Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Pentingnya Menghayati Perkawinan Melalui Perjodohan sebagai Suatu Panggilan Allah

21 Mei 2021   22:00 Diperbarui: 22 Mei 2021   08:42 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perkawinan (lifestyle.kompas.com)

Dalam artikel saya terdahulu, "Perjodohan atau Bukan, Masalah? Yang Penting Happy!"(Kompasiana, 20/5/2021), perkawinan perjodohan (pilihan orang tua) bukanlah menjadi masalah dalam menggapai keluarga bahagia. Mengapa? Karena kebahagiaan tidak turun begitu saja dari langit. Kebahagiaan hidup perkawinan harus diusahakan oleh suami-istri sepanjang hidup. Bahwa kadar cinta relatif kurang, hendaknya terus-menerus ditingkatkan melalui tali kesalingan, yaitu saling terbuka, saling menghargai, saling mendengarkan, saling mengorbankan, dan saling memaafkan.

Perkawinan sudah terjadi. Kedua orang muda itu siap menjadi bapa dan ibu, atau ayah dan bunda. Legalitas hidup bersama mereka sudah diterima oleh masyarakat, negara dan agama. 

Lantas, dari kacamata iman, apakah perkawinan karena perjodohan juga merupakan suatu panggilan Allah?

Hakikat Panggilan Allah

Setiap manusia bukanlah cuma-cuma diciptakan oleh Allah. Allah berkenan menghadirkan manusia di tengah-tengah makhluk dengan tujuan yang mulia.

Prof. Dr. Martin Harun, OFM, Dosen Kitab Suci STFT Driyarkara mengatakan bahwa 

setiap manusia, apapun agamanya, terpanggil sebagai mitra Allah dalam menciptakan dan melestarikan kehidupan. Persoalannya, kapan seseorang itu sadar bahwa ia dipanggil oleh Allah?

Panggilan Allah zaman sekarang jelas berbeda dengan panggilan dalam kitab suci. Dalam kitab suci Allah memanggil manusia secara langsung. seperti panggilan Nabi Musa dan Nabi Elia. 

Panggilan Allah zaman sekarang berbeda. Allah tidak hadir secara langsung di sekitar kita. Hanya dalam terang iman, kita menghayati bahwa Allah selalu hadir dalam setiap saat dan setiap tempat dan dalam setiap orang. Kita semua terpanggil untuk menciptakan dan merawat kehidupan ini dalam berbagai bentuk hidup dan profesi.

Perkawinan sebagai Panggilan Allah

Ketika perkawinan berlangsung, kedua mempelai berjanji untuk saling mencintai dalam situasi suka atau sedih, untung atau malang. Mereka berjanji kepada Allah di hadapan petugas agama dan di hadapan para saksi. Bahkan, untuk membuktikan keteguhan janji perkawinan, mereka meletakkan tangan ke atas kitab suci. Kedua mempelai, entah melalui pilihan sendiri, entah melalui perjodohan, yakin dan percaya bahwa perkawinan mereka sudah dipersatukan oleh Allah dan tidak terpisahkan, kecuali maut.

Sejak itulah mereka dipanggil Allah untuk menjadi mitra-Nya di dunia ini. Mereka hendaknya menghayati bahwa mereka terpanggil untuk menjalin relasi dengan Allah. Perkawinan menjadi satu bentuk panggilan untuk melayani Allah yang hadir dalam diri suami dan istri juga dalam diri anak-anak mereka di kemudian hari.

Dari uraian di atas penting untuk diharisbawahi bahwa perkawinan melalui perjodohan juga dihayati sebagai satu bentuk panggilan Allah.

Ciri Perkawinan sebagai Panggilan Allah

Sebagai satu bentuk panggilan Allah, suami, istri dan anak-anak hendaknya mencirikan sepak terjang keluarga dengan semangat berikut.

#1 Daya tahan, kesabaran dan kelemahlembutan.

Keluarga harus memiliki daya tahan yang tangguh agar mampu menghadapi berbagai persoalan yang terjadi dalam rumah tangga. Ketahanan keluarga tergambar dari kemampuan berpikir positif, mampu menguasai pikiran dan emosi serta fisik yang sehat. 

Keluarga tidak lekas putus ada, namun sabar dalam menghadapi segala sesuatu. Keluarga yang mampu mengolah pikiran dan perasaan akan memancarkan kelemahlembutan melalui kata-kata dan perbuatan. Banyak keluarga yang retak akhirnya bubar (terjadi perceraian) karena tidak memupuk ketiga semangat ini dalam hidup sehari-hari. Dengan gampangnya menjadikan "kami sudah tidak cocok lagi" sebagai alasan perceraian.

#2 Keberanian dan semangat.

Keluarga harus memiliki keberanian. Setiap anggota keluarga memiliki rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya. Berani mengemukakan pendapat, berani bersikap jujur, berani menegur,  berani mengakui kesalahan, dan berani memaafkan. Jika keberanian ada, keluarga memiliki semangat untuk menjalankan perannya masing-masing.

#3 Sukacita dan rasa humor. 

Apa jadinya keluarga jika tidak ada keceriaan. Setiap anggota keluarga berdiam diri di dalam kamar dengan kesibukan sendiri. Membiasakan keluarga dengan canda tawa melalui cerita-cerita lucu dan humor-humor membangkitkan energi positif dalam membangun relasi antaranggota keluarga. Keceriaan dapat menghilangkan kejenuhan atau stres selama bekerja di luar rumah atau selama belajar.

#4 Dalam kebersamaan.

Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Alangkah baiknya apabila makna peribahasa ini menjadi kebiasaan dalam hidup keluarga. Setiap anggota saling membantu tanpa pamrih, baik secara fisik maupun secara psikologi. Sikap cuek atau masa bodoh terhadap pekerjaan atau persoalan yang dihadapi anggota menjadi titik pangkal lahirnya sikap egois dan egoisme.

# 5 Dalam doa yang terus menerus.

Ciri terakhir dari panggilan hidup perkawinan adalah doa yang tiada henti-hentinya. Doa hendaknya dijadikan sebagai kebutuhan jiwa, layaknya kebutuhan akan makan dan minum. Doa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup keluarga. Dalam doa pribadi maupun doa bersama, keluarga menyandarkan hidup hanya kepada Allah. Dengan doa, keluarga percaya bahwa Allah selalu hadir untuk mendampingi dan menuntun keluarga di jalan yang benar.  

Namun, satu hal yang penting untuk disadari bahwa sering keluarga menjadi putus asa karena permohonan mereka tidak terkabulkan. Padahal, Allah sendiri sudah memberi harapan bahwa apapun yang manusia minta akan diberikan; ketuklah pintu maka Allah akan membukakan bagi yang mengetuk. Karena itu, membiasakan diri dengan tahapan doa yang benar, niscaya, Allah berkenan mendengarkannya, yaitu mengawali doa dengan bersyukur, dilanjutkan dengan memuji-menuliakan, mohon ampun dan mengampuni, lalu diakhiri dengan memanjatkan permohonan.

                                      ***

Mengakhiri tulisan ini, saya menggarisbawahi beberapa hal. Perkawinan melalui perjodohan adalah suatu panggilan Allah. Dalam terang iman pria dan wanita telah berjanji kepada Allah di hadapan pejabat agama dan para saksi bahwa mereka akan saling mencintai apapun suasananya kelak. Kelanggengan dan kebahagiaan akan menjadi milik keluarga jika kehidupan keluarga diwarnai dengan kelima ciri perkawinan di atas.

Semoga.

Jakarta, 21052021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun