Mohon tunggu...
Gunawan S. Pati
Gunawan S. Pati Mohon Tunggu... Dosen - dosen

Penikmat buku dan pengamat pendidikan dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ini 3 Solusi Quarter Life Crisis

22 Mei 2021   20:59 Diperbarui: 23 Mei 2021   12:04 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                Ilustrasi Quater Life Crisis (Sumeber: freepik)

Ketika saya sedang berjalan menuruni tangga kantor  berpasasan dengan salah satu mahasiswa pascasarjana, dia berhenti sejenak memberi salam dan bertanya, " Minggu depan kuliahnya masih online pak?" Sambil tersenyum saya menjawab, " Masih mas, karena rektor belum mengizinkan kuliah tatap muka." 

Masih sambil berdiri dia melanjutkan," Saya dulu kuliah di UT jarang ada pertemuan tatap muka, dan saya kuliah di sini ingin kuliah tatap muka bisa ketemu teman-teman, berdiskusi dan melatih kemampuan komunikasi, sayang ada pandemi Covid-19." Saya mencoba memotivasi dia, "Semoga tahun kuliah 2021/2022 kita bisa kuliah tatap muka ya mas." Sambil mengucapkan terima kasih saya dan dia melanjutkan kepentingan masing-masing.

Oh ya beberapa hari sebelumnya saya juga menerima pesan singkat lewat WhatsApp dari salah satu mahasiswa S1 yang intinya sudah mulai bosan kuliah online dan merasa khawatir dan galau dengan kemampuannya barangkali belum sempurna dan was-was mencari pekerjaan. Kekhawatirannya tersebut  beralasan karena kompetensi yang dimiliki belum meyakinkan akibat seringnya pembelajaran online serta lapangan pekerjaan semakin terbatas akibat pandemi Covid-19.

Saya pikir apa yang disampaikan dua mahasiswa tersebut memang rasional akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan tidak menentu kapan berakhir. Perasaan khawatir, panik, ragu-ragu, cemas dan tidak tahu apa yang harus diperbuat bisa juga muncul saat ini.  

Padahal kehidupan harus tetap berjalan meski diliputi ketidakpastian. Karakteristik emosional semacam itu yang muncul pada usia seperempat abad disebut sebagai quarter-life crisis, istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Alexander Robbins dan Abby Wilner dalam bukunya yang ditulis tahun 2001 dengan judul  Quarterlife Crisis:The unique Challenge in Your Twenties, merupakan pengalaman penulisnya yang merasa khawatir tentang masa depannya setelah lulus dari perguruan tinggi. Rasa frustasi muncul akibat krisis identitas, hubungan persahabatan. Karier yang belum ada kepastian atau kekecewaan terhadap sesuatu.

Perasaan krisis saat ini tentunya berbeda dengan situasi yang pernah ditulis Alexander Robbins dan Abby Wilner tahun 2001, krisis sekarang justru lebih parah akibat pandemi Covid-19. Solusinya harus tepat sasaran sehingga yang menghadapi krisis bisa terbantu. Kalau Robbin dan Wilner menyebut krisis seperempat abad merupakan masa transisi dari remaja ke dewasa yang biasanya dilewati dengan perasaan galau.Usia seperempat abad saat ini ada yang sudah lulus S1 dan ada juga yang sedang studi lanjut S2. Malah sekarang mahasiswa S2 sebagian besar masih muda karena setelah lulus S1 belum dapat pekerjaan, sambil menunggu dapat pekerjaan sekalian studi lanjut.

Identifikasi krisis yang dihadapi

Agar kita mampu mencari solusi yang tepat perlu mengidentifikasi atau mengenal jenis krisis yang dihadapi. Ibaratnya anak yang sakit panas/demam diberi obat penurun panas bisa sembuh tapi panasnya muncul lagi. Untuk mengobati gejala panas yang muncul perlu didiagnosis dulu untuk mencari akar permasalahannya atau sumber penyakitnya. Panas itu gajala yang muncul, anak yang sakit panas bisa disebabkan flu, radang tenggorokan, malaria, demam berdarah bahkan Covid-19. 

Setelah didiagnosis dan ketemu sumber penyakitnya maka dokter akan memberi obat yang cocok. Demikain pula menghadapi krisis perlu diidentifikasi dahula agar tahu karakteristik sumber krisisnya. Ada beberpa jenis krisis yang muncul di antaranya. Pertama, bingung menghadapi masa depan, krisis seperti ini baisanya dialami para mahasiswa yang akan lulus maupun sudah lulus. Apalagi saat ini masih masa pandemi Covid-19 menambah perasaan semakin khawatir, kok bisa khawatir? Pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya Indonesia turun bahkan pertumbuhannya minus, banyak perusahaan yang terpaksa mengurangi jam kerjanya bahkan memberikan pemutusan hubungan kerja (PHK). Situasi semacam ini yang membuat cemas para lulusan baru, mereka baru lulus dan belum memiliki pengalaman kerja harus menghadapi situasi yang tidak menentu.

Kedua, bingung menentukan pilihan dalam mengambil keputusan, pada dasarnya manusia hidup selalu dihadapkan dengan mengambil keputusan. Setelah lulus dari perguruan tinggi apa yang akan dilakukan,, bisa langsung kerja tetapi lowongan pekerjaan terbatas akibat pandemi Covid-19 atau melanjutkan kuliah. Setiap keputusan yang diambil pasti ada konsekuensinya. Hal-hal seperti ini menyebabkan generasi seperempat abad jadi ragu-ragu dalam pengambilan keputusan karena belum berpengalaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun