Mohon tunggu...
Oktavianus Daluamang Payong
Oktavianus Daluamang Payong Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menulis adalah merawat ingatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

PPN Naik 12 Persen, Bagaimana Nasib Masyarakat Rentan?

18 Maret 2024   12:13 Diperbarui: 18 Maret 2024   12:36 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar : RRI.co.id

Pemerintah baru-baru ini mengumumkan rencana untuk meningkatkan PPN sebesar 12%, yang telah memicu beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Kebijakan ini telah menjadi topik perdebatan yang hangat, dengan pendapat yang sangat berbeda tentang konsekuensi dan implikasinya. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan pajak pertambahan nilai (PPN) bakal tetap naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 meski presiden berganti (CNN Indonesia/12/03/2024)

Kenaikan PPN ini sejalan dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Di mana, ditetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025.

Apa Itu PPN

Berdasarkan kutipan dari CNN Indonesia PPN adalah pajak pertambahan nilai atau biaya tambahan yang harus dibayarkan konsumen saat membeli barang. Namun, tidak semua hal yang dibeli dikenakan PPN, melainkan hanya Barang Kena Pajak (BKP).

PPN dikenakan ke konsumen ada dua jenis. Pertama, dipungut dan ditentukan besarannya oleh Pemerintah Daerah (Pemda) yang disebut PB1.

PB1 saat ini masih sebesar 10 persen. PB1 dikenakan kepada konsumen, misalnya ketika makan di restoran. Pajak ini adalah tambahan biaya dari keseluruhan pembelian konsumen yang dipungut oleh pemda untuk keperluan daerah yang bersangkutan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) Pasal 58 ayat 1, PB1 merupakan bagian dari Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang ditetapkan sebesar 10 persen.

Adapun objek PBJT adalah makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir dan jasa kesenian/hiburan.

Sementara, PPN secara umum yang akan dinaikkan menjadi 12 persen pada 2025 dari saat ini 11 persen adalah yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

Untuk PPN secara umum diatur melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Subjek PPN ini adalah perusahaan yang masuk sebagai wajib pajak (WP) Badan.

Meski subjek PPN adalah perusahaan, namun tarif tersebut dipungut kepada konsumen. Jadi perusahaan hanya sebagai pemungut pajak perantara konsumen dan pemerintah.

Beberapa transaksi yang dikenakan PPN adalah pembelian rumah, kendaraan bermotor, layanan internet, sewa toko dan apartemen hingga jasa langganan netflix Cs. Artinya, jika PPN naik, maka harga barang-barang dan jasa tersebut sudah pasti ikut terkerek.

Namun di balik rencana kenaikan PPN tersebut tentu ada dampak yang diperoleh. Pertama-tama, ada yang menyambut baik langkah ini sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan negara. Dengan pendapatan pajak yang lebih tinggi, pemerintah memiliki lebih banyak sumber daya untuk menyalurkan dana ke berbagai sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Ini bisa menjadi langkah yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. 

Namun, banyak juga yang mengkhawatirkan dampak negatif dari  PPN naik 12 persen tersebut, terutama terhadap konsumen. Kenaikan harga barang dan jasa bisa merugikan konsumen, terutama mereka yang sudah berjuang untuk bertahan hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit. Ini juga bisa memicu penurunan daya beli secara keseluruhan, yang pada gilirannya bisa menghambat pertumbuhan ekonomi.

Tidak hanya itu, ada juga kekhawatiran tentang potensi dampak inflasi. Kenaikan PPN bisa mendorong produsen untuk menaikkan harga produk mereka, yang pada akhirnya bisa mengakibatkan kenaikan harga secara luas. Ini bisa menjadi beban tambahan bagi konsumen dan bisa mengganggu stabilitas ekonomi secara keseluruhan. 

Selain itu, perlu juga dipertimbangkan dampak distribusi dari PPN naik 12 persen ini. Apakah kebijakan ini akan memberatkan kelompok masyarakat yang lebih rentan secara ekonomi? Apakah ada langkah-langkah yang dapat diambil untuk melindungi mereka dari dampak negatifnya?  

Dampak PPN Naik 12 Persen Bagi Masyarakat Rentan

Kebijakan kenaikan PPN 12 persen berpotensi memberatkan kelompok masyarakat yang lebih rentan secara ekonomi. Ada beberapa alasan mengapa hal ini bisa terjadi: 

Pertama, peningkatan biaya hidup: kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah cenderung menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan pokok, seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Kenaikan PPN akan menyebabkan kenaikan harga barang-barang tersebut, yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya hidup mereka. 

Kedua, penurunan daya beli: kenaikan harga barang-barang akibat kenaikan PPN dapat mengurangi daya beli kelompok masyarakat yang lebih rentan secara ekonomi. Mereka mungkin terpaksa memangkas pengeluaran untuk kebutuhan lain, seperti pendidikan atau kesehatan, atau bahkan terpaksa berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Ketiga, tidak adanya alternatif: beberapa kelompok masyarakat mungkin tidak memiliki akses atau pilihan untuk menghindari barang-barang yang terkena kenaikan PPN. Misalnya, mereka mungkin tidak dapat memilih untuk membeli barang impor yang tidak terkena PPN atau barang-barang mewah yang tidak termasuk dalam kategori yang dikenai PPN. 

Keempat, kesenjangan sosial: kenaikan PPN 12 persen dapat memperkuat kesenjangan sosial antara kelompok masyarakat yang lebih mampu dan yang kurang mampu secara ekonomi. Mereka yang mampu mungkin dapat menanggung kenaikan harga tanpa terlalu terpengaruh, sementara kelompok masyarakat yang lebih rentan secara ekonomi akan merasakan dampaknya dengan lebih kuat.

Kelima dampak psikologis: Kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok akibat kenaikan PPN 12 persen juga dapat memberikan dampak psikologis yang negatif bagi kelompok masyarakat yang sudah merasa tertekan secara finansial. Hal ini bisa meningkatkan tingkat stres dan kecemasan, serta menimbulkan perasaan ketidakadilan terhadap sistem pajak.

Dengan demikian, kenaikan PPN bisa memberatkan kelompok masyarakat yang lebih rentan secara ekonomi, dan perlu dilakukan analisis yang cermat untuk memahami dampaknya dan memastikan bahwa langkah-langkah perlindungan sosial yang memadai tersedia untuk mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun