Mohon tunggu...
Paulus Teguh Kurniawan
Paulus Teguh Kurniawan Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan

Alumni Master of Science in Finance dari University of Edinburgh, Inggris Raya. Fasih bicara bahasa Inggris dan Mandarin. Saat ini bekerja sebagai akuntan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tidak Mengherankan Anies Baswedan Maju Pilgub DKI

26 September 2016   19:02 Diperbarui: 26 September 2016   19:11 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi sebagian pengagum Jokowi-Ahok, keputusan Anies Baswedan untuk maju ke Pilgub DKI bersama Sandiaga Uno lewat usungan Gerindra dan PKS mungkin cukup mengejutkan. Ya, semua pasti masih ingat bahwa Anies Baswedan adalah salah satu pahlawan utama kemenangan Jokowi di Pilpres yang lalu, mengingat beliau adalah ketua timses Jokowi-JK. Sedangkan Gerindra dan PKS adalah dua partai yang mungkin paling dibenci oleh para pengagum Jokowi-Ahok. Dua partai inilah yang habis-habisan melawan baik Jokowi maupun Ahok selama ini dan selalu berseberangan dengan mereka. 

Sebagai tambahan, saya mengamati, sepertinya bagi para pengagum Jokowi-Ahok, ada mindset bahwa siapapun yang maju ke Pilgub Dki melawan AHok pasti merupakan tokoh yang tidak baik. Logikanya sederhana: jika AHok adalah orang baik yang sanggup membangun Jakarta, maka siapapun yang berusaha menghalangi Ahok untuk memimpin Jakarta lagi pasti merupakan tokoh yang tidak baik. Saya ingat, saat muncul sinyal-sinyal bahwa Ridwan Kamil dan Tri Risma akan maju ke Pilgub DKI, sebagian Ahok lovers berulang kali menuduh keduanya adalah tokoh yang tidak baik. Saya amati hal tersebut di media sosial maupun di kolom komentar di beberapa situs media online.

Saya tidak setuju dengan mindset tersebut meskipun mungkin bisa dikatakan bahwa saya juga seorang Ahok lover. Bagi saya, sehebat dan sebaik apapun Ahok, beliau tetap memiliki kekurangan dan kesalahan. Apabila ada seorang calon kepala daerah yang yakin dirinya memiliki gagasan yang lebih baik daripada AHok untuk membangun Jakarta, maka bagi saya, tidak ada salahnya jika ia maju ke Pilgub DKI melawan AHok. 

Kembali lagi pada Anies Baswedan. Saya berpandangan, jika memang beliau memiliki gagasan yang lebih baik daripada Ahok untuk membangun Jakarta, tidak ada salahnya beliau maju Pilgub. Namun yang membuat saya kecewa adalah keputusannya untuk maju bersama Gerindra dan PKS, plus berpasangan dengan Sandiaga Uno. Sandiaga Uno merupakan tokoh yang menurut saya bukan tokoh yang bersih. Saat ini mungkin boroknya belum kelihatan jelas namun saya yakin lambat laun akan makin kelihatan. Namanya muncul di Panama Papers, ditambah lagi perusahaannya terkait dengan pembakaran hutan di Sumatera.

Dan yang paling utama adalah Gerindra dan PKS. Bagi saya, jika memang Anies Baswedan adalah tokoh yang baik, tidak mungkin beliau bersedia maju bersama partai-partai ini. Kedua partai ini sudah terang-terangan selama ini mengakui bahwa tujuan mereka adalah menggulingkan Ahok dari Jakarta, bukan untuk menjadikan Jakarta lebih baik. "Asal Bukan AHok", itulah prinsip mereka. Kenapa ANies Baswedan mau saja digunakan sebagai alat politik mereka? Ditambah lagi, sebagai mantan ketua timses Jokowi-JK, ANies pasti masih ingat betapa kotor dan menjijikkannya cara-cara yang digunakan kedua partai ini dalam Pilpres yang lalu.

Menolak lupa! Saya akan ungkit kembali semua jurus-jurus kotor tim Prabowo-Hatta dalam pilpres yang lalu. Berikut beberapa di antaranya:

Black champaign yang masif, menyebar fitnah lewat tabloid obor rakyat, membuat rekayasa survei palsu gallup, membuat rekaman pembicaraan palsu megawati dengan jaksa agung, menghack akun twitter asean, menyebar surat kampanye + uang kepada para guru (sampai kini masih menjadi misteri dari mana mereka mendapat data + alamat guru-guru tersebut), dan yang paling parah adalah memfitnah bahwa PDIP komunis di TVone. 

Pada hari pemungutan suara, hasil-hasil quick count menunjukkan kemenangan Jokowi. Namun tak disangka-sangka, ternyata di quick count yang ditayangkan di tvone dan tv MNC group, malah kebalikannya yang muncul: prabowo yang menang. Seharusnya orang normal pasti sudah bisa melihat jelas bahwa pasti sebenarnya Jokowi yang menang, karena quick count yang memenangkan Jokowi itu muncul di tv-tv yang selama ini jelas-jelas netral dan tidak punya kepentingan apa-apa terhadap pilpres, seperti SCTV dan TVRI. Sedangkan quick count yang memenangkan Prabowo itu hanya ditayangkan tv yang selama ini jelas-jelas mendukung Prabowo, yaitu TVone (milik bakrie) dan grup MNC (milik hary tanoe).

Namun yang membuat saya (dan banyak orang) terheran-heran, kubu prabowo dengan yakinnya mengklaim menang, sampai sujud syukur, bersorak-sorak, mengadakan acara potong kambing segala. Timbullah kekisruhan lanjutan di masyarakat. Yang saya heran, para pendukung Prabowo terus-menerus ngotot menuduh kubu Jokowi yang membuat quick count palsu. Ditambah lagi PKS menyebarkan hasil real count yang menunjukkan kemenangan prabowo; yang kemudian ketahuan bahwa ternyata real count tersebut adalah hasil survei mereka sebelum pemilu, alias real count palsu. Saat persepi (perhimpunan lembaga survei) hendak mengaudit lembaga-lembaga quick count, eh ternyata lembaga quick count pendukung prabowo ngacir ketakutan, menolak diaudit.

Saat akhirnya real count KPU mendekati penyelesaian dan semakin kelihatan bahwa Jokowi yang menang, Prabowo menyatakan mundur dari pemilu dan dengan berapi-api menuduh terjadi kecurangan berskala masif. Padahal, semua pihak tidak ada yang mengatakan pilpres penuh kecurangan berskala masif, kecuali kubu prabowo sendirian. KPK tidak, kepolisian tidak, pengamat-pengamat politik tidak, pemerintah pusat tidak, lembaga-lembaga survei tidak, Bawaslu tidak, dan presiden juga tidak. Kalau benar Prabowo dicurangi sejak dari semula, ngapain waktu itu Prabowo mengaku-ngaku menang sampai sujud syukur dan potong kambing segala? Kenapa ngomongnya baru di detik-detik akhir menjelang pengumuman resmi KPU, saat hasil penghitungan suara semakin menunjukkan kekalahan Prabowo?

Dan satu hal lagi yang kita semua tidak boleh lupa adalah kisruh RUU Pilkada tidak langsung. Para partai politik yang tergabung dalam koalisi Prabowo-Hatta saat itu berusaha keras mengubah supaya Pilkada dikembalikan ke DPRD. DIpilih oleh DPRD, bukan dipilih oleh rakyat. Masih ingatkah partai mana saja yang dalam voting di sidang paripurna memilih Pilkada tidak langsung? PAN, Demokrat, Gerindra, PKS, PPP, dan GOlkar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun