Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamanya Menjadi Anak Bawang Jika Hal Ini Masih Terjadi dalam Dunia Kerja

15 April 2021   11:59 Diperbarui: 15 April 2021   14:15 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filosofi Anak Bawang (Sumber: stbasilsparish.ca)

Ungkapan "anak bawang" menurut KBBI mengandung dua makna, yaitu (1) peserta bermain yang tidak masuk hitungan (hanya sebagai penggenap atau ikut-ikutan saja); (2) anak kecil yang belum mengerti apa-apa. 

Dalam dunia kerja "anak bawang" diartikan sebagai pekerja atau karyawan pemula yang baru lulus dari lembaga pendidikan. Sebagai karyawan pemula, sudah barang tentu ia memiliki segudang pengetahuan teoretis. Ia memiliki idealisme yang tinggi ketika memasuki dunia kerja, khususnya mengenai bidang kerja yang mulai ia hadapi. Apalagi bidang kerja tersebut linier atau sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Kondisi Ideal

Sebagai karyawan baru, ia tentu memiliki bekal pengetahuan bahwa sebuah lembaga atau instansi, baik itu pemerintah maupun swasta memiliki kondisi ideal tertentu. Setiap instansi memiliki keadaan yang dicita-citakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi pencapaian tujuan bersama. Kondisi ideal ini tercipta dalam dan melalui beberapa hal, seperti implementasi visi dan misi, sistem kerja yang diatur dengan jelas melalui Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi), serta Standar Operasional Prosedur (SOP). 

Selain itu, untuk mengembangkan kompetensi karyawan (kompetensi kognitif, keterampilan dan spiritual), instansi secara terprogram melibatkan karyawannya dalam pengembangan sumber daya manusia.

Namun, pada kenyataan karyawan baru bisa menghadapi kondisi yang berbeda dengan gambaran awalnya. Kenyataan di lapangan kerja menunjukkan kondisi yang tidak ideal. Berikut ini beberapa kondisi yang kadangkala terjadi di dunia kerja.

Terjebak Dalam Krisis Kepentingan

Idealnya, seseorang yang memasuki dunia kerja adalah seseorang yang memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan bidang jerjanya. Ia diharapkan dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam kondisi ideal lembaga kerja. Ia memiliki kecerdasan pengetahuan, keterampilan dan kecerdasan spiritual. Dengan begitu, ia dapat melaksanakan tugasnya dengan kepercayaan diri yang kuat dan dengan penuh tanggung jawab. Jika terjadi masalah, ia akan membuka diri; berkomunikasi dengan rekan kerja atau dengan atasannya dalam suasana persaudaraan.

Akan tetapi, kenyataan di lapangan memperlihatkan kondisi yang bertolak belakang karena karyawan baru tidak atau belum memiliki kecerdasan-kecerdasan di atas. Ia dengan mudah terjebak dalam permainan karyawan senior. Adanya krisis kepentingan. Ya, kepentingan tertentu. Karyawan baru dipandang sebagai anak bawang. Sebuah predikat dengan konotasi negatif.

"Ah, kamu masih anak bawang",

"Ah, kamu masih anak baru",

"Ah, kamu masih anak kemarin", dan sederet bahasa pelemahan lainnya.

Selanjutnya, anak bawang ini masuk dalam permainan si senior. Ia selalu berada dalam genggaman si senior. Ia selalu taat dan patuh terhadap apapun yang dikatakan atau diperintahkan kepadanya. Maka, tidak berlebihan kalau anak bawang ini selalu berada "di bawah ketiak" sang serior.

Anak Bawang dan Dampaknya

Memperlakukan karyawan baru sebagai anak bawang menciptakan kondisi kerja tidak sehat. 

Pertama, hidup dalam kebohongan. Hubungan yang begitu dekat antara anak bawang dan seniornya melahirkan kebohongan-kebohongan, puji memuji yang semu di depan sesama karyawan lainnya. Sang senior selalu mendeklarasikan kehebatan dan kelebihan anak bawangnya. Demikian juga, anak bawang menyatakan  kehebatan dan prestasi seniornya meskipun pada kenyataaannya tidak demikian. Kebohongan itu pula menciptakan pergaulan yang inklusif. Muncullah sikap menyangsikan bahkan meremehkan  kehebatan atau prestasi karyawan lain.

Kedua, pembunuhan karakter. Menjadikan karyawan baru sebagai anak bawang adalah pembubuhan karakter karyawan tersebut. Karyawan baru tidak diberi kesempatan untuk menumbuhkembangkan karakter pribadinya; tidak diberi kesempatan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai hidup di dalam lingkungan kerja. Konkretnya,  sang senior secara sadar atau tidak, telah memudarkan  karakter percaya diri, bersikap kritis, bertanggung jawab, kreatif dan inovatif, serta kebebasan berpendapat atau berinisiatif pada anak bawangnya.

Kesimpulan

Predikat anak bawang diberikan oleh karyawan senior kepada karya baru dalam suatu lembaga kerja. Predikat ini bisa terjadi karena karyawan baru belum atau kurang memiliki kecerdasan pengetahuan, keterampilan dan spiritual. Di sini lain, anak bawang pun "tercipta" karena adanya kepentingan tertentu dari karyawan senior, bahkan pemimpin. Kondisi seperti ini menciptakan iklim kerja yang tidak sehat. Karenanya, jika anak bawang ini masih "menggema" di lingkungan kerja, segeralah ditangani oleh pemangku kepentingan. Karena lambat laun, terjadi perpecahan di dalam lembaga kerja dan secara perlahan menggiringnya ke ambang kehancuram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun