Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Adaptasi Kharisma Fransiskan bagi Karya Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19

5 Oktober 2020   07:30 Diperbarui: 5 Oktober 2020   07:34 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Webminar Pendidikan (dokumentasi yayasan Fransiskus)

Dalam rangka memperingati hari ulang tahunnya yang ke-55, tepatnya  tanggal 4 Oktober 2020, Yayasan Pendidikan Santo Fransiskus Jakarta mengadakan Webminar dengan tema "Adaptasi Kharisma Fransiskan bagi Karya Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19". Webminar berskala nasional ini berlangsung, Sabtu, 3 Oktober 2020. 

Para narasumbernya adalah P. Mikhael Peruhe, OFM selaku Provinsial OFM Regio Indonesia, Dr. Darmin Mbula, OFM (Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik), Dr. Hieronimus Yoseph Dei Rupa, OFM (Dosen STFT Driyarkara Jakarta), Dr. Konstantinus Bahang, OFM (Dosen STFT Fajar Timur, Jayapura, Papua).

Perayaan ulang tahun yayasan tahun ini sangat monunental karena berlangsung ketika negara sedang dilanda pandemi Covid-19. Mau tidak mau, nuansa perayaan disesuaikan dengan situasi dan kondisi. 

Termasuk sosialisasi sistem pendidikan dan pembelajaran dalam masa pandemi ini.Maka, yayasan perlu mengadaptasikan nilai-nilai Fransiskan dalam pembelajaran daring atau pembelajaran jarak  jauh (PJJ). 

Dengan begitu, PJJ di sekolah-sekolah Fransiskan tidak sekadar berjalan mengikuti kurikulum adaptatif yang digagasakan pemeritah, tetapi juga menerapkan nilai-nilai dasar Santo Fransiskus Asisi. Itulah gagasan yang melatarbelakangi pelaksanaan webminar ini.

Tantangan Pendidikan di Masa Covid-19

Pandemi Covid-19 yang menyebar secara cepat di seluruh dunia telah mengubah sendi-sendi kehidupan manusia. Pandemi telah memaksa kita untuk membatasi diri melakukan berbagai kegiatan dari rumah (bekerja, belajar dan beribadah dari rumah).

COVID- 19 berdampak sangat serius terhadap sistem pendidikan di Tanah Air. Sebagai upaya menghentikan penyebaran COVID-19, pemerintah telah mengehentikan pembelajaran tatap muka di sekolah dan menggantikannya dengan  pembelajaran secara daring atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Namun, muncul  sejumlah permasalahan serius. Survei yang diadakan Komisi Pendidikan (Komdik)  Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) pada Mei 2020 ditemukan bahwa pelaksanaan PJJ dari tingkat SD sampai SMA/SMK secara umum belum berjalan baik, terutama di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).  

Dari  250 unit sekolah di luar Jawa, terdapat: (1) PJJ berjalan lancar (6%), (2), tidak lancar / banyak kendala (53%), (3) PJJ tidak berjalan sama sekali (41%).

Dr. Darmin Mbula, OFM mengemukakan, selama pelaksanaan PJJ, muncul bebera tantangan pendidikan di Indonesia. selama pelaksanaan pembelajaran jarak jauh.

Tantangan Infrastruktur

PJJ memang mensyaratkan adanya insfrastruktur dasar dan berbagai fasilitas pendukung tidak sebanding dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini. Kementerian Tenaga Kerja mencatat sudah lebih dari 2 juta buruh dan pekerja formal-informal yang dirumahkan atau di-PHK. Dengan kondisi seperti ini, banyak orangtua kesulitan menyediakan kesempatan pendidikan yang optimal bagi anak-anak mereka.

Tantangan Putus Sekolah

Sejak PJJ diterapkan, muncul indikasi naiknya angka putus sekolah di berbagai tempat, terutama di pedesaan. Dalam jangka panjang, anak-anak yang putus sekolah ini kemungkinan besar akan menganggur, baik secara tertutup atau terbuka. Akibatnya, peluang kejahatan dan kekerasan terbuka lebar.

Tantangan Finansial

Tantangan finansial mulai terasa pada sekolah-sekolah awasta. Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) mendapat banyak keluhan terkait dengan orangtua yang meminta pengurangan SPP. Padahal, di lain sekolah pun membutuhkan beragam biaya operasional.

Arah Dasar Pendidikan Fransiskan

Mikhael Peruhe, OFM, mengawali pemaparan Arah Dasar Pendidikan Fransiskan dengan ajakan Paus Benediktus XVI. Paus mengajak semua pendidik Katolik di seluruh dunia agar menjadi saksi-saksi harapan di lingkup pendidikan. 

Ajakan tersebut berangkat dari keprihatinan akan dampak Covid-19. PBB mendata, Covid-19 telah berdampak pada 1,6 miliar siswa 190 negara, atau  berkisar 94-99 % populasi siswa di seluruh dunia.

