Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal Maret 2020 telah berpengaruh terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan.Â
Beberapa perubahan pun terjadi dalam dunia pendidikan kita, seperti proses pembelajaran dilaksanakan secara daring (Learning from Home), pembatalan Ujian Nasional (UN), serta Ujian Sekolah (US) dan Penilaian Akhir Tahun (PAT) dilaksanakan secara daring.
Belakangan, Pemerintah melalui Kemendikbud menetapkan  tanggal 13 Juli 2020 sebagai awal tahun ajaran 2020/2021, namun belum dipastikan kapan siswa boleh belajar di sekolah. Ini berarti proses pembelajaran masih dilaksanakan secara daring sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Pembelajaran secara daring ini akan berdampak pada pembiayaan pendidikan di sekolah. Banyak kegiatan bidang kesiswaan juga bidang kurikulum yang berbentuk mengumpulkan siswa tidak terlaksana. Hal ini akan mengubah anggaran pendapatan dan belanja sekolah.
Baca juga : Membenahi Sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Masa Pandemi Covid-19
Belajar dari Keluhan Orangtua atau Wali Siswa
Seperti kita ketahui, salah satu sumber dana sekolah adalah orangtua atau wali siswa. Sementara mereka juga terdampak Covid-19.Â
Ada yang kena PHK, ada yang berkurang pendapatannya, seperti pedagang kaki lima, pekerja serabutan, dan sebagai sopir angkutan umum dan ojol. Pemasukan yang berkurang tentu berpengaruh juga terhadap pembiayaan pendidikan anak-anaknya.
Persoalan pembayaran siswa perlu mendapat perhatian sekolah, khususnya sekolah swasta. Sejak pandemi virus corona, banyak orangtua atau wali siswa menanyakan perihal pembayaran siswa.Â
Penularan Covid-19 yang belum diketahui kapan berakhirnya ini, mau tidak mau, sekolah membuat dua RAPBS atau RKAS, yaitu RAPBS Normal dan RAPBS Covid. Oleh karena itu, saya mencoba memberikan beberapa pikiran terkait kedua RAPBS tersebut dengan pembayaran siswa.