Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mustahil Berdamai dengan Covid-19 Tanpa Berdamai dengan Diri Sendiri

21 Mei 2020   04:19 Diperbarui: 21 Mei 2020   10:54 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenyataan bahwa virus ini tak akan segera menghilang dan tetap ada di tengah masyarakat Indonesia, mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Twitternya @jokowi pada Sabtu (16/5/2020)  kembali menjelaskan makna berdamai dengan virus corona (CNBC Indonesia NEWS, 17/5/2020). 

Berdamai denga corona artinya kita, bangsa Indonesia harus hidup berdampingan dengan Covid-19. Virus corona tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang sangat menakutkan sehingga membatasi produktivitas kita. Masyarakat diminta untuk menyesuaikan diri dengan beraktivitas, kembali produktif  sambil tetap menerapkan protokokol kesehatan secara ketat.

Indonesia Terserah sebagai Ledakan Bom Waktu

Indonesia dikejutkan dengan unggahan foto tenaga medis beserta tulisan "Indonesia??? Terserah!!!", Senin,15 Mei 2020. Tulisan ini merupakan ekspresi kekecewaan tenaga medis terhadap kebijakan pemerintah dan masyarakat kurang peduli terhadap penanggulangan penyebaran wabah virus

Indonesia Terserah bisa saja adalah sebuah ledakan bom waktu. Sebuah tulisan momental namun menggembarkan bangsa. Berbagai berita mengenai ketidakpatuhan warga masyarakat selama ini, ditambah lagi berita mengenai membludaknya penumpang pesawat di bandara Suta, dan berkumpulnya warga di Mall Sarinah, Jakarta seperti menarik sumbu granat sehingga meledak. Kekecewaan demi kekecewaan akhirnya terekspresikan. "Indonesia??? Terserah!!!"

Indonesia Terserah telah menjadi sebuah peristiwa monumental bahwa bangsa Indonesia belum serius dalam menanggulangi bencana Covid-19. Pemerintah dan masyarakat hendaknya tidak memandang aksi tenaga medis sesuatu yang biasa-biasa saja. Jika pandangan ini terjadi, kita menciptakan bom waktu baru yang siap meledak di suatu saat.

Pesan moral yang bisa ditafsirkan dari Indonesia Terserah adalah menghargai pengorbanan tenaga medis sebagai garda depan penanganan Covid-19. Mereka telah berjuang sejak awal pandemi corona hingga sekarang. Pengorbanan mereka perlu didukung oleh masyarakat. Masyarakat mendukung pemerintah dalam berbagai upaya untuk berperang melawan pandemi corona agar segera berlalu dari Indonesia.

Kembali ke persoalan berdamai dengan corona dengan tetap mengikuti protokol kesehatan secara ketat. Berdamai dengan corona bukan berarti masyarakat menyepelekan bahaya virus corona. Masyarakat diharapkan melakukan aktivitas dengan selalu menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, tidak berkelompok, dan tidak mudik.

Pertanyaannya, apakah berdamai  dengan corona akan membuahkan hasil? Saya pesimis jika, sekali lagi, jika tidak didasari sikap berdamai dengan diri sendiri. Bagaimana mungkin kita bisa berdamai dengan virus corona jika kita sendiri tidak berdamai dengan diri sendiri?

Berdamai dengan Diri Sendiri                              

Berdamai dengan dengan orang lain itu mudah. Kita cukup mendatangi seseorang, berjabat tangan sambil mengungkapkan penyesalan, permohonan maaf, dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi suatu perbuatan yang menyebabkan konflik. Kedua pihak berjanji membangun kembali hubungan antarpersonal yang baik. Persoalan tulus atau tidak, siapa tahu. Dalam hati, siapa tahu. Yang penting peristiwa itu disaksikan dan didokumentasikan. Itu saja!

Berbeda dengan berdamai dengan diri sendiri. Mengapa? Berdamai dengan diri sendiri membutuhkan kesadaran dan kemauan diri untuk mengoreksi diri, kemudian membangun niat untuk memperbaiki kelemahan diri agar tidak terulang lagi di kemudian hari. Bisakah?

Mengelolah Pikiran dan Emosi sebagai Dasar 

Akar dari segala tindakan dan tutur kata adalah pikiran dan emosi. Pikiran dan emosi yang dikelolah dengan baik akan melahirkan perbuatan dan tutur kata yang menimbulkan ketenangan, kegembiraan dan keharmonisan. 

Sebaliknya, pikiran dan emosi yang tidak dikelolah dengan baik akan melahirkan perbuatan dan tutur kata yang merugikan, mengecewakan, menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri maupun orang lain. Karenanya, agar bisa berdamai dengan diri sendiri, kita mengenali terlebih dahulu pikiran dan perasaan kita sendiri.

Berdamai dengan diri sendiri dilakukan dengan (1) percaya pada diri sendiri, (2) pahami pikiran sendiri, (3) peduli dengan diri sendiri, (4) Jangan terlalu ambisius, (5) Sadar bahwa kekecewaan bagian dari hidup, (6) Hadapi rasa takut (HelloSehat, 26/5/2019), dan (7) Perteguh kebutuhan rohani 

Berikut ini saya mencoba menunjukkan kaitan antara ketujuh cara berdamai dengan diri sendiri di atas dengan berbagai tindakan-tindakan  yang menyebabkan "Indonesia Terserah". Dengan begitu, kita bisa mengetahui bahwa berbagai tindakan masyarakat yang melanggar protokol penanganan Covid-19 hanya bisa diperbaiki dengan terlebih dahulu berdamai dengan diri sendiri.

Pertama, percaya pada diri sendiri. Kita percaya bahwa kita memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu. Percaya diri memunculkan keberanian kita untuk mencoba melakukan sesuatu. Jika ternyata perlakuan kita salah, kita menjadikannya sebagai pengalaman untuk memperbaiki diri. Apakah saya pernah melakukan kesalahan selama pandemi corona?

  1. Saya bermaksud pulang kampung tapi disuruh putar balik
  2. Saya membiarkan Istri/anak duduk di jok mobil depan bersama saya
  3. Saya pernah marah-marah  petugas di pos pemeriksan suhu badan saya.
  4. Saya menolak untuk mobil saya disemprot dalam kamar desinfektan
  5. Saya menjadi pembawa virus corona karena pulang kampung

Kedua, pahami pikiran sendiri. Hendaknya kita selalu sadar bahwa tidak semua pemikiran itu positif. Kita juga mempunyai pikiran negatif. Tetapi, tidak baik kalau kita membiarkan pikiran negatif berlangsung di dalam kepala kita.

  1. Saya curiga dengan langkah ketua RT, RW dalam menangani corona di lingkungan saya
  2. Saya nyingir terhadap pengurus RT dan RW
  3. Saya nyingir terhadap pemerintah dalam menangani pandemi corona
  4. Saya pernah menyebarkan berita bohong
  5. Saya pernah sombong atau sesumbar bahwa saya tidak akan terpapar virus corona.
  6. Saya pernah menumpuk masker padahal orang lain kekurangan

Ketiga, peduli dengan diri sendiri. Kita cenderung memikirkan kepentingan atau kebutuhan orang lain. Kepentingan kita sendiri dinomorduakan. Padahal, pikiran ini justru membuat kita mengecilkan diri sendiri, sehingga menimbukan efek negatif pada diri kita.

  1. Sedang hamil tapi tetap bekerja sebagai tenaga medis
  2. Sakit tapi paksa diri kerja
  3. Saya tidak memakai masker saat keluar rumah
  4. Saya tidak mencuci tangan dengan air sabun/sanitizer
  5. Saya pernah melarikan diri dari rumah sakit karena positif corona
  6. Saya pernah menolak untuk rapid test.
  7. Saya tidak melakukan isolasi mandiri di rumah
  8. Saya beribadah bersama umat lainnya di rumah ibadat.
  9. Saya pernah mengundang teman ke rumah saya.
  10. Saya pernah berkunjung ke rumah teman
  11. Saya berjabatan tangan dengan orang lain
  12. Saya berkumpul dengan teman-teman
  13. Saya bertemu dengan teman-teman di mall
  14. Saya mengendarai motor tanpa memakai masker
  15. Saya mengendarai mobil tanpa memakai masker

Empat,  jangan terlalu ambisius. Berambisi untuk meraih sesuatu itu positif, karena ambisi memotivasi kita untuk terus berjuang. Namun, seringkali kita tidak mengukur kemampuan diri sendiri. Ketika kita tidak berhasil meraih ambisi, kita menjadi putus asa, bahkan menyakiti diri kita sendiri.

  1. Saya bermaksud pulang kampung tapi disuruh putar balik di tengah perjalanan.
  2. Saya pernah sombong atau sesumbar bahwa saya tidak akan terpapar virus corona.
  3. Saya diberi kuasa oleh Tuhan untuk menyembuhkan penerita corona
  4. Saya mendaftarkan anggota keluarga atau kerabat dekat untuk menerima bansos

Lima, kekecewaan adalah bagian dari hidup. Kita semua tentu pernah mengalami rasa kecewa. Itulah kerapuhan kita sebagai manusia. Marilah kita menerima perasaan tersebut dengan tegar hati. 

  1. Saya telah menjadi Orang Dalam Pengawasan
  2. Saya dinyatakan positif corona
  3. Saya tidak dapat bansos
  4. Anggota keluarga saya meninggal karena corona
  5. Anggota keluarga yang meninggal dimakamkan dengan protokol cocona
  6. Anggota keluarga saya yang meninggal karena corona ditolak untuk dimakamkan
  7. Saya atau anggota keluarga kurang mendapat pelayanan di rumah sakit

Enam, hadapi rasa takut. Rasa takut itu wajar. Karena itu, kita hendaknya mengakui perasaan itu, lalu mencoba untuk menghadapinya. Dengan begitu, kita akan menjadi lebih kuat dan menjadi pembelajaran bagi kita apabila perasaan itu muncul lagi di kemudian hari.

  1. Saya takut bergaul dengan tetangga
  2. Saya takut memegang sesuatu
  3. Saya takut terkena virus
  4. Saya takut keluar rumah
  5. Saya takut kulit menjadi kita jika berjemur di bawah panas matahari 
  6. Saya pernah melarikan diri dari rumah sakit karena positif corona
  7. Saya pernah menolak untuk rapid test.
  8. Saya tidak melakukan isolasi mandiri di rumah

Tujuh, perteguh kebutuhan spiritual. Menggunakan waktu setiap hari untuk berdoa dapat memperteguh kebutuhan spiritual kita. Melalui doa, kita bisa membangkitkan kembali rasa ketergantungan kita kepada Tuhan. Kita boleh menyandarkan seluruh hidup kita dalam penyelenggaraan Illahi. Kita membiarkan pikiran dan emosi kita dituntun oleh kuasa Tuhan.

  1. Saya jarang berdoa di masa pandemi corona
  2. Saya jarang membaca kitab suci di masa pandemi corona
  3. Saya jaran bermeditasi di masa pandemi corona
  4. Saya jarang mendoakan keluarga agar terbebas dari coorona
  5. Saya jarang mendoakan jiwa sesama yang meninggal karena corona
  6. Saya jarang mendoakan sesama yang sedang terpapar corona
  7. Saya jarang mendoakan keluarga-keluarga yang ditinggal wafat karena corona
  8. Saya jarang mendoakan pemerintah agar mengambil keputusan yang bijak
  9. Saya jarang mendoakan tenaga medis yang melayani pasien corona
  10. Saya jarang mendoakan sesama yang terdampak corona

Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya menyimpulkan, himbauan Presiden Joko Widodo untuk berdamai dengan Covid-19 bukan berarti masyarakat Indonesia menyepelehkan penanganan penyebaran Covid-19. Masyarakat diberi kelonggaran untuk beraktivitas secara produktif dengan tetap mengikuti protokol penanganan corona. 

Berdamai dengan corona akan menjadi bumerang jika tidak dilandasi dengan berdamai dengan diri sendiri. Berdamai dengan diri sendiri berarti setiap warga masyarakat berusaha mengelolah pikiran dan emosinya sehingga tampak dalam tindakan dan kata-kata yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan bangsa, khususnya dalam masa pandemi virus corona ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun