Gunawan Setiadi_ Dalam rapat kerja sama  dengan Komisi X DPR RI, Kamis, 2 Juli 2020,  Mendikbud Nadiem Makarim mewacanakan akan  mempermanenkan  Pembelajaran jarak Jauh (PJJ) setelah pandemi Covid-19 selesai.Â
Pro dan kontra atas wacana mempermanenkan PJJ pun muncul, ada yang setuju dengan pernyataan Mendikbud tetapi banyak juga yang tidak setuju dengan penerapan PJJ. Â
Yang setuju menyatakan bahwa sudah waktunya pendidikan di Indonesia memanfaatkan teknologi untuk pendidikan sedangkan yang tidak setuju berdalih bahwa infrastruktur dan sistemnya belum siap dan merupakan keputusan yang tergesa-gesa tanpa ada kajian akademis.Â
Nampaknya Mas Nadiem membiarkan pro dan kontra itu menjadi diskursus publik, dengan demikian ide dan saran dari pakar pendidikan muncul dan  dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Â
Setelah 4 hari pro dan kontra, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril menegaskan PJJ hanya untuk zona kuning, oranye serta merah dan tidak permanen. Yang permanen adalah tersedianya berbagai platform PJJ, termasuk yang bersifat dalam jaringan (daring) dan  di luar jaringan(luring), seperti rumah belajar.
Tampaknya ada missing link apa yang telah disampaikan mas Nadiem dengan klarifikasi yang  disampaikan Dirjen GTK Kemendikbud. Substansi pernyataan mas Nadiem adalah PJJ dan pembelajaran kombinasi (hybrid/blended learning) merujuk pada media pembelajaran berupa pemanfaatan Learning Management system (LMS) seperti Moodle, Google Classroom, schoology dan lain-lain.Â
Sedangkan yang telah disampaikan Dirjen GTK Kemendikbud adalah sumber belajar yang akan dipermanenkan.Padahal sember belajar seperti rumah belajar dan ruang guru.com sudah cukup lama ada dan sampai sekarang masih digunakan sebagai sumber belajara bagi siswa dan guru.
Sebenarnya, apa yang telah disampaikan Mas Nadiem sebagai test the water --strategi jitu- untuk memancing reaksi publik atas rencana yang akan dilakukan setelah new normal.Â
Publik sudah terlanjur merespon negatif terhadap pemikiran mas Nadiem yang out of the box dalam strategi pembelajaran, akhirnya Dirjen GTK Kemendikbud menyampaikan klarifikasi yang tujuannya agar tidak ada kegaduhan publik dalam masa pandemik Covid-19.Â
Publik sudah terbayang tentang PJJ seperti Universitas terbuka (UT) yang tidak ada pembelajaran tatap muka (face to face learning) sehingga mereka kawatir akan hasil lulusan PJJ.Â
Pertanyaan-pertanyaan pun muncul: (1) bagaiman membentuk karekter siswa jika tidak ada pembelajaran tatap muka, (2) bagaimana tumbuh kembang siswa jika tanpa sosialisasi dengan teman sebaya, dan (3) Â bagaimana memvalidasi dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah.
Penulis sepakat apa yang telah disampaikan Pengamat pendidikan Doni Koesoema bahwa PJJ yang disampaikan Mas Nadiem merupakan bagian dari proses pembelajaran (Kompas.com.3/7/2020).Â
Jika PJJ akan diterapkan butuh kajian yang mendalam, penyiapkan infrastruktur dan sistem yang memadai serta kajian  hasil riset PJJ. Regulasi sebagai payung hukum sebenarnya sudah ada yaitu Undang-undang Sistem Pendidikan Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2020, bab VI, pasal 31 yang menyatakan (1) pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, dan (2) pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau regular.Â
Bahkan tahun 2002, UNESCO telah menerbitkan buku berjudul Information and Communication Technology in Education -- A Curriculum For School and Programme of Teacher Development.Â
Organisasi tersebut memprediksi bahwa dalam jangka pendek TIK merupakan bagian dari masyarakat modern. Kalau negara kita Indonesia akan mencoba mempermanenkan PJJ setelah Covid-19 adalah sebuah keniscayaan untuk  menjawab tantangan zaman dan tuntutan kebutuhan pemerataan pendidikan yang berkualitas.Â
PJJ bagi Pendidikan Tinggi (PT) pun  sudah ada regulasinya, yaitu Permendikbud Nomor 20 Tahun2013 tentang Penyelengaraan PJJ, meski hanya beberapa PT yang sudah membuka PJJ kecuali UT.Â
Masyarakat belum begitu percaya terhadap PJJ, diperlukan intervensi pemerintah agar minat masyarakat meningkat terhadap PJJ. Intervensi pemerintah khususnya Kemendikbud sangat diperlukan untuk menaikan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi yang baru mencapai 34, 8 persen pada tahun 2019.
Optimalisasi platform pembelajaran daring
Pengalaman memanfaatan berbagai platform pembelajaran daring, sebagaian besar guru sudah mampu membandingkan kelebihan dan kekurangan pembelajaran tatap muka (face to face learning) dan pembelajaran daring (online learning).Â
Pengalaman pemanfaatan platform pembelajaran daring ini merupakan pengalaman yang berharga bagi guru yang selama ini selalu menggunakan pembelajaran tatap muka.Â
Sayang, apabila pengetahuan dan keterampilan guru yang sudah mulai tumbuh dan berkembang dalam  memanfaatkan platform pembelajaran daring tidak diteruskan.Â
Setelah pandemi Covid-19 tidak ada, pembelajaran daring bisa digunakan sebagai pembelajaran alternatif untuk pelajaran tambahan (les) atau kegiatan lain  yang selama ini menyita waktu. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan platform pembelajaran daring agar hasil belajar siswa bisa optimal.
Pertama, metode yang digunakan dalam pembelajaran daring harus berbeda dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran tatap muka. Disarankan untuk menggunakan metode yang bersifat Personalized Learning Environment (PLE) yang memperhatikan perbedaan individu.Â
Individu sifatnya unik, mereka berbeda dalam hal kemampuan, minat, bakat, kepribadian dan emosi. Dalam pembelajaran daring, guru memiliki waktu untuk memperhatikan setiap individu, dengan demikian mereka merasa lebih semangat dalam belajar.
Kedua, sebagian besar platform pembelajaran daring menyediakan folder individu, guru dapat memberikan umpan balik setiap siswa sehingga siswa tahu kesalahan yang telah dibuat.Umpan balik merupakan saran, masukkan, nasehat, evaluasi dan pujian yang diberikan guru yang tujuannya  meningkatkan hasil belajar siswa  (Banerjee, 2014).Â
Umpan balik sangat bermanfaat karena bentuk perhatian guru kepada siswanya secara individu. Dalam pembelajaran tatap muka, guru tidak mempunyai waktu memberikan umpan balik secara individu.
Ketiga, memaksimalkan penggunaan belajar tuntas (mastery learning) yang selama ini praktiknya belum optimal  sebab guru kekurangan waktu. Guskey (2005) menyatakan belajar tuntas yang digagas Bloom dapat meningkatkan hasil belajar siswa,Â
Bloom yakin  bahwa semua siswa mampu berprestasi yang membedakan waktu  belajarnya.  Artinya, siswa yang cerdas mampu menguasai materi dalam waktu singkat, sebaliknya siswa yang lamban belajar butuh waktu lama untuk menguasai materi.Â
Siswa yang tuntas dapat  memperkaya (enrichment) pengetahuannya  dengan mengunduh (download) materi pengayaan yang sudah disiapkan guru di platform pembelajaran daring. Siswa yang belum tuntas dapat dibimbing secara individual dengan memanfaatkan fitur yang ada pada platform pembelajaran daring.
Secanggih apapun sebuah platform pembelajaran daring keefektifannya tergantung pada orang yang menggunakannya. Pilihlah platform pembelajaran yang memenuhi syarat pedagogis selain fitur-fiturnya cukup lengkap. Pembelajaran daring merupakan salah satu bentuk dari PJJ yang hasil pembelajaran --menurut berbagai riset- tidak jauh berbeda dengan pembelajaran tatap muka.
Semoga bermanfaat
Pati,(Jateng), 11 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H