Keprihatina Paus tersebut perlu segera direspon oleh Yayasan Fransiskus dalam paradigma pendidikan dan pembelajaran yang kontekstual. Karena itu, arah dasar pendidikan di sekolah-sekolah Fransiskan mesti tertuju kepada "terwujudnya sebuah model pendidikan yang menghasilkan generasi muda yang cerdas secara intelektual dan spiritual yang dilandasi oleh nilai-nilai kefransiskanan''.

(1) Pengembangan visi antropologis yang berakar pada spiritualitas Fransiskan, (2) Terbentuknya Komunitas akademik dan komunitas iman (School-community Education) [Gravissimum Educationis], (3) Peserta didik sebagai pribadi yang unik dalam relasinya yang erat dengan Tuhan, dengan sesama, dengan segenap ciptaan dan dengan diri sendiri, (4) Pendidikan Fransiskan mesti terintegrasi dalam panggilan untuk menjaga dan merawat rumah kita Bersama (Laudato Si), (5) Pendidikan berbasis Spirit Kasih Persaudaraan dan damai dengan semua orang, (6) Pendidikan berbasis "Sekolah Ramah Anak": nir-kekerasan (nonviolence), tanpa diskrimanasi dan peminggiran terhadap anak.

Visi Pendidikan Fransiskan

Dr. Hieronimus Yoseph Dei Rupa, OFM menggali dan mengadaptasi pemikiran Beato Duns Scotus, seorang filsuf Fransiskan (1266-1308).

Adapum visi Duns Scotus berkaitan dengan Prinsip Individuasi, yaitu apa yang membuat individu atau pribadi berbeda satu dengan yang lain. Individuating entity (entitas individualis) bersifat singular. Sebuah entitas yang positif, yang intrinsik, unik dan tepat untuk ada itu sendiri.

Setiap individu adalah unik. Bahkan bukan hanya manusia. Setiap ciptaan Allah adalah unik. Setiap ciptaan adalah unik karena memiliki personal yang "this" yang tidak dimiliki ciptaan lain. Setiap ciptaan, termasuk manusia, memiliki martabat yang inheren dan nilai setiap ciptaan in se (dalam dirinya sendiri). 

Maka, nilai individuitas bukan terletak pada utilitas, atau seberapa bermanfaat, melainkan  sesuatu itu dihargai, diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Berdadarkan pemikiran tersebut, proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah-sekolah Fransiskan perlu menekankan nilai individualitas. Pendidik tidak memandang anak-anak didiknya secara general bahwa mereka adalah kelompok perlu dibekali dengan sejumlah pengetahuan. Bahwa mereka mendapatkan hak yang sama untuk mempelajari dan menguasai sejumlah materi dan mendapat nilai.

Pendidik hendaknya mengubah paradigmanya bahwa setiap anak didik adalah unik. Bahwa mereka perlu didampingi secara personal untuk menggali dan menemukan potensi, bakat pribadinya untuk dikembangkan sehingga berguna bagi masa depannya.

Pedagogi Persaudaraan di Masa Covid-19

Dr. Konstantinus Bahang, OFM memberi perhatian terhadap pedagogi persaudaraan. Dalam pedagogi persaudaraan kita membangunkan nurani kristen dengan konsep hidup yang benar, dengan menjaga kesetiaan pada Injil, agar sampai kepada keserupaan dengan Kristus, kepada kesatuan dengan persaudaraan universal dalam Allah dengan semua orang dan semua makhluk.

Berikut beberapa pemikiran pedagogi persaudaraan. Pertama, persaudaraan tempat pendidikan. Persaudaraan senantiasa dijadikan sebuah habitus sebagai nilai luhur Fransiskus Asisi. Kedua, dalam interaksi pedagogis tercipta relasi persaudaraan -- mempelai, saudara dan ibu. 

Sekolah menghadirkan karakter keluarga dalam proses pembelajaran: karakter seorang mempelai, karakter seorang saudara, dan karakter seorang ibu yang dengan tulus mencintai dan melayani seluruh anggota keluarga.

 Di tangan ibu, segala urusan keluarga beres. Ketiga, cinta dan sukacita Fransiskan. Keempat, pendidikan melalui relasi dan dialog dengan sesama, dengan masyarakat luas, dengan Allah dan dengan alam.

Relevansi dan sugesti untuk pendidikan Fransiskan selama pandemi Covid-19: Pendidikan hendaknya berbasis dalam kehidupan sehari-hari, dengan membangun solidaritas antarwarga sekolah, orangtua, masyrakat dan dengan pemerintah. 

Dalam situasi inilah pembelajaran berfokus pada pengembangan karakter dan nilai-nilai agama dalam berbagai bentuk kreativitas, seperti student center, membangun jaringan kerja sama dengan sekolah-sekolah atau yayasan pendidikan lintas agama dan lintas kultural.

Jakarta, 5010029

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun