Sayangnya, panduan-panduan yang telah dikeluarkan oleh Kemendikbud lebih banyak yang bersifat “what” aspek substansi materi dan “how” bagaimana menyampaikan materi kepada siswa bukan aspek “why” rasionalitas dalam pemilihan tindakan akibatnya tekanan psikologis belum dipertimbangkan.
Sebaiknya tidak hanya sekedar “adop” tetapi juga “adapt” bukan sekedar menggunakan hal-hal baru tetapi perlu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan serta dampak psikologisnya.
Sudah waktunya pemerintah memetakan masalah-masalah yang muncul akibat PJJ pada masa pandemi Covid-19 dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Hal ini perlu dilakukan jika kita mengamati grafik pasien yang terpapar Covid-19 malah semakin meningkat bukannya menurun, apalagi vaksininasi Covid-19 di Indonesia diperkirakan membutuhkan waktu 7 tahun. Ini artinya PJJ masih tetap akan dilaksanakan sepanjang masyarakat belum memiliki kekebalan terhadap Covid-19.
Namun dalam jangka pendek ada hal-hal yang perlu diperhatikan agar PJJ dapat berjalan seperti yang diharapkan dan mengurangi beban psikologis siswa. Pertama, guru sebaiknya juga mempertimbangkan beban tugas yang dibebankan pada siswa.
Misalnya 1 hari ada 5 mata pelajaran dan masing-masing guru memberi tugas akibatnya beban tugas terlalu banyak apalagi ada guru yang menggunakan zoom atau google meet sehingga membutuhkan kehadiran secara real time. Kepala sekolah sebaiknya mengatur beban tugas yang diberikan kepada siswa sehingga tugas yang diberikan terukur.
Kedua, PJJ sudah berlangsung sekitar 8 bulan yang mengakibatkan siswa menjadi jenuh dengan tugas-tugas yang monoton. Kejenuhan bisa mengakibatkan siswa tidak tertarik mengikuti PJJ dengan serius akhirnya hasil PJJ tujuannya tidak tercapai.
Sebetulnya guru dapat bertanya pada siswanya apa yang diinginkan agar PJJ tidak menjemukan dan tetap menarik. Selama ini, suara siswa jarang didengarkan dalam menyusun rencana pembelajaran, siswa hanya menerima apa yang akan diajarkan guru akibatnya semangat belajarnya rendah.
Apabila dalam perencanaan pembelajaran mempertimbangkan usulan siswa maka proses pembelajarannya akan lebih menarik karena sudah ada kesepakatan antara guru dan siswa.
Ketiga, permasalahan semakin kompleks ketika yang diajarkan guru mata pelajaran yang di jenjang sebelumnya tidak ada, misalnya bahasa Inggris, tidak semua siswa SD menerima pelajaran bahasa Inggris tergantung daerah masing-masing.
Jika bahasa Inggris sebagai muatan lokal maka siswa akan menerima pelajaran bahasa Inggris, sebaliknya jika bahasa Inggris bukan muatan lokal maka siswa tidak akan menerima pelajaran bahasa Inggris.