Dalam laman Kompas.id terbitan tanggal 4 April 2024 dijelaskan bahwa desa masih dihadapkan pada beberapa catatan dari sisi perencanaan, penganggaran, kebijakan, dan kelembagaan desa.
Dari sisi perencanaan desa, ruang partisipasi masyarakat perlu dibangun dan diakomodasi, bukan hanya kelompok elite tertentu. Tujuan awal pembentukan UU Desa adalah mendorong pembangunan desa yang bersifat bottom-up. Artinya, masyarakat desa seharusnya berfungsi sebagai pelaksana, pengawas, pendukung, dan peninjau pembangunan.
Penganggaran juga masih bermasalah, khususnya aspek pembinaan dan pengawasan yang berimplikasi pada meningkatnya praktik korupsi di desa. Dana desa terus meningkat, berbanding lurus dengan peningkatan korupsi desa. Banyaknya kepala desa terjerat kasus korupsi menandakan lemahnya fungsi pengawasan dan menunjukkan tak semua kepala desa memiliki integritas.
Data KPK 2023, pada periode 2015-2022 ada 601 kasus korupsi di desa dengan total tersangka 686 orang. Perlu dipikirkan mekanisme pemilihan kepala desa berkualitas sebelum revisi UU Desa diketok (Kompas.id/24/04/2024).
Di sisi kebijakan, beberapa studi menyebutkan desa kurang produktif dalam menyusun peraturan desa di luar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). Artinya, kewenangan desa belum dimanfaatkan secara penuh, padahal banyak urusan yang diatur oleh desa sendiri (ruang inovasi desa rendah).
Masih banyak desa yang belum memiliki pendamping. Di beberapa kasus, satu pendamping berkewajiban mendampingi tiga desa atau lebih sekaligus. Idealnya setiap desa memiliki satu pendamping.