Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meneropong PPDB 2021 DKI Jakarta, Mungkinkah Terhindar dari Pro Kontra dalam Masyarakat?

26 Mei 2021   20:05 Diperbarui: 26 Mei 2021   20:13 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PPDB (Kompas.com)

Kita semua tentu masih ingat, kekisruhan terjadi dalam PPDB 2020 di DKI Jakarta. Sumber kekisruhan adalah penetapan syarat usia pada jalur zonasi sebagaimana tertuang dalam 

Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Nomor 670/2020 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Penerimaan Peserta Didik Baru alias PPDB Jakarta Tahun Ajaran 2020/2021. 

Banyak orang tua berunjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta. Bagi mereka, syarat usia penerimaan siswa baru melalui jalur zonasi dinilai tak adil. Seleksi berdasarkan jalur zonasi membatasi siswa untuk memilih sekolah-sekolah unggulan atau sekolah-sekolah favorit. Masalah lain adalah seleksi berdasarkan urutan usia tertua ke usia termuda justru merugikan anak. Anak-anak mereka gagal diterima di sekolah negeri terdekat karena kalah usia.

Melansir dari Liputan6.com, 20/7/2020, guna mengatasi kekisruhan itu, Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta menetapkan 4 kebijakan, yaitu (1) membuat regulasi baru tentang keterlibatan Pemprov terhadap sekolah swasta, terkait pengaturan perpindahan antar jenjang sebagai satu kesatuan, (2) Melakukan kolaborasi sekolah swasta dan sekolah, sehingga memberikan banyak pilihan bagi peserta didik Jakarta dalam memilih sekolah. (3) Melakukan pemerataan kualitas pendidikan di ibu kota melalui pelatihan bagi kepala sekolah mengenai manajemen sekolah guna meningkatkan kualitas sekolah. (4) Pemerintah menganggarkan Rp 171 miliar untuk membantu peserta didik  SD, SMP, SMA/SMK yang gagal masuk sekolah negeri tahun ajaran 2020/2021 dalam kategori tidak mampu secara finansial. Sejauh mana keempat kebijakan tersebut telah terealisasi, perlu penelitian lebih lanjut. 

Mengkritisi PPDB 2021

Perihal penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2021/2022 sudah diatur dalam Permendikbud RI No.1 Tahun 2021 tentang PPDB pada Tingkat TK, SD, SMP, SMA/SMK. Sebagai tindak lanjut dari Permendikbud tersebut, Pemprov DKI Jakarta pun telah mengeluarkan peraturan melalui Pergub No. 32 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). 

Pergub ini berisikan ruang lingkup jalur pendaftaran, kuota dan daya tampung peserta didik, syarat yang harus dipenuhi, dan tahapan pelaksanaan PPDB di Jakarta. Jalur seleksi peserta didik pada tahun ini sama seperti tahun sebelumnya, yaitu melalui jalur prestasi, jalur afirmasi, jalur zonasi, dan jalur pindah tugas orang tua dan anak guru.

Namun, yang perlu disoroti, apakah kebijakan tersebut sudah menjamin Pelaksanaan PPDB 2021 secara adil sehingga tidak menimbulkan polemik di dalam masyarakat?

Peringkat Nilai dalam Jalur Seleksi

Seleksi penerimaan siswa melalui jalur seleksi tahun ini semakin ketat. Calon siswa diwajibkan melampirkan: surat keterangan peringkat nilai rapor, prestasi di bidang akademik maupun nonakademik, dan nilai rapor pada 5 (lima) semester terakhir.

Menarik untuk ditelisik di sini adalah persyaratan surat keterangan peringkat nilai rapor. Seperti kita ketahui, Kurikulum 2013 (K-13) tidak memberlakukan sistem peringkat atau ranking. Maka, sejak diberlakukan K-13, rangking atau peringkat siswa dalam kelas tidak diperhitungkan. 

Yang ditulis dalam lembaran-lembaran rapor adalah deskripsi pencapaian kompetensi siswa, yang mencakup kompetensi sikap sosial dan budi pekerti, kompetensi kognitif dan kompetensi sikap.  Melalui deskripsi-deskripsi tersebut, siswa maupun orang tua bisa melihat capaian siswa setelah berkompetensi dengan dirinya sendiri. 

Capaian nilai dari semester ke semester memperlihatkan proses belajar seorang siswa dalam menguasai berbagai kompetensi dasar. Singkatnya, nilai dalam rapor menggambarkan proses pencapaian kompetensi siswa itu sendiri, bukan menggambarkan proses persaingan kompetensi seorang siswa dengan siswa sekelasnya.

 Jika demikian, bagaimana sekolah bisa membuat ranking kelas? Saya justru meragukan objektivitas surat keterangan peringkat nilai rapor yang dibawa calon siswa ketika mendaftar.

Jalur Zonasi dan Persoalannya

Setiap kebijakan yang menyangkut kepentingan banyak orang tidak luput dari pro dan kontra. Demikian halnya dengan persyaratan seleksi penerimaan peserta didik baru. Sebagai tanggapan atas protes orang tua murid atas seleksi jalur zonasi tahun lalu, pemerintah pada tahun ini menetapkan kriteria seleksi yang lebih longgar.  

Tahun ini seleksi umur tidak lagi menjadi satu-satunya kriteria seleksi pada jalur zonasi. Dengan kuota sebanyak 50% dari keseluruhan daya tampung sekolah, seleksi dilakukan dalam 3 opsi. Opsi pertama memprioritaskan calon siswa yang rumahnya berada di RT yang sama dengan sekolah yang dituju. Jika setelah opsi pertama masih tersedia daya tampung, dilanjutkan dengan opsi kedua. Opsi kedua memprioritaskan irisan RT-RT yang berada di bawah satu RW dengan sekolah yang dituju. Jika setelah opsi kedua ini pun masih tersisa daya tampung sekolah, barulah diberlakukan opsi ketiga, yakni seleksi menggunakan kriteria umur, yakni seleksi berdasarkan umur tertua ke umur termuda.

Meskipun seleksi jalur zonasi pada tahun ini lebih fleksibel dari tahun kemarin, kemungkinan munculnya reaksi penolakan dari masyarakat (orang tua siswa) bisa terjadi. Terutama, bagi orang tua yang menginginkan anaknya masuk pada sekolah negeri unggulan pilihannya. Di sini dibutuhkan sikap bijak dari pemerintah untuk merespon dan menyelesaikannya agar persoalan tidak membias.  

Calon Siswa Disabilitas Terpinggirkan

Dalam PPDB 2020 calon siswa penyandang disabilitas mengikuti seleksi masuk ke sekolah negeri melalui jalur zonasi. Namun, dalam PPDB tahun ini calon siswa disabilitas mendaftarkan diri melalui jalur afirmasi bersamaan dengan calon-calon siswa dari keluarga tidak mampu secara ekonomi. 

Sebuah pertanyaan nakal mencuat di sini. Seberapa besar peluang  mereka diterima melalui jalur ini? Calon siswa ini harus bersaing dengan begitu banyak calon siswa kategori tidak mampu secara ekonomi, sementara kuota tersedia 15% dari daya tampung sekolah. Apa alasan mereka harus bersaing dengan calon-calon siswa lainnya? Di mana dasar persaingannya?

Sementara di satu sisi, para siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu secara ekonomi berkesempatan mendapat subsidi dari Pemerintah dalam PPDB Jakarta 2021. Maka, Alangkah tidak tepat apabila hal disabilitas disandingkan dengan hal ekonomi lemah.

Ini mengindikasikan bahwa pemerintah belum secara optimal memberi perhatian terhadap pendidikan siswa penyandang disabilitas. 

Kondisi seperti ini juga membuka peluang merosotnya netralitas seleksi dan melahirkan "embel-embel" persaingan yang tidak sehat. Seharusnya mereka mendapat perhatian lebih dalam proses pendidikan, termasuk kemudahan dalam masuk sekolah negeri. Mereka berhak masuk sekolah negeri melalui jalur zonasi.  

Sebagai penutup tulisan ini, saya menegaskan bahwa kriteria penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2021/2022 masih berpeluang menimbulkan pro kontra dalam masyarakat. Khususnya berkaitan dengan jalur zonasi, peluang calon siswa disabilitas, dan surat keterangan peringkat nilai rapor. Semoga tulisan ini menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengantisipasi jika munculnya pertanyaan dari masyarakat. 

Jakarta, 26052021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun