[caption caption="source: http://www.aljazeerah.info"]
“gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja“
Perang di Timur Tengah ada di Indonesia, siapa yang membawa?
Dimulai sejak tahun 1917 atas mandat Inggris (Britania) yang dipandang oleh orang Yahudi dan Arab sebagai janji Inggris untuk memberikan wilayah kepada orang Yahudi di Timur Tengah. Tentu saja hal ini ditentang oleh bangsa Arab yang tinggal disekitarnya seperti Mesir, Yordanian, Lebanon, Arab Saudi dan Irak. Namun pada tahun 1948 setelah Inggris pergi dari Timur Tengah, orang-orang Yahudi secara sepihak mendirikan Negara Israel. Perang berlangsung di Palestina dengan sengitnya dan terjadi beberapa periode: Perang Arab-Israel (1948), Perang enam hari (1967), Perang Yom Kipur (1973), Intifada Pertama (1987-1993), Intifada Al-Aqsa (2000 sd sekarang). Hampir semua negara di Timur Tengah terlibat dalam perang ini dan berusaha mengusir pendudukan bangsa Yahudi di Palestina.
Semua simpati dari Negara-negara dunia kepada Palestina maupun Israel berdatangan. Negara-negara barat termasuk Negara yang mendukung Israel, dan Negara-negara Islam mendukung Palestina. Indonesia secara umum termasuk yang mendukung Palestina. Namun pada akhirnya dengan berlarut-larutnya perang dan mulai kehilangan tujuan perjuangan rakyat Palestina yang dikotori kaum radikal yang memangsa bukan hanya Israel namun juga kaum sebangsanya sendiri, beberapa Negara Islam yang tadinya bersimpati kepada Palestina mulai meninggalkannya, bahkan melakukan beberapa boikot seperti Mesir, Yordania bahkan Saudi Arabia. Hal ini Nampak sekali saat perang Protective Edge 2014 lalu, Mesir melakukan pembanjiran terowongan Gaza untuk menghambat suplai perbekalan gerilyawan Hamas, sementara Saudi Arabia dan Mesir terus melakukan komunikasi intensif mengenai perkembangan Operasi Protective Edge seakan perang tersebut sudah disetting sedemikian rupa oleh ketiga negara ini.
Hal yang sering dilupakan oleh masyarakat Indonesia adalah: Perang yang terjadi di Jalur Gaza bukanlah perang antar agama Kristen dengan Islam. Sebab di Palestina ada penduduk beragama Kristen, Yuadism, dan Bahaism. Bahkan istri almarhum Presiden Yasser Arafat adalah seorang penganut Kristen Katholik. Dan sebaliknya di Israel, sebagian imam-imam yudaism menolak agama Kristen, bahkan cenderung berhati-hati, karena dianggap merusak Yudaism. Israel tidak sama dengan Kristen maupun sebaliknya. Jadi sangatlah naïf dan cetek pemikiran menyamakan perang Israel dengan Palestina adalah perang agama Kristen dan Islam. Walaupun kekristenan berasal dari keturunan Yahudi, sama seperti Islam mengakui kitab-kitab dan nabi-nabi Yahudi dari Nabi Yakub AS sampai dengan Nabi Isa AS, namun tidak dapat diidentikan bahwa memerangi Israel/ Yahudi sama dengan memerangi Kristen.
Perang Teluk Amerika dan Irak
Perang Teluk 1 awalnya adalah invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1990. Karena kebankrutan ekonomi Irak akibat perang berkepanjangan dengan Iran, Irak memerlukan Petro Dolar dan secara resmi pada tanggal 2 Agustus 1990 Irak menginvasi Kuwait. Akhirnya Amerika dan pasukan koalisinya berhasil menghalau Irak dari Kuwait. Perang Teluk berkelanjutan menjadi Perang Perang Irak tahun 2003 (dengan tuduhan yang tidak terbukti bahwa Irak menciptakan senjata pemusnah massal).
Kembali para fanatik agama menginterpretasikan bahwa ini adalah perang Kebajikan (Islam) melawan Syaitan (Amerika dan koalisinya atau Kristen). Anggapan Perang melawan Kristen berasal dari mayoritas Amerika dan koalisinya adalah Kristen. Orang Indonesia lupa atau kurang memperhatikan dengan cermat, bahwa sejak akhir abad 20, orang Kristen pun ditekan di Amerika. Tidak mengijinkan adanya pelajaran agama di sekolah-sekolah. Memisahkan agama dengan Politik dan Kekuasaan. Namun entah mengapa gaungnya yang ditangkap oleh masayarakat Indonesia pada umumnya adalah Perang Kebajikan (Islam) melawan Kebathilan (Kristen). Mereka lupa sebelumnya bahwa Irak lah yang pertama menyerang Kuwait untuk merampok. Amerika sebagai perwakilan PBB memberikan sanksi resolusi yang dilanggar. Irak dan Kuwait kedua Negara tersebut sama-sama menjadikan Islam sebagai Agama Negara. Kembali Indonesia membawa pertempuran wilayah teluk ke Indonesia. Bom Bursa Efek Jakarta, Bom Bali, Bom JW Marriot adalah kelanjutan kebencian kaum radikalis yang mengaku Islam kepada bangsa barat yang ditumpahkan di Negara Indonesia yang korbannya mayoritas adalah Kaum Muslim dan Saudara Sebangsa sendiri (tentunya ada bangsa barat juga). Hal ini bukan saja mendukakan bangsa barat, namun terutama bangsa Indonesia dan umat muslim yang saleh yang menjalankan hakikat dan syarikat keagamaan dengan hati nurani yang terbuka.
Perang ISIS di Suriah dan Irak
ISIS (2013) adalah fanatisme blunder, simpati yang kebablasan. Momen Amerika dan Inggris melanggar batas-batas sanksi PBB pada Perang Irak II (2003 – 2011) menjadi kejahatan perangnya dijadikan alas an bagi sekelompok radikal yang blunder untuk mendirikan kekhalifahan di Suriah. Kembali pro kontra dari dunia menilai gerakan radikal ini, walaupun akhirnya dunia muak dengan kekejaman ISIS bahkan Islam radikal seperti Al Qaeda tidak mengakui ISIS sebagai bagiannya karena terlalu kejam dan biadab. Namun sekali lagi masyarakat Indonesia melihat ini adalah perang Islam (ISIS) melawan Kristen (Amerika dan koalisinya).
Namun kali ini terjadi kebingungan: siapakah ISIS ini mengapa begitu kaya? Apakah Amerika yang membiayai? Apakah murni gerakan sekelompok radikal Islam? Opini ini kemudian melebar dengan mewacanakan ide bahwa Amerika dan Yahudi sendiri yang mendanai pengemboman WTC pada September 2011. Muslim Indonesia mulai menuduh adanya sandiwara dalam perang melawan ISIS. Opini digelontorkan dengan menggunakan data asal-asalan seperti halnya foto-foto korban Palestina saat operasi Protective Edge2014 banyak menggunakan foto palsu (BBC berhasil membuktikan bahwa foto-foto tersebut diambil acak dari tahun-tahun perang di Gaza lama sebelum operasi Protecitive Edge 2014). Sementara di dalam Amerika para senator yang berseberangan sudah habis-habisan menghabisi Obama dengan kebijakan-kebijakannya yang mulai mendukung Palestina dan Iran alias bersebarangan dengan Israel. Sementara beberapa orang yang membenci Amerika dan koalisinya (karena dianggap Kristen) mengelu-elukan China dan Rusia sebagai Pahlawan sebenarnya dalam perang melawan ISIS (yang dituduh dibekingi Amerika). China dan Rusia??? Bukankah mereka komunis???? Sekalipun ada banyak masjid di China dan Rusia, namun banyak juga gereja di sana, dan masjid serta gereja tidak menjadikan mereka bukan komunis. Sebab ideologi komunisme tidak bisa hilang begitu saja dalam pandangan politik suatu negara.
Fanatisme blunder menghasilkan “Kulakan jare hasile pokoke”(peribahasa Jawa yang atinya kulakan / membeli: kata orang begini, menghasilkan: kata blunder ajaib pokoknya begitulah). Informasi dan kebenaran yang sangat absurd dan tidak bisa digunakan sebagai bahan untuk melegitimasi menyerang saudara sebangsa yang sama-sama lahir di Indonesia dan membangun Indonesia namun berbeda keyakinan. Namun kita harus menghargai relawan yang bergabung dengan ISIS, sebab sebaiknya pergi berjihad di negara orang daripada membawa pertempuran itu ke negara sendiri. Walau kita patut mengkhawatirkan, apakah mereka hanya pergi atau pulang dengan membawa permusuhan itu lebih dalam lagi ke dalam bangsa sendiri?
Pancasila Tidak Dilahirkan Dalam Semalam
Perenungan Falsafah Pancasila oleh Ir. Soekarno bukanlah dilakukan dalam semalam saja. Hari-hari yang panjang dalam pembuangan selama perang kemerdekaan membuat seorang Soekarno merenung mempelajari banyak kitab-kitab suci dari berbagai agama. Beliau mempelajari persamaan dan perbedaan dari ideologi yang ada di seluruh dunia, sambil mengandaikan bila suatu ketika Indonesia merdeka, bagaimana bisa menyatukan bangsa yang besar dan majemuk ini?
Akhirnya dalam perenungan yang panjang, Soekarno melihat bahwa Pancasila adalah solusi dari semua kekuatiran dan harapannya. Agama-agama dan kepercayaan di Indonesia tidak pernah menentang Pancasila. Sila pertama mengenai Ke-Esa-an Tuhan diakui oleh kelima agama besar di Indonesia, bahkan Buddha dan Hindu sebagai aliran panteism mengakui ke-Esa-an dalam Universalitas Tuhan (Tuhan adalah semesta). Banyaknya patung-patung dewa, bukanlah disembah, melainkan dihormati seperti kita mengenang foto orangtua dan para pahlawan. Sedangkan dalam agama Kristen sekalipun ada Bapa, Putra dan Roh Kudus bukan berarti Tuhan mereka ada tiga. Sebab dalam Kekristenan mengatakan: " the LORD our God, the LORD is one" Hebrew: יהוה אלהינו , ה 'אחד
yang dalam akar kata bahasanya merujuk pada Ke-Esa-an Tuhan. Trinitas dalam kekristenan adalah Tuhan yang omni present Maha Hadir dan Maha Cipta. Seperti halnya di dalam Islam bahwa “asyhadu an-laa ilaaha illallaah..” Tiada Tuhan selain Allah. Pancasila mengajarkan manusia yang beradab, mengutamakan akhlak, namun juga sanggup mengesampingkan segala perbedaan dan mengutamakan persamaan kepentingan serta memusyawarahkan di mana ada perbedaan dan bersikap adil dalam kehidupan masyarakatnya,
Malaysia memberlakukan undang-undang pelarangan menggunakan kata Allah di dalam Alkitab orang Katholik. Sebab sebagian orang Islam mengatakan bahwa Tuhan orang Islam adalah Allah dan orang Kristen bukan Allah. Sangat lucu dan kontradiktif, mengingat Islam dan Kristen punya akar yang sama dengan Yudaism. Bahkan Raja Hussein dari Yordania mengatakan bahwa “Kita adalah anak-anak Abraham.” Agama-agama seperti Yudaism, Kristen dan Islam berasal dari sumber yang sama : Torach (Taurat Yahudi) yang menjadi Tanakh/ Talmud, Alkitab dan Alquran. Maafkan karena tidak bisa dijelaskan dengan panjang lebar di sini mengenai sejarah masing-masing Agama tersebut yang semuanya mengaku wahyu langsung dari Allah atau Jehova, Tuhan Semesta Alam.
Essay yang berisi premis dan asumsi berdasarkan fakta-fakta di Timur Tengah ini menghasilkan suatu Hipotesis yang mengukuhkan Pancasila sebagai Falsafah yang paling tepat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia yang majemuk. Saling menghargai dan mendukung antar penganut agama yang berbeda. Sebaliknya ketika kita meninggalkan falsafah Pancasila, bahkan doktrin yang berbeda dari kitab suci agama yang sama sering menjadi legitimasi pembunuhan massal (seperti halnya kasus Ahmadiyah). Ketika minoritas A di suatu daerah ditindas, terjadi pembalasan oleh mayoritas A di provinsi lain (Kasus Tolikara versus Singkil). Maka itulah, diharapkan Pancasila menjadi solusi kebhinnekaan Indonesia yang Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja. Namun dengan rusaknya sejarah terciptanya Pancasila dan Kesaktian Pancasila yang penuh dengan darah tercurah dari anak bangsa yakni darah para pahlawan revolusi dan darah ribuan pengikut dan simpatisan partai komunis di Indonesia serta rusaknya sejarah oleh segelintir pembuat sejarah palsu: Apakah Pancasila masih layak sebagai wadah pemersatu Agama dan Ideologi? Masih saktikah burung Garudaku?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H