Mohon tunggu...
Gunawan S. Pati
Gunawan S. Pati Mohon Tunggu... Dosen - dosen

Penikmat buku dan pengamat pendidikan dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Cara Unik Membangun Personal Branding

11 Juni 2021   21:05 Diperbarui: 16 Juni 2021   01:55 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi branding (sumber:freepik)

Ilustrasi branding (sumber:freepik)
Ilustrasi branding (sumber:freepik)
Memang banyak cara membangun personal branding bisa cara langsung pada sasaran atau melalui internet (medsos) tetapi yang saya lakukan berbeda makanya saya katakan unik. 

Personal branding ala saya dilatarbekangi beberapa orang membicarakan tentang kepemimpinannya. Ini terjadi sewaktu saya mengikuti pelatihan bersama guru-guru, sewaktu istirahat mereka membicarakan pimpinannya. 

Tidak ubahnya jika siswa kumpul siswa yang dibicarakan ya gurunya, guru kumpul guru yang dibicarakan ya kepala sekolahnya dan dosen kumpul dosen yang dibicarakan ya ketua jurusannya. 

Yang dibicarakan lebih banyak pada aspek negatifnya daripada aspek positifnya. Ternyata orang-orang sudah membangun personal branding terhadap individu yang ada pada komunitasnya.

Pengalaman ini ketika saya sebagai pimpinan sekolah menengah pertama negeri pada tahun 1996. Yang terjadi pada institusi pendidikan biasanya calon pimpinan mendapat surat keputusan (SK) untuk menjadi kepala sekolah langsung serah terima dengan kepala sekolah lama. Dengan cara seperti ini kepala sekolah baru langsung mengelola sekolah sesuai dengan visi sekolah. 

Setiap sekolah memang sudah memiliki visi dan misi sehingga jika terjadi pergantian pimpinan tidak harus mengubah visi dan misi. 

Teknik yang sering dilakukan oleh pimpinan sekolah dalam mengelola sekolah adalah berdasarkan teori yang diperoleh dalam pelatihan sebelum dilantik. Selain teori-teori yang telah dipelajari pimpinan sekolah biasanya meniru pemimpin idolanya.

Setelah kurang lebih 1 tahun mengelola sekolah saya berupaya menyerap asprirasi para guru dan staf tata usaha barangkalai ada masalah yang perlu dibicarakan dan dipecahkan bersama. 

Sayangnya, untuk menyampaikan permasalahan maupun ide di depan orang banyak belum menjadi kultur di sekolah. Ada rasa kurang enak jika mereka akan menyinggung orang lain.  Hal ini merupakan budaya jawa yang lebih mengedepan perasaan daripada keterusterangan.

Saya pikir cara yang  paling tepat untuk menyerap aspirasi dari para guru dan staff karyawan adalah dengan angket atau survey. Cara seperti  ini mungkin dianggap  unik karena belum terbiasa.

Rasionalitas dalam penyusunan angket ini adalah menyerap aspirasi guru dan karyawan agar saya tahu apa yang sebenarnya diinginkan dan sekaligus sebagai evaluasi model kepemimpinan yang saya terapkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